Views: 69
Solidernews.com – September merupakan Bulan Kesadaran Tuli yang dirayakan selama 30 hari secara berturut-turut di seluruh dunia. Adapun Hari Bahasa Isyarat Internasional (International Day of Sign Languages) dirayakan secara serentak pada tanggal 23 September yang telah ditetapkan oleh PBB sejak tahun 2017 kemudian dirayakan pertama kali pada tahun 2018 hingga sekarang. Indonesia sebagai anggota PBB dan juga bagian dari anggota WFD (World Federation of the Deaf) tentu akan merayakan Hari Bahasa Isyarat Internasional (HBII) secara serentak di seluruh wilayah Indonesia, termasuk kota Surakarta yang memiliki organisasi Tuli bernama Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia) beserta komunitas relawan orang-orang dengar bernama DVO (Deaf Volunteering Organization).
Berbeda dengan acara perayaan HBII yang digelar beberapa kota seluruh Indonesia, komunitas Tuli Surakarta memilih konsep acara yang sederhana, unik, dan simpel, yaitu menyelenggarakan workshop dan pameran seni selama tiga hari pada tanggal 27-29 September 2024 di Kopi Parang dengan tema “Perayaan Budaya Tuli” sesuai dengan ragam tema yang diusung oleh WFD pada tanggal 23-29 September 2024. Kegiatan tersebut dibagi tiga acara utama, yaitu pembukaan pada hari Jumat, workshop kolase pada hari Sabtu diajari oleh Cahyo Setyono, Berlin, dan Dela, dan workshop hoop art pada hari Minggu yang diajari oleh seorang relawan DVO bernama Dinar. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 20 peserta umum baik Tuli dan dengar dapat belajar bersama.
Galih Saputro sebagai ketua panitia mengatakan bahwa dirinyalah mengusulkan ide konsep tersebut karena ia melihat seni memiliki potensi untuk dipamerkan dan ditunjukkan kepada khalayak umum. Maka, Galih mengajak kolaborasi antara teman Tuli dan teman Dengar agar dapat ikut bekerjasama untuk belajar dan menciptakan karya seni yang diselenggarakan setiap hari Jumat dengan bernama Kelas Berkarya. Kemudian, ia membangun koneksi dengan Chairol Imam yang membantu dalam konsep acara tersebut dan juga memberikan pelatihan secara cuma-cuma untuk mereka. Kelas Berkarya ini lebih dulu dilaksanakan tiga kali setiap hari Jumat kemudian hasil karya seni akan dipamerkan di Kopi Parang saat merayakan HBII. Beliau mengusulkan tiga macam seni yaitu tanah liat, kolase, dan hoop art tetapi pada akhirnya diputuskan hanya memilih dua macam, yaitu kolase dan hoop art karena kendala waktu dan kondisi peserta.
Adapun, Ischol dengan nama lengkap, Is Choliza, sebagai ketua DVO mengatakan bahwa DVO bukanlah untuk juru bahasa isyarat tetapi sebagai wadah kolaborasi dengan teman Tuli, yaitu belajar interaksi secara langsung dengan mereka yang memakai bahasa isyarat. Bahkan Ischol tidak mengharuskan untuk orang dengar harus bisa bahasa isyarat tetapi dapat belajar secara lansung dengan mereka melalui kegiatan Nongkrong Berisyarat. Kegiatan tersebut juga dilakukan setiap hari Jumat dengan konsep informal agar lebih santai dalam belajar dan berkarya bersama teman Tuli. Oleh karena itu, wadah kegiatan HBII tersebut sebagai hasil dan proses kolaborasi teman Tuli dan teman dengar kepada khalayak umum melalui kegiatan seni karya.
Galih memilih Kopi Parang meskipun lokasi tersebut merupakan daerah pemukiman yang padat dan isolasi sebagai tempat pameran seni karya karena pemilik Kopi Parang sangat menyukai seni dan menawarkan tempatnya secara gratis dan Galih ingin konsep acara yang tidak memerlukan banyak biaya tetapi lebih sederhana dan mudah diakses untuk khalayak umum yang dapat melihat dan belajar bersama. Maka, DVO, Gerkatin, dan Pusbisindo (Pusat Bahasa Isyarat Indonesia) bekerjasama dengan pemilik Kopi Parang untuk menyelenggarakan acara pameran seni karya secara sederhana, unik, simpel, terjangkau, serta mudah. Kolaborasi dan dukungan ini sangat membantu kelancaran dan menjamin ruang bebas untuk teman Tuli dan teman dengar dapat merasakan kebebasan untuk berkarya dengan ekspresi diri dan cerita diri sesuai kreativitas masing-masing kepada khalayak umum.
Ketika ditanya tentang harapan, Galih dan Ischol sama-sama berharap agar kolaborasi antara teman Tuli dan teman dengar dapat berlanjut bahkan dapat berlanjut hingga lebih besar lagi serta dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa teman Tuli dan teman dengar juga dapat bekerjasama, berkarya bersama, dan belajar bersama tanpa kendala apapun. Maka, melalui wadah kegiatan tersebut dengan harapan kepada masyarakat umum bahwa teman Tuli dan teman dengar dapat bekerjasama, berkarya bersama, dan belajar bersama meskipun mereka memiliki budaya dan bahasa yang berbeda. Jadi, ini adalah harapan Galih dan Ischol untuk komunitas Tuli dan komunitas dengar yang dapat hidup dan bekerjasama.
Selamat Hari Bahasa Isyarat Internasional 2024![]
Reporter: Raka Nur
Editor : Ajiwan