Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Gelar Acara Wisuda Sekaligus Peringati HDI, Sekolah Gradiasi Undang Bappenas, KND, dan Kemensos

Views: 32

Solidernews.com, Yogyakarta, 3 Desember merupakan hari spesial bagi peserta Sekolah Gradiasi angkatan batch 9. Sekolah gradiasi merupakan kegiatan yang dihelat sejumlah lembaga difabel untuk mencari kader aktifis difabel di masa mendatang.

Pada hari itu, mereka juga merayakan hari kelulusan dan Hari Penyandang Disabilitas Internasional. Peserta yang diwisuda hari itu berjumlah 35 orang.

Seluruh peserta berasal dari 18 provinsi yang tersebar di Indonesia.

Mereka adalah aktivis-aktivis difabel yang datang dari berbagai latar belakang, ada yang difabel maupun nondifabel.

Acara ini dihadiri sejumlah perwakilan dari pemerintah di antaranya, Bappenas, Komisi Nasional Disabilitas (KND) dan Kementerian Sosial.

Aquilah, selaku perwakilan Bappenas menyampaikan ucapan dan harapannya kepada para alumni Sekolah Gradiasi untuk dapat turut mendorong pembangunan yang lebih inklusif.

“Kami ucapkan selamat kepada para peserta Sekolah Gradiasi yang telah lulus. Kami berharap ketika para peserta pulang ke daerah masing-masing, dapat membantu kami dalam membangun disentralisasi pembangunan inklusif terutama di daerah terpencil yang belum bisa dijangkau pusat,” katanya.

Jonna Aman Damanik selaku komisaris Komisi Nasional Disabilitas (KND) juga memberikan ucapan dan harapannya bagi para alumni.

“Selamat kepada gradiators  yang telah diwisuda hari ini karena telah mendapatkan berbagai macam pengetahuan terkait politik dan inklusi. Karena itu akan menjadi modal utama memperjuangkan hak penyandang disabilitas. Apa yang sudah para gradiators dapatkan, harus ditindak lanjuti, tidak boleh berhenti, sebab alumni gradiator sebelumnya telah menjadi advokat di daerahnya,” ungkapnya.

Selama 5 hari sejak 29 November hingga 3 Desember 2024, para peserta tersebut telah aktif mengikuti program yang diselenggarakan oleh Pusat Rehabilitasi YAKKUM dan SIGAB (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel).

Program ini bertujuan untuk mengasah kapasitas politik para aktivis difabel dan nondifabel dalam menyikapi rendahnya partisipasi politik inklusi.

“Kami berharap Sekolah Gradiasi ini dapat melestarikan para aktivis disabilitas dengan memperkuat pendidikan  politik inklusi dan kaderisasi mereka,” kata Angga Yanuar selaku kepala Sekolah Gradiasi.

Ia menambahkan bahwa Sekolah Gradiasi itu penting karena memberikan pemahaman tentang hak politik dan bagaimana memperjuangkannya dalam tataran kebijakan.

“Tanpa pemahaman yang baik, suara difabel akan terabaikan,” ujarnya.

Hal itu juga didukung oleh Ranie Ayu Hapsari, selaku Project Manager Program INKLUSI Pusat Rehabilitasi YAKKUM yang mengatakan bahwa Sekolah Gradiasi penting dalam membekali aktivis difabel, terutama di tingkat akar rumput, agar dapat mengadvokasi kebijakan yang lebih inklusif.

Sejak pertama kali digelar, Sekolah Gradiasi telah menghasilkan 315 alumni yang kini menjadi bagian dari jaringan besar gerakan inklusivitas.

Tema yang diangkat kali ini adalah “Mewujudkan Hak Politik dan Membangun Keterlibatan Politik Penyandang Disabilitas”.

Tema tersebut dilaksanakan karena untuk menyikapi tantangan politik inklusi di pemerintah, sebab lebih dari 30 persen calon kepala daerah tidak memiliki perspektif pembangunan inklusif disabilitas.

Keterbatasan aksesibilitas terhadap pemilu tersebut menjadi masalah besar yang masih dihadapi penyandang disabilitas. Pemantauan yang dilakukan Pusat Rehabilitasi YAKKUM, SIGAB Indonesia, dan Formasi Disabilitas terhadap Pemilu 2024 mengungkapkan beberapa masalah serius yang terjadi, seperti sulitnya akses ke tempat pemungutan suara (TPS), tidak tersedianya template braille untuk surat suara, dan pendataan pemilih yang sering keliru. Kondisi ini menghambat hak politik penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara maksimal.

Sekolah Gradiasi ini juga menjadi tempat untuk mempertemukan para aktivis difabel dari berbagai daerah dan organisasi difabel yang selama ini bekerja di bidang inklusivitas.

Salah satu peserta, Emilia bubu, aktivis nondifabel dari Yayasan Ginosko El-Emet Pemulihan Sahabat Tuhan (GEPSAN) Kupang, NTT, menyampaikan kesan-kesan dan harapannya.

“Yang paling berkesan bagi saya dalam beberapa hari ini adalah bertemu banyak orang-orang hebat dengan profesi mereka masing-masing, dengan ragam yang berbeda karena mereka yang mengikuti Sekolah Gradiasi ini adalah orang-orang istimewa yang terpilih dan yang paling saya syukuri karena tidak semua orang bisa mendapatkan  kesempatan seperti apa yang saya dapatkan di sini,” katanya.

Pelajaran yang paling berkesan baginya selama di Sekolah Gradiasi tentang membela hak-hak disabilitas, sebab penyandang difabel dengan psikososial di daerahnya sering dilecehkan.

“Saya ingin berjuang untuk membela mereka walaupun saya bukan orang hukum. Harapannya, saya ingin mengadvokasi hak-hak psikososial, membangun rumah bagi mereka, serta menjadi mama bagi mereka,” katanya.

Kedua, aktivis nondifabel dari komunitas Pin PLB Yogyakarta, Dzikrina Nur Faizah.

“Saya sangat senang dan bersyukur sekali bisa bertemu 35 peserta dari setiap provinsi, kemudian bertemu  teman-teman disabilitas. Saya terharu dengan perjuangan mereka,” katanya.

Pelajaran yang paling berkesan baginya di Sekolah Gradiasi adalah tentang 4 pilar politik, yaitu pemerintah, masyarakat sipil, media, dan bisnis.

“Kita punya banyak sekali peran, banyak sekali tanggung jawab terutama disabilitas. Kita harus menyuarakan itu karena kalau pemerintah tidak mendengar aspirasi kita, mereka tidak akan tahu dan berbuat sesuka mereka sendiri. Harapannya, setelah kembali, saya ingin mendidik anak-anak disabilitas untuk bisa mempersiapkan diri dalam menggunakan hak-hak pilih mereka atau berperan dalam dunia parlemen,” kata gadis yang berprofesi sebagai guru itu.

Ketiga, Ari Nugroho, aktivis difabel psikososial asal bekasi.

“Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan karena sebelumnya saya ragu apakah bisa diterima atau tidak di Sekolah Gradiasi ini. Ilmunya sangat luar biasa, apalagi diajarkan oleh pemateri yang kompeten,” katanya.

Pelajaran yang paling berkesan baginya selama di Sekolah Gradiasi adalah tentang kebijakan anggaran dan organisasi masyarakat sipil.

“Ternyata RAD harus terintergrasi. dan masuk di RPJMD lalu ke RKPD sampai APBD agar suatu program dapat terealisasikan. Itu harus dikawal. Dengan ilmu ini, kita tidak hanya sekedar tahu hak kita apakah bisa terpenuhi atau tidak. Bukan sekedar janji yang terkesan seolah-seolah indah, seolah-olah sudah mau terimplementasi, tetapi belum. Selanjutnya, keterlibatan disabilitas dalam organisasi masyarakat sipil itu juga penting karena semakin banyak aliansi itu semakin baik. Kalau OMS kuat maka tidak ada oligarki,” tegasnya.

Keempat, Gilberth K P Reawaruw, aktivis difabel fisik asal Ambon.

“Aku bersyukur banget bisa terlibat di Sekolah Gradiasi ini terutama belajar soal politik karena dapat membuka cakrawala pemikiranku,” katanya.

Pelajaran yang paling berkesan baginya selama di Sekolah Gradiasi adalah tentang pengenalan sistem pemerintahan dari tertinggi sampai terendah.

“Masyarakat dianggap tidak dapat memberikan suaranya untuk pembangunan, tetapi masyarakat sebenarnya mempunyai peran besar dalam membuat kebijakan pemerintah yang lebih baik,” pungkasnya.

Adapun materi yang dipelajari para aktivis selama 5 hari, antara lain:

Apa itu politik, pengantar hak politik difabel, makna trias politika, pembagian kekuasan dalam pemerintahan Indonesia, disentralisasi (tata kelola pemerintahan di semua tingkat, politik dan difabel, sistem pemerintahan Indonesia, analisis kebijakan terkat inklusi politik, peluang dan rintangan dalam partisipasi politik yang setara bagi difabel, peran politik sebagai media perjuangan difabel, partai politik, platform politik untuk difabel, media sosial, implementasi hak politik difabel, dan perencanaan rencana  aksi politik.

Tidak setiap tahun materi itu sama, Sekolah Gradiasi selalu menawarkan materi yang berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan juga kondisi terkini.

“Selama 5 tahun ini, Sekolah Gradiasi telah menjadi ruang belajar yang intensif, mendalam, dan transformasional dengan kurikulum yang dinamis, yaitu selalu berbeda. Harapannya, kami tidak hanya mencetak aktivis difabel, tetapi juga pemimpin masa depan yang akan memperjuangkan hak-hak politik difabel secara lebih sistematis dan berkelanjutan,” tutup Angga Yanuar, kepala Sekolah Gradiasi.[]

 

Reporter: Tri Rizky Wahyu

Editor     : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content