Views: 2
Solidernews.com – Salah satu hal yang membuat individu putus harapan adalah ketidak mampuan dirinya dalam mengenali diri sendiri. Selain itu, menerima diri secara apa adanya juga menjadi hal luput dari perhatian manusia digital kekinian. Karena banyaknya informasi yang diterima, maka bingung pulalah potensi apa yang kita miliki. Karena sebagian individu itu malah mencoba hal yang ada di media sosial. Bukan menggali potensi dari dalam diri sendiri.
Tidak terkecuali para difabel. Karena benturan berbagai masalah, hukum, dan kesetaraan hak yang masih tumpang tindih di negara ini, tidak jarang hal itu juga memengaruhi sulitnya seorang difabel dapat menerima diri apa adanya dan menyadari potensi yang ada dalam pribadinya.
Memang benar pemerintah sudah mengeluarkan berbagai peraturan terkait difabel. Tapi hal itu bukan menjadi penjamin bahwasanya seorang difabel pasti akan menemukan potensi, dapat menerima diri, dan memiliki prestasi, bila mereka hanya mengandalkan peraturan saja. Tanpa adanya gerak, usaha, dan upaya nyata untuk wujudkan semua itu. Karena Hal ini cukup sering menjangkiti difabel muda Gen Z
Mutia Sayekti dalam bukunya yang berjudul “Berdamai dengan diri sendiri: Seni menerima diri apa adanya,” menjabarkan dalam pembahasan bab 1 betapa fenomena sosial sekarang yang terjadi begitu rumit. Banyak sekali kasus absurt. Mulai brain wash dari media sosial, anak yang memaksa ayahnya membeli ponsel karena malu di ejek “Gaptek” tanpa melihat keadaan orang tuanya yang untuk makan saja susah, dan sebagainya. Masih pada bab yang sama, buku ini menegaskan di zaman yang di kata modern ini, justru memberikan impek buruk dengan pergeseran pola pikir karena berbagai nilai dan gaya hidup yang penuh tipu-tipu, hingga saking fatalnya, itu sampai pada taraf tidak mensyukuri nikmat Tuhan karena hidupnya ingin ideal seperti halnya di konten media sosial.
Terima, pahami, dan sayangi diri apa adanya
Salah satu hal yang wajib di lakukan bagi difabel adalah kemampuannya untuk menerima, mengenali, dan menyayangi diri secara sederhana dan apa adanya. Hal itu terkait cara menerima segala kekurangan yang kita miliki secara positif. Tidak ada manusia yang sempurna, karena manusia tercipta berikut dengan kekurangan dan kelebihannya. Tuhan itu sekali lagi, tidak pernah menciptakan manusia hanya dengan kekurangan. Karena berbagai kelebihan itu juga sudah di sertakan. Memang bedanya ada yang kelebihan/potensi itu ada yang tampak, jadi tidak perlu susah menggali dan ada juga yang harus melewati proses penggalian potensi.
Kalau kita hanya terlalu fokus pada sisi “Kekurangan,” itu hanya akan membuang-buang waktu. Kenapa tidak kita olah saja pikiran untuk memikirkan cara menggali potensi, mengembangkan diri, dan fokus untuk selalu bergerak ke arah positif? Bukanya itu bisa? Toh mau berjuang sekarang mau pun nanti, bagi difabel sekarang dan esok perjuangannya tetap sama “Sebagai difabel.” Carilah pemahaman terhadap kendala yang dialami. Misal: saya adalah difabel netra. Maka saya melakukan pembelajaran terkait pembelajaran, metode bersosialisasi, dan berkuliah dengan kondisi saya. Alternatif dan strategi saya bangun guna melengkapi upaya tersebut. Jadi, pikiran saya disibukan untuk mencari solusi. Bukan malah jatuh dalam nestapa.
Jadi, kenali dirimu yang difabel. Tidak perlu sibuk membandingkan dengan orang lain. Cukup kamu memahami apa keresahanmu, apa hobimu, apa potensimu, apa kendalamu, dan sebagainya. Sehingga dengan kesadaran mengenali diri secara menyeluruh, akhirnya kita akan lebih bijak dalam menerima diri.
“Anda tidak usah memusingkan kata menjatuhkan dari orang lain. Toh semua yang anda jalani tidak dibiayai, dinafkahi, dan diberi naungan oleh mereka. Cukup anda fokus pada tujuan, komitmen pada perjuangan, dan jalani semua dengan santai. Yakinlah, akan ada waktunya anda meraih sukses, bila anda memperjuangkan, menyelami dan mengembangkan potensi, dan menerima diri dengan ikhlas atas segala hal yang kini terjadi pada diri kita,” ujar Basuki seorang difabel netra yang menjadi pembicara di agenda Mata Hati, di Hotel Pandanaran pada 2021.
Fokus Gali Potensi dari dalam diri
Tugas kita adalah menggali potensi. Bukan malah merutuki nasib, menyalahkan takdir, dan sebagainya. Sebagai difabel yang ingin menggapai kehidupan yang baik di masa depan kelak, sudah seharusnya yang di gali adalah potensi. Bukan keluhan-keluhan pribadi terus.
Mutia Sayekti, juga menjelaskan bahwasanya ada beberapa tips untuk mengetahui indikasi potensi bagi manusia. Termasuk dalam hal ini adalah para difabel. Kesadaran akan potensi ini tentunya akan membawa dampak bagi kemapanan karier, sekolah, dan bermasyarakat. Sehingga mengetahui potensi bagi difabel adalah hal yang wajib hukumnya. Gimana caranya?
Seorang difabel bisa memulai dengan memahami terkait apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, yang mana hal ini bisa diterapkan lewat perenungan dan diskusi bersama teman. Untuk menemukan kelebihan secara lebih sepesifik, Mutia Sayekti menjabarkan Empat hal yang dapatdilakukan oleh individu guna mengenali potensi, yaitu dengan cara:
- apa aktivitas sehari-hari yang sering kamu lakukan?
- apa yang paling membuatmu asyik? Dan bila melakukan hal itu kamu seolah tiada lelah, senang, dan enjoy menikmati prosesnya?
- apa impian dan harapanmu di masa depan nanti?
- apa keahlian yang menurutmu paling mudah dikerjakan dan kamu ahli dalam hal itu?
Dengan mencoba menjawab beberapa hal di atas, Mutia Sayekti mengajak kita untuk menggali potensi yang ada dalam diri kita. Karena ada sebuah potensi manusia yang memang sudah nampak. Namun, ada juga manusia-manusia yang harus berjuang keras untuk menggali potensi untuk dikembangkan. Karena bila kita mencoba menjawab satu per satu, maka kita akan terbantu degan berbagai kesimpulan dari pertanyaan tersebut. Sehingga, kita bisa melihat potensi dan peluang keahlian yang bisa kita gali dan kembangkan.
Selain itu, hal yang dapat membantu difabel meraih potensi dan keahlian yang dapat dikembangkan, difabel juga bisa melengkapi dengan teori Johari Window yang memaparkan adanya empat panel jendela atau kuadran dari manusia. Dari keempat kuadran itu masing-masing memiliki fungsi yang saling terkait satu sama lain, yang mana dengan fungsi itu, manusia dibimbing untuk mengenali diri secara menyeluruh, menyadari kekurangan dan kelebihan, serta memjadikan pribadi yang waspada.
Keempat hal itu sudah saya bahas dalam artikel difabelitik yang ditayangkan solidernews.com, dengan judul “Lakukan hal ini, Agar Difabel bisa memahami pribadi secara Mendalam dan Terhindar dari hidup Tanpa Guna” Yang mana kempat panel jendela itu adalah: area Open Self, Blind Self, hidden self, dan unknown self. Dengan mengetahui metode ini, setidaknya difabel dapat lebih mempertajam potensi, keahlian, dan memahami secara penuh atas diri sendiri serta bisa menerima diri dengan apa adanya.
Lebih Bijak Melihat Potensi dan keberhasilan orang Lain
Kita itu memiliki jalan masing-masing. Sudah tentu, pencapaian itu tidak dapat di sama-samakan antara satu orang dengan orang lain. Kalau kita mau tekun pada potensi yang jelas ada pada diri kita, meskipun potensi yang dititipkan tuhan kepada kita itu kecil bagi orang lain, tetapi itulah yang akan bisa merubah hidup kita. Dari yang kecil pasti mengarah pada keberhasilan yang besar.
Jadi iri dan dengki itu tidak perlu lagi. Kita adalah kita, bukan orang lain!Dengan memperkuat identitas diri yang sudah kita kantongi, meski harus berproses sedikit demi sedikit, yakinlah kalau kita sudah berusaha, Tuhan pasti mengetahui. Kemudahan dan prestasi itu akan kita temui jika kita semakin dalam dan terus berusaha mengenali dan meningkatkan potensi pribadi.[]
Penulis: Wachid
Editor : Ajiwan
Sumber Referensi
Dahlan, D. (2011). Passion: Ubah Hobi Jadi Duit. Jakarta: Exel Media Komputindo.
Manampiring, H. (2018). Filosofi Teras. jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Manis, H. (2011). INNER WISDOM – KENDALIKAN PIKIRAN AGAR ANDA BAHAGIA, KAYA, DAN SUKSES. Bandung: PT Elex Media Komputindo.
Sayekti, M. (2020). Berdamai Dengan Diri Sendiri: Seni Menerima Diri Apa Adanya. Yogyakarta: PSIKOLOGI CORNER.
Sulistiyani, H. (2020). Kerja Produktif, Pikiran Aktif : Karena Asal Sibuk Saja Tidak Cukup. yogyakarta: Psikologi Corner.