Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Forum SKPD Dinas Sosial Kota Makasar Sudah Libatkan OPDis Namun belum Spesifik Bicarakan Berbagai Persoalan yang Dihadapi Difabel

Views: 23

Solidernews.com – Dinas Sosial kota Makassar, sebagai salah satu lembaga yang banyak bersinggungan dengan masyarakat difabel menyelenggarakan forum SKPD yang dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Februari 2025 dan mengundang seluruh dinas terkait.

Forum tersebut merupakan mekanisme pematangan rencana program kerja yang bisa ditempuh oleh setiap stakeholder untuk memastikan keperluan semua pihak, khususnya lintas sektoral dapat terakomodasi dalam program kerja yang nantinya berjalan. Hal ini tercantum dalam  Surat Edaran Nomor: 3/SETDA/000.7.1/XI/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Musrenbang dan Forum Perangkat Daerah Pemerintah Kota Makassar Tahun 2025, yang menyebutkan bahwa Kepala Perangkat Daerah Lingkup Pemerintah Kota Makassar dapat melaksanakan Forum Perangkat Daerah Tahun 2025 sebagai bahan penyempurnaan Rancangan Awal Rencana Kerja (Renja) Perangkat Daerah Tahun 2026.

“Kita berharap dalam forum ini kita bisa sharing dan tentu saja, mendapat masukan-masukan mengenai rencana kerja Dinas Sosial,” ucap Ana Anwar, M.Kes (Kepala Dinas Sosial Kota Makassar).

Lebih lanjut, ia menjelaskan sejumlah trend permasalahan sosial yang mengalami penurunan. Seperti kupu-kupu malam (Kumal), orang terlantar sampai dengan pengemis jalanan.

Kegiatan tersebut turut pula mengundang perwakilan organisasi difabel. Namun dalam forum tersebut tak pernah menyinggung permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat difabel sama sekali.

Sementara, trend permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat difabel di kota Makassar, pada saat ini, semakin bertambah dan kompleks. Mulai dari buruknya sanitasi, sempitnya lapangan pekerjaan sampai dengan terbatasnya pemberian alat bantu. Belum lagi soal trend pengemis difabel dari luar kota Makassar, yang terus berdatangan ke setiap sudut-sudut kota dan kemudian dianggap mengganggu estetika Makassar.

Seperti yang disampaikan Yoga Indar Dewa (ketua DPD  Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sulawesi Selatan) pada sesi tanya jawab. Ia menyampaikan bahwa gelombang pengemis difabel yang datang dari sejumlah daerah seperti misalnya Lombok, telah memperburuk citra difabel dan berpotensi untuk mempertebal stigma negatif yang ada di masyarakat. Para pengemis itu, menurutnya, bukan berasal dari kota Makassar tetapi datang ke sini untuk mencari peruntungan menjadi pengemis di pinggir jalan, lampu merah sampai dengan rumah makan.

“Selain itu, teman-teman kami yang menjadi pengamen jalanan pun menghadapi risiko tinggi. Mereka harus berhadapan dengan kerasnya jalanan. Ada yang ditipu, telepon genggamnya yang dicuri sampai dengan terjaadinya pemalakan dari okum preman  pasar. Itu semua kan akhirnya harus mereka hadapi karena pemerintah tidak menyediakan peluang untuk bekerja di sektor formal. Pun diberikan pelatihan, pelatihannya itu tidak sesuai dengan permintaan pasar di masyarakat,” ucapnya tegas.

Yoga juga tak lupa menyoroti beberapa hal. Mulai dari pemberian bantuan sembako yang tidak tepat sasaran, banyaknya difabel yang sulit mengakses Kartu Indonesia Sehat (KIS) sampai dengan  alat bantu dari Dinas Sosial yang biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan penerima bantuan.

“Jangan dikira teman-teman saya memang hobi cari uang di jalan. Sebenarnya ya mereka juga tidak mau, tapi bagaimana lagi? Belum banyak kesempatan yang diberi sama pemerintah selama ini,” tutupnya.

Penyampai aspirasi difabel tidak datang hanya dari satu pihak tetapi juga hadir Komisi Disabilitas Daerah (KDD) kota Makassar. Dalam kesempatan tersebut, mereka menanyakan ketersediaan juru bahasa isyarat yang tidak terlihat di dalam ruangan. Juga memaparkan sejumlah kondisi real pembangunan yang tidak inklusif di kota Makassar, yang sayangnya, akan semakin merentankan masyarakat difabel.

Mustakim, perwakilan dari    Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Sulawesi Selatan, terlihat hanya duduk dan tidak berkomentar sepanjang berjalannya forum SKPD tersebut. Wajar saja, ketiadaan juru bahasa isyarat membuat ia sebagai peserta Tuli, tak mampu berkomunikasi dengan siapapun dengan efektif. Haknya untuk mendapatkan informasi dan juga menyampaikan pendapat di dalam forum itu, tidak dipenuhi oleh penyelenggara. Dalam hal ini Dinas Sosial kota Makassar. Padahal selama ini, peserta Tuli khususnya perwakilan  Gerkatin Sulawesi Selatan dan DPC Gerkatin kota Makassar selalu aktif  dalam forum. Mereka selalu mengambil kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi masyarakat Tuli.

Menanggapi hal tersebut, panitia penyelenggara dari Dinas Sosial kota Makassar meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi, “kan biasanya memang kita selalu ingat untuk menyediakan penerjemah, ya. Tapi hari ini kebetulan lupa. Namanya juga kami cuma manusia,” ujarnya dengan rasa bersalah.

Forum SKPD  sebenarnya aadalah ruang bagi Dinas Sosial, dan perangkat daerah terkait untuk berkonsolidasi dan berembuk mengenai program-program kerja yang rencananya akan dijalankan Dinas Sosial. Jelas, ini adalah forum lintas sektoral. Niat baik Dinas Sosial untuk juga mengundang organisasi difabel, meskipun lupa menyediakan juru bahasa isyarat dan tidak memiliki pemaparan apapun terkait masyarakat difabel juga patut diapresiasi.[]

 

Reporter: Nabila May

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content