Views: 3
Solidernews.com – Rizkqika Arrum dari Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dalam konferensi pers evaluasi keterbukaan informasi di akhir masa jabatan Jokowi dan Pemda di Indonesia pada Sabtu, 27/7, mengatakan beberapa waktu ke depan FITRA menyusun RAN antara lain untuk penyusunan komisi informasi, membahas naskah RUU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan masyarakat sipil serta penilaian ke 32 kementerian dan lembaga (K/L).
FITRA saat ini konsen di isu bagaimana pemerintah menyediakan keterbukaan informasinya. Setahun sekali FITRA melaunching keterbukaan anggaran untuk memperkuat pemerintah yang di daerah berbasis Informasi dan Teknologi (IT).
Banyak catatan di daerah misalnya di organisasi masyarakat sipil (CSO), FITRA mendorong keterbukaan supaya kuat dalam tata kelola kelembagaan. Kedua partisipasi publik misalnya terkait akses masih minim.Yang menjadi catatan kritis, pihaknya melihat beberapa K/L di antaranya tidak meng-update dan hanya mengupload ringkasan.
Beberapa permohonan surat juga belum sesuai lagi, sebab isinya hanya dokumen ringkasan, menandakan buruknya badan publik terhadap KIP. Juga Sumber Daya Manusia (SDM) stagnan dari 2019-2023 walaupun Indonesia di peringkat 20, di bawah Philipina.
Keterbukaan informasi dan kementerian masih punya nilai yang rendah dan tidak aksesibel.
“Kami sempat mendampingi Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) kala sistem data pemerintah termasuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak mengkaver. Data kemensos ini hanya terbatas di Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) jadi tidak akurat karena tidak ada data penyandang disabilitas yang berlatar belakang ekonomi.Tidak tergambar juga ragam difabelnya. Juga belum ada sinkronisasi data di masing-masing K/L. Kami tidak tahu data mana yang paling akurat. Kesulitan kami, hanya 6 wilayah saja yang punya data, “jelas Arrum.
Sulitnya data diakses contohnya adalah difabel kalau mau mengakses berbasis scan, sehingga tidak akses bagi difabel netra. Sama kondisinya, Teman Tuli tidak juga tidak disediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI) termasuk tidak ada visual. Berita gembiranya, praktik baik ada di Kemenkeu, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sudah akses. Ada pula penerapan e-PPID di beberapa kementerian.
Sikap FITRA, Revisi RUU untuk mendorong digitalisasi antara lain viral penamaan aplikasi yang sangat seksis. FITRA berharap pemerintah mempertimbangkan unsur sosial dan tidak boleh istilah seksis dinormalisasi bagi kelompok rentan terutama perempuan. Juga terkait peningkatan tranformasi digital dan akses untuk publik terutama kelompok rentan dan difabel.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan