Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Fajar Rasyid Ariandhika: Mahasiswa Tuli yang Terus Mengukir Prestasi

Views: 66

Solidernews, Yogyakarta- Siang itu Selasa (9/10), di cerahnya udara yang menyelimuti sudut kampus UGM, tepatnya di kantor Unit Layanan Disabilitas, seorang mahasiswa duduk dengan tenang bersama setumpuk kertas disebelah kanan kirinya, matanya serius menatap tajam kearah laptopnya sambil mengerjakan sesuatu.

Fajar Rasyid Ariandhika namanya, seorang mahasiswa tuli (Auditory Neuropathy) yang kini berkuliah di Teknik Fisika UGM, sebuah pilihan yang penuh tantangan namun membawanya pada berbagai prestasi. Ia menempuh pendidikan menengahnya di Sekolah Islam, Alam, dan Sains (IAS) Al-Jannah, sebuah sekolah inklusi yang menerima siswa difabel.

Meski awalnya ia bercita-cita menjadi seorang arsitek, namun nasib mengantarnya ke jurusan Teknik Fisika. “Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan dan melihat mata kuliahnya, saya akhirnya memilih Teknik Fisika UGM karena reputasi kampusnya yang baik. Serta berada di Kota Yogyakarta yang kental dengan kota ramah pelajar,” ungkapnya.

Sejak awal masa perkuliahan, Fajar menghadapi berbagai tantangan dalam beradaptasi. Transisi dari SMA ke dunia perkuliahan terasa berat ia jalani, terutama dalam menyesuaikan metode pembelajaran yang lebih mandiri. “Saya sempat khawatir apakah bisa mengikuti perkuliahan dan beradaptasi dengan teman-teman,” timpalnya lebih lanjut.

Meski begitu, Fajar terus berusaha mencari materi tambahan dari berbagai platform dan berkolaborasi dengan teman-temannya untuk saling berbagi informasi seputar perkuliahan. Ia juga mencari materi tambahan melalui youtube, Khan Academy dan berbagai platform. Menurutnya perkembangan teknologi saat ini sangat menguntungkan difabel karena apa yang diperlukan telah tersedia secara luas dan gratis.

Pada semester awal, Fajar tidak menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) karena pengalaman buruknya semasa kecil dulu. Namun, dengan dorongan dari orang tua dan teman-temannya, Fajar memutuskan untuk mencobanya kembali menggunakan ABD di semester kedua. Alhasil, usaha tersebut ternyata sangat membantu proses belajar dan komunikasi. Ia jadi tak begitu terkendala dalam memahami apa yang disampaikan lawan bicaranya.

Untuk semakin menunjang perkuliahannya, ia biasa duduk dibarisan paling depan dan menggunakan transkripsi yang mengubah suara menjadi teks tertulis. Apabila ada penjelasan dosen yang kurang jelas, maka ia akan bertanya ke dosen dan berdiskusi dengan teman disebelahnya. Ia juga menggarisbawahi mengapa dirinya tak menggunakan bahasa isyarat. Hal itu karena tak semua bahasa akademik di perguruan tinggi, utamanya di jurusannya memiliki kosa isyarat sehingga cukup menyulitkannya untuk menyampaikan gagasan.

Di luar ruang kuliah, Fajar telah berhasil mencetak sejumlah prestasi di berbagai kompetisi akademik. Dari mulai penghargaan sebagai Penulis Terbaik Nasional untuk buku “Fase yang Harus Kujalani” yang diterbitkan oleh Mahirnulis, Medali Perunggu pada Lomba Esai National Education Competition 2, dan lainnya.

“Menulis dan membaca memang hobi saya, jadi ajang lomba adalah media yang tepat untuk saya mengasah bakat,” tambahnya​.

Fajar tidak menjalani perjalanannya sendirian. Dukungan dari dosen, teman sekelas, dan ULD UGM sangat membantu. Fajar mengaku, kekhawatiran terbesar terkait komunikasi dengan teman-teman di awal perkuliahan berhasil diatasi berkat dukungan lingkungan kampus yang inklusif. “Pihak kampus, terutama ULD UGM, sangat membantu saya dalam beradaptasi dengan lingkungan,” ungkapnya dengan penuh rasa penuh syukur.

Selama menempuh pendidikan di UGM, Fajar tidak pernah merasakan diskriminasi. Kesabaran menjadi kunci penting dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan rekan-rekannya. Dalam menghadapi berbagai tantangan, motivasi terbesar Fajar adalah keluarganya. Orang tua selalu menjadi pendukung utama yang mendorongnya untuk tidak menyerah. Menurutnya kegagalan bukanlah akhir, melainkan kesempatan untuk belajar.

Kepada difabel lainnya yang akan mengenyam pendidikan tinggi, Fajar mengajak mereka untuk terus percaya diri dan senantiasa memelihara mimpi. “Mengembangkan potensi dan kemampuan diri, memanfaatkan dukungan yang ada dan membangun jaringan yang baik adalah kunci,” pungkasnya​.

Perjalanan Fajar diawal langkahnya mengarungi jenjang pendidikan tinggi di UGM adalah bukti bahwa mimpi besar bisa diraih dengan dukungan, tekad, dan usaha yang secara tak langsung menjadi bahan bakar utama untuk mencapai keberhasilan akademik.[]

 

Reporter: Bima Indra

Editor        : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content