Views: 28
Solidernews.com, Yogyakarta – PADA Selasa (21/5/2024) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, meresmikan berdirinya dua pusat studi. Keduanya ialah, Pusat Studi Disabilitas dan Desain Inklusif, dan Pusat Studi Kebencanaan (Center of Disaster Risk Management and Sustainable Development Studies).
Berfungsi sebagai pusat penelitian tentang isu-isu difabel, pemberian layanan bagi mahasiswa difabel, serta desain produk yang akomodatif, di UKDW. Mengeleminir tindakan diskriminatif dengan cara memberikan kesempatan kepada pelajar difabel belajar di kampus swasta itu.
Lantas, bagaimana UKDW mempersiapkan diri sebagai kampus inklusif, sekaligus pusat studi disabilitas? Untuk mendapatkan jawabannya, Kamis (23/5), solidernews.com berkesempatan berbincang dengan Dra. Endah Setyowati, M.Si., M.A. Dosen, sekaligus salah seorang pengusung isu disabilitas di UKDW Yogyakarta.
Kampus UKDW, sudah menerima mahasiswa difabel sejak 2010, ujar Etty. Setelah berproses belasan tahun, maka kami bersepakat menjadi kampus yang lebih baik dan lebih inklusif. Karenanya, untuk mempersiapkannya, tim yang merupakan gabungkan beberapa jurusan, melakukan survei aksesibilitas. Survei aksesibilitas bagi pengguna kursi roda dan difabel netra, yang dilakukan tim.
Etty mengakui, bahwa kampusnya memang belum ideal. Namun sudah ada lift di gedung Didaktos dan Agape. Ada juga jalan landai (ramp) di tiap-tiap gedung juga pintu masuk utama. Dan toilet akses, baru ada di Gedung Agape Lantai 1 dan 3. “Sedang terkait sumber daya manusia, kami masih terus berbenah. Paling tidak, kami sudah memiliki perspektif inklusif,” ungkapnya.
Dituturkannya juga, bahwa UKDW sudah meluluskan mahasiswa difabel fisik (pengguna kursi roda), low vision, ADHD, Asperger (high function), hear impairment (dengan alat dengar). Kesemuanya lulus, dengan cara dosen dan sesama mahasiswa belajar, bagaimana materi dapat diakses oleh semua.
“Bagi saya pribadi, kata dia, keberadaan pusat Studi Disabilitas dan Unit Layanan Disabilitas, menjadi langkah yang baik, agar UKDW dapat diakses oleh mahasiswa dengan disabilitas” ungkapnya.
Pusat Studi kebencanaan, pasti punya irisan (interseksional) kerja dengan dengan pusat studi disabilitas. Tugas penting dua pusat studi tersebut, adalah melakukan advokasi internal. Dengan harapan, seluruh sivitas akademika memiliki perspektif yang sama, terkait inklusi.
Memasuki era digital, peluang menghadirkan aksesibilitas itu menjadi lebih mungkin. Advokasi menjadi lebih mudah menjangkau masyarakat. Dengan adanya internet, maka visibilitas isu difabel dapat dijamin terus menerus hadir.
Adapun tantangannya adalah etika dalam melakukan advokasi menggunakan platform digital adalah soal etika. “Kebebesan era digital menuntut para konten kreator memiliki empati, dalam menyampaikan tampilan visual yang melindungi subjek digital. Memberdayakan dengan tidak merendahkan martabat subjek. Pendek kata, disabilitas adalah potensi, bukan beban bagi negara,” tandas Etty.
Lanjutnya, “Teknologi di era digital lebih membantu aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas. Sebagai contoh, mahasiswa yang buta total (visually impaired) akan terbantu dengan aplikasi yang ada. Screen reader (JAWS), TapTapSee – Blind & Visually Impaired Camera, Voice Dream Writer, Be My Eyes — Helping Blind See, KNFB Reader, BlindSquare., Mbraille, Light Detector, srra Digit-Eyes Light”.
Hukum internasional
Apa yang dilakukan UKDW Yogaykarta, sejalan dengan hukum internasional. Ketika perguruan tinggi menjamin hak-hak difabel, artinya, perguruan tinggi membawa dunia lebih dekat, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip-prinsip utama Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Strategi Inklusi Disabilitas PBB memberikan landasan, bagi kemajuan yang berkelanjutan dan transformatif dalam inklusi disabilitas, melalui seluruh pilar kerja PBB, Yakni, perdamaian dan keamanan, hak asasi manusia dan pembangunan.
The United Nations Disability Inclusion Strategy (UNDIS) atau strategi ini memungkinkan sistem PBB untuk mendukung pelaksanaan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Demikian pula instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional lainnya. Serta, pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), agenda untuk Kemanusiaan dan Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana.
UNDIS ini, terang Etty, diikuti oleh negara-negara akan meningkatkan aksesibilitas untuk ragam yang lain. Misalnya website harus dapat diakses semua. Termasuk di dalamnya orang buta (tottaly blind), tuli (deaf), juga disleksia.
Mengeliminir kesenjangan
Persoalnnya, terdapat kesenjangan antara negara maju yang dapat memproduksi, dengan negara yang tidak memiliki teknologi (negara berkembang atau negara miskin). Dengan demikian jalan panjang harus ditempuh. Bagaimana mengeliminirnya?
Pertama, melalui pembebasan pajak oleh negara untuk alat bantu belajar bagi difabel dari negara produsen adalah salah satu cara. Kedua, adanya insentif untuk memampukan negara-negara berkembang. Indonesia, sebagai contoh, agar dapat memperoduksi sendiri. Dengan begitu, makna strategis dapat disumbangkan oleh pusat-pusat studi disabilitas di perguruan tinggi, melalui penelitian dan dan vokasi kepada pembuat kebijakan dan dunia industri.
Dosen yang aktif mendorong tumbuhnya inklusivitas ini membeberkan perihal aksesibilitas di UKDW. Sementara, kata dia, ULD yang berada di bawah Pusat Studi disabilitas dan Desain Inklusif, sedang berproses. Kebijakan menerima mahaiswa difabel akan menyesuaikan dengan fasilitas yang sudah tersedia di UKDW. Demikian pula dengan pelayanan oleh SDM di UKDW. Dalam waktu dekat, seluruh sivitas akademika (dosen, layanan akademik, dan admisi), akan segera belajar bahasa isyarat.
Bagi Etty, peresmian dua pusat studi di UKDW, adalah pertanda baik. UKDW Yogyakarta bersiap dengan sungguh-sungguh, sebagai kampus yang akan memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk belajar. Demikian pula UKDW bersiap menjadi pusat penelitian terkait inklusivitas di perguruan tinggi.
Di akhir perbincangan, dosen pada Prodi Studi Humanitas itu, tak lupa menyampaikan program yang akan dijalankan UKDW dalam waktu dekat. “Sebagai salah satu anggota tim adhoc pendirian Pusat Studi Disabilitas dan Desain inklusif, saya berada di bagian pengabdian kepada masyarakat. Proposal pengajuan program belajar bahasa isyarat, minggu ini tengah diajukan. Dengan demikian, pada masa mendatang, UKDW Yogyakarta bisa memberikan kesempatan belajar kepada mahasiswa tuli,” pungkas Etty.[]
Reporter: harta nining Wijaya
Editor : Ajiwan