Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Empat Tahun Program CLIP IDEAKSI; Kolaborasi dan Keberlanjutan Jadi Tantangan Tersendiri

Views: 12

Solidernews.com – Sejak April 2020 hingga Maret 2025, YAKKUM Emergency Unit (YEU) telah menjalankan program Community-led Innovation Partnership (CLIP) atau Kemitraan untuk Inovasi Berbasis Komunitas melalui IDEAKSI (Ide, Inovasi, Aksi, Inklusi). Lima belas tim inovator lokal IDEAKSI di Daerah Istimewa Yogyakarta telah berkolaborasi untuk mewujudkan inovasi-inovasi berbasis ketangguhan bencana yang inklusif terhadap kelompok lansia, difabel, serta kelompok paling berisiko lainnya.

Program inovasi berbasis komunitas ini menjadi pengalaman baru bagi YEU. Utamanya mengajak langsung kelompok masyarakat, bahkan dari pihak masyarakat itu sendiri yang memimpin. Sehingga inovasi-inovasi ini bergerak sesuai pada model kelompok inovator masing-masing. Selain beberapa capaian, berbagai tantangan serta upaya apa yang dapat dilakukan guna keberlanjutan dari program inovasi yang sudah dicapai oleh para kelompok-kelompok inovator tak luput dari perhatian. Maka dari itu YEU akhirnya mengajak dan mendekatkan para pemangku kebijakan, akademisi, dan swasta, untuk berdiskusi dan merumuskan kolaborasi yang bermakna.

Sesuai yang disampaikan Debora Dian Utami, Direktur YEU, “Pada 2025 ini, merupakan tahun keempat sejak diluncurkannya IDEAKSI pada 2021. Selain itu, IDEAKSI ini merupakan pengalaman pertama YEU saat berkerjasama dengan masyarakat untuk berinovasi, bahkan kelompok masyarakat itu sendiri pula yang menjadi pemimpin inovasi yang mereka buat. Sehingga pada akhirnya berbagai inovasi-inovasi unik sekaligus jawaban dari berbagai masalah masyarakat dapat ditemukan karena partisipasi mereka yang patut diapresiasi.”

 

Tidak Berhenti di Inovasi, Tapi Langkah Lanjutan yang Bermakna Harus Segera Dicapai

YEU  tidak hanya berhenti pada hasil sebuah inovasi dari kelompok masyarakat, namun mereka juga sangat aware dengan keberlanjutan inovasi tersebut. Langkah konkret untuk bagaimana berbagai pencapaian masyarakat dapat diakomodasi dan didukung secara maksimal dari berbagai pihak guna keberlanjutan dan kemanfaatan kedepannya tak luput dari perhatian. Maka dari itu,  sebuah ruang lokakarya yang dihelat pada bulan maret lalu  juga menjadi wadah untuk berdialog, berdiskusi, dan saling berbagi pengetahuan atas hasil inovasi para kelompok inovasi dari IDEAKSI 2.0.

Mengusung tema “Pembelajaran IDEAKSI 2.0: Kepemimpinan Lokal untuk Inovasi Inklusif dalam Penanggulangan Bencana” menjadi bukti nyata bila kelompok masyarakat lokal juga memiliki potensi berbagai produk yang mereka kembangkan. Ada yang mengembangkan ketahanan pangan, teknologi aksesibilitas, pertanian, hingga ada juga yang mengembangkan perawatan lingkungan rawan longsor, dengan membuat inovasi jahit bumi.

“Tidak hanya berhenti pada hasil inovasi saja. Melainkan langkah kedepannya kita dapat melakukan apa? Maka forum ini akan menjawab persoalan, potensi, hingga kolaborasi apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan inovasi-inovasi kelompok masyarakat,” ungkap Debora.

 

Tantangan yang Dihadapi Kelompok Inovator IDEAKSI 2.0

Sewaktu solidernews.com mengamati jalannya diskusi, ada berbagai tantangan yang dialami oleh para kelompok masyarakat. Tantangan tersebut antara lain, pendanaan, pengajuan izin, akses data, dan akses edukasi kebencanaan dari pihak terkait.  Beberapa persoalan tadi, membuat inovasi yang dihasilkan menjadi kurang maksimal.

Selain itu, keberlanjutan inovasi setelah berakhirnya program pendampingan menjadi tantangan yang perlu diatasi. Beberapa inovasi mengalami hambatan dalam adopsi lebih luas karena keterbatasan pendanaan, kurangnya dukungan regulasi, dan minimnya integrasi dalam kebijakan desa maupun program pemerintah daerah. Saat ini, pemerintah, perguruan tinggi, dan sektor swasta berperan besar dalam ekosistem inovasi, tetapi masyarakat lokal belum sepenuhnya diakui sebagai aktor penting dalam riset dan pengembangan solusi inovatif.

“Kebijakan pengurangan risiko bencana yang kurang mempertimbangkan partisipasi kelompok rentan, sulitnya akses dana langsung dari pemerintah, menjadi beberapa faktor tantangan yang dialami oleh kelompok-kelompok inovator,” ungkap Pradytia, peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang mengkaji IDEAKSI sejak 2021.

 

Memberikan Kesempatan dan Menghubungkan pada Pemerintah dan Pemangku Kepentingan

Penyelenggara program IDEAKSI juga telah berupaya mempertemukan inovator lokal dengan pemerintah dan pemangku kepentingan agar inovasi berbasis masyarakat dapat diadopsi dan didukung secara berkelanjutan. Para peserta lokakarya yang terdiri dari berbagai macam latar belakang diajak untuk mengunjungi pameran inovasi hasil karya dari kelompok masyarakat IDEAKSI 2.0 yang berjumlah 15 macam, dan lima kelompok dari IDEAKSI 1.0.

Peserta diberi innovation passport yang dapat diisi dengan hal-hal menarik yang mereka tangkap. Selain itu, dalam innovation passport tersebut, peserta juga dapat memetakan langkah apa yang dapat diberikan untuk kelompok-kelompok inovator IDEAKSI.

Seperti yang dipamerkan oleh SHG Luhur Jiwa. Mereka menjelaskan adanya TAKSIKENCANA yang merupakan Taman Edukasi Kesiapsiagaan Bencana. Selain itu, memamerkan hasil panen dari rekan-rekan difabel ODDP yang mereka bina. Hasil berupa timun, sayur, dan beberapa produk lain turut dipamerkan di lokakarya tersebut.

“Program TAKSI KENCANA dan bertani ini kami tujukan untuk mengontrol kekambuhan yang dapat dialami oleh kawan-kawan ODDP. Sehingga dengan kesibukan yang dilakukan, potensi kambuh itu jadi dapat diminimalisir, sekaligus menambah peluang ekonomi dengan hasil panen,” ungkap Dhani, pengurus SHG Luhur Jiwa, pada 20 Maret 2025.

Selain itu, Pita Merah Jogja yang memamerkan aplikasi MONTOV (Monitoring Kesehatan ODHIV) yang ditujukan untuk rekan-rekan ODHIV atau pun difabel dengan ODHIV. Pada aplikasi ini, ada fitur-fitur tentang edukasi seputar HI, pengingat untuk minum obat, FASKES yang dapat diakses, informasi kebencanaan, dan sebagainya. Aplikasi MONTOV ini dapat diundduh di playstore.

Lisa, selaku perwakilan dari Pita Merah Jogja menjelaskan bila aplikasi MONTOV ini diperuntukan untuk membantu Odhiv memahami tentang HIV, pengingat untuk minum obat, informasi kebencanaan, dan sebagainya. Aplikasi ini menunjukkan komitmen untuk membantu Odhiv dan teman-teman difabel Odhiv untuk lebih mudah menjaga serta memudahkan akses fasilitas kesehatan di sekitar mereka.

“Ya, aplikasi ini sudah terintegrasi dengan beberapa data di daerah DIY, Bali, Maluku, dan DKI Jakarta. Kedepannya kami akan terus memperbaharui data tersebut,” jelas Lisa.

Dari dua contoh produk kelompok inovator tadi, peserta diberikan sesi untuk tour pameran produk yang dihasilkan oleh kelompok inovator. Peserta dianjurkan untuk menggali informasi, meninjau langsung, dan berdiskusi dengan penanggung jawab stand pameran dari perwakilan kelompok inovator. Setelah itu, peserta diminta untuk mencatat poin menarik, merumuskan masukan, dan bantuan atau kontribusi baik apa yang dapat diberikan untuk kelompok inovator pada innovation pasport.

 

FGD Sebagai Lanjutan Konkret

Setelah melakukan tour pameran, peserta yang terdiri dari berbagai elemen dibagi ke dalam beberapa kelompok. Di setiap kelompok akan ada variasi latar belakang peserta. Mulai dari BPBD, Kalurahan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan, NGO, Swasta, dan lainnya untuk merumuskan kebutuhan apa yang dapat diberikan kepada kelompok inovator.

Dari diskusi tersebut, pihak-pihak pemerintah dan pemangku kepentingan akan memberikan respons bantuan yang dapat dilakukan. Mulai kerjasama, arahan, bantuan, pemberian akses, solusi, dan sebagainya. Sehingga masalah-masalah yang dialami kelompok inovator terwadahi, tersampaikan, dan mendapat solusi langsung dari yang berkepentingan.

Robertus Ali Sadikin, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DIY, menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung berbagai inovasi lokal yang digagas oleh masyarakat. Inovasi-inovasi tersebut akan dikembangkan melalui kerja sama dengan forum relawan serta kelompok sosial di tingkat desa.

“Inovasi ini akan disebarluaskan ke kelompok pedukuhan lainnya agar cakupannya semakin luas. Jika memungkinkan, dapat diterapkan di seluruh wilayah DIY,” ungkap Ali.[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content