Views: 23
Solidernews, Yogyakarta – Melansir dari laman resmi Maskapai Emirates, mereka tercatat menjadi maskapai pertama di dunia yang mendapatkan sertifikasi Autism Certified Airline™ pada 8 Januari kemarin di Dubai, UEA.
Penghargaan ini menjadi bagian dari komitmen Emirates untuk menciptakan pengalaman perjalanan yang inklusif dan ramah bagi individu dengan autisme. Sertifikasi ini akan diberikan secara resmi oleh International Board of Credentialing and Continuing Education Standards (IBCCES). Setelah sebelumnya, lebih dari 30.000 staf darat dan awak kabin Emirates menyelesaikan pelatihan awal tentang autisme.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, Emirates memperkenalkan layanan baru, termasuk panduan sensorik digital untuk membantu penumpang memahami dan mempersiapkan diri terhadap rangsangan lingkungan di bandara dan selama penerbangan. Selain itu, maskapai ini juga akan menyediakan produk sensorik, seperti mainan fidget, untuk membantu penumpang autisme mengurangi stres selama perjalanan. Dengan langkah ini, Emirates turut mendukung ambisi Dubai untuk menjadi destinasi paling inklusif di dunia.
Sebuah survei yang dilakukan oleh AutismTravel.com, mengungkapkan bahwa 78% keluarga ragu untuk bepergian karena kurangnya fasilitas yang mendukung kebutuhan autisme. Survei ini juga menunjukkan bahwa 94% responden akan lebih sering bepergian jika tersedia layanan dengan staf yang terlatih untuk melayani penumpang autisme.
“Kami ingin menjadikan perjalanan udara sebagai pengalaman yang dapat dinikmati oleh semua orang, tanpa kecuali,” ujar perwakilan Emirates dalam pernyataannya dalam laman tersebut.
Di sisi lain, pengalaman Rhaka, seorang mahasiswa autisme dari Universitas Gadjah Mada, menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh penumpang dengan autisme di Indonesia. Saat ditanya oleh Solidernews tentang fasilitas atau dukungan yang pernah diterimanya saat mengakses layanan penerbangan di Indonesia baik domestik dan mancanegara.
Ia menyebut bahwa dirinya tidak tahu menahu mengenai bagaimana cara mendeklarasikan kondisinya yang tidak tampak seperti ragam difabel lain saat di bandara. Menurutnya fasilitas bandara di Indonesia saat ini belum memiliki ruang transisi untuk orang autis atau difabel mental lain.
Rhaka juga menyoroti kurangnya perhatian maskapai penerbangan di Indonesia terhadap penumpang dengan autisme. “Saya bingung mau deklarasi di mana? Jika saya merasa kewalahan di bandara? Saya tidak tahu mau menghubungi siapa. Penanda jalan seringkali membingungkan dan belum diperbarui,” ujarnya.
Ketika mendengar tentang langkah Emirates menjadi maskapai pertama dengan sertifikasi Autism Certified Airline™, Rhaka memberikan respon positif dan apresiasinya. Menurutnya, Emirates membuktikan bahwa fasilitasi terhadap difabel yang tak terlihat seperti autisme di bandara juga merupakan bagian integral dari pelayanan yang optimal kepada penumpang. Ia berharap maskapai penerbangan di Indonesia dapat mengikuti jejak Emirates dengan menyediakan layanan dan dukungan khusus bagi individu dengan autisme.
Langkah Emirates ini seharusnya dapat dijadikan rujukan bagi industri penerbangan di Indonesia untuk meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan penumpang difabel, khususnya autisme. Rhaka berharap ada layanan khusus yang membantu penumpang dengan autisme mengurangi tantangan selama perjalanan udara. “Layanan dan dukungan untuk orang autisme harus tersedia,” tegasnya memungkasi.[]
Reporter: Bima Indra
Editor : Ajiwan