Views: 6
Solidernews.com – Berawal dari Program Narasi TV bersama Mata Kita di saat pandemi COVID-19, pada September 2020, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Solo Raya yang saat itu lolos dan mendapat dana hibah 50 juta lantas melakukan penjangkauan kepada 100 Orang Dengan Skizofrenia (ODS) yang tinggal di Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Sragen juga Sukoharjo. Penjangkauan yang saat itu dilakukan tak hanya mengintervensi kontrol pengobatan di masa pandemi tetapi juga pemberdayaan ekonomi.
Seperti yang dilakukan di kelompok Self Help Group (SHG) Desa Kedungjambal Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) saat itu berjumlah 15. Setelah melakukan pendataan dan asesmen, Dwi Lestari, salah seorang difabel penggerak lantas menjadi pemimpin di group ini kemudian lahirlah kelompok pemberdayaan ekonomi, Difa Jiwa. Lalu KPSI menjadikan kelompok ini sasaran pemberdayaan. Nama Difa Jiwa kemudian juga diambil sebagai nama produk untuk promosi hasil pelatihan.
Saat itu, kegiatan bersama yang dipilih oleh kelompok adalah pelatihan pembuatan keripik sukun. Sebab desa ini banyak menghasilkan sukun. Selain itu juga pelatihan hewan ternak yakni ayam. Hingga waktu berjalan, produksi keripik dengan merek Difa Jiwa sampai hari ini masih dikerjakan oleh Dwi Lestari. Ia mengajak seorang terkadang dua orang teman kelompok untuk pengerjaannya.
Branding difajiwa menurut Dwi Lestari unik. Selain untuk menghindari stigma sosial, juga dengan ditambah membuat jargon yakni “Kamu yang Istimewa”. Sebab disabilitas jiwa berani berkarya membuat keripik sukun, memproduksinya hingga packing dengan standing pouch ukuran standar.
Reva, seorang relawan KPSI kemudian membantu membuat variasi aneka rasa menggunakan dengan bumbu tabur. Ada sembilan rasa dengan pilihan paling banyak adalah original dan ayam bawang. Pengemasan menggunakan logo/stiker dibuat dengan menarik karena menggunakan kartun sehingga menarik.
Saat ini keripik sukun yang diproduksi dari awal pelatihan 4 Oktober 2020 sudah diperbaiki rasa, cara potong, dan cara pengemasan. Satu bulan setelah acara pelatihan di tahun itu ternyata di Desa Kedungjambal ada kegiatan PHBS tingkat kabupaten. Jadi sebelum ikut kegiatan PHBS, pemerintah desa Kedungjambal bersama camat bersama lurah dan bidan keswa Puskesmas Tawangsari berkunjung ke rumah untuk melihat produk dan melihat bagaimana tampilan keripik sukun dari masalah packing, kemasan dan brandingnya. Ada masukan dari bidan soal rasa dengan memberikan saran untuk mempertimbangkan ukuran timbangan ada berapa gram dan ada latihan berupa HPP (harga produk penjualan lepas konsumen).
Keberlanjutan Program Pemberdayaan Difajiwa
Untuk keberlanjutan, di kecamatan Tawangsari ternyata produk keripik Difajiwa digunakan sebagai produk unggulan Desa Kedungjambal. Proses memperbaiki potongan keripik sukun merek dan pengemasan dilakukan bersama kepala desa dan PKK. Seiring berjalannya waktu hingga hari ini produk ini selalu digunakan di kecamatan bahkan kabupaten sebagai produk yang selalu ada di setiap acara UMKM, yang merupakan produk unggulan Desa Kedungjambal. Beberapa lokasi pameran telah dirambah di antaranya di acara Kelompok Wanita Tani (KWT), UP2PKK, Petani Milenia,Pameran Desa Binaan, UMKM di The Park Soo Baru. Selain produk keripik sukun kemudian beruntun dihasilkan lagi keripik Talas, Bayam dan Keripik Usus.
Sejak beberapa waktu lalu di Desa Kedungjambal juga sedang ada program Dignity oleh Paguyuban Sehati. Pada Mei 2024 salah seorang staf Paguyuban Sehati meminta Dwi Lestari untuk menjadi fasilitator pembuatan keripik usus bersama kelompok difabel jiwa di Desa Kedungjambal, yang praktiknya sama seperti program Difajiwa Berdaya saat pembuatan keripik sukun dari mulai pembuatan, pengemasan, dengan standing pouch 100 gram dan branding dibuat bulat tetapi tidak dengan animasi dan dinamai Difajaya.
Tantangan Sebagai Perempuan Penggerak
Diakui oleh Dwi Lestari jika upaya yang selama ini dilakukannya bukan hal mudah sebab ia pernah mengalami perundungan dengan berbagai cemoohan. Kurangnya kepercayaan dari masyarakat saat itu berhasil ia tepis dengan membuktikan bahwa produk yang ia hasilkan bersama kelompok berhasil menjadi produk unggulan Desa selain produk kain tenun yang sudah ada.
Perempuan difabel cerebral palsy ini memiliki harapan ke depan selain lebih banyak lagi difabel jiwa yang mau ikut gabung dan mereka berdaya bareng, juga jangkauan pemasaran yang semakin luas sehingga bisa membantu teman-temannya. Adanya kelompok dan usaha produksi ini diniatkan juga agar mereka tidak banyak melamun, lantas bisa berkegiatan, dan jadi wadah untuk berbagi cerita pada sesama teman serta supaya mereka tidak merasa sendiri dan kesepian.
Saat ini Komunitas SHG Desa Kedungjambal lebih dikenal oleh masyarakat sekitar. Jika ada kegiatan desa misalnya mahasiswa yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) selalu diikutsertakan dalam program mereka dengan selalu berkoordinasi dengan fasilitasi psikolog. Anggota kelompok juga memiliki peningkatan kepercayaan diri melalui seminar yang diselenggarakan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan difasilitasi RSUD Sukoharjo saat ini juga ada penyelenggaraan posyandu inklusi (pengukuran tensi dan penimbangan berat badan ) dan terapi aktivitas kelompok bagi kelompok SHG Desa Kedungjambal.[]
Reporter: Astuti Parengkuh
Editor : Ajiwan