Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Dukung Ketahanan Pangan Keluarga Difabel Sleman; Ciqal Gelar Acara Diseminasi Potensi Pangan Lokal Non-Beras

Views: 6

Solidernews.com, Yogyakarta – Center for Improving Qualified Activity in Life of People with Disabilities (Ciqal) yang didukung Global Greengrants Fund mendukung ketahanan pangan  dengan berbagai macam program. Salah satunya adalah dengan kegiatan “Diseminasi Hasil Identifikasi Potensi Pangan Lokal Non-Beras dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan Penyandang Disabilitas,” pada 20 Desember 2024 di Restaurant Taman Pringsewu, Sleman. Kegiatan ini merupakan keberlanjutan agenda sebelumnya, yaitu “Diskusi Identifikasi Potensi Pangan Lokal Alternatif di Kabupaten Sleman.”

Dalam sambutannya, Dwi selaku Wakil Direktur Ciqal menyampaikan, “Sebelumnya kita sudah mengadakan diskusi identifikasi alternatif pangan lokal di Sleman. Hari ini kita akan membahas keberlanjutan tentang desiminasi ketahanan pangan non-beras. Karena kegiatan ini merupakan program ketangguhan pangan dari Ciqal.”

Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan hasil identifikasi potensi pangan lokal non-beras di Kabupaten Sleman sekaligus meningkatkan kesadaran tentang peran kelompok difabel dalam memperkuat ketahanan pangan melalui pemanfaatan potensi tersebut. Diharapkan, agenda ini menghasilkan peserta yang tidak hanya memahami hasil identifikasi potensi tersebut, tetapi juga mampu mengapresiasi dan mendukung peran kelompok difabel dalam meningkatkan ketahanan pangan.

Beragam peserta hadir dari beberapa kelompok difabel, seperti; SIGAB, ITMI, PERTUNI, Pusat Rehabilitasi Yakkum, PDY, Ohana, SAPDA, HWDI Sleman, dan sebagainya. Hadir pula dari pihak Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman yang turut mendampingi berlangsungnya acara.

Dari data yang dihimpun Ciqal, jumlah masyarakat difabel pada 2022 di Sleman mencapai 7162 jiwa. Jumlah tersebut merupakan akumulasi data dari seluruh ragam difabel yang ada di wilayah Sleman. Dari indikator tersebut, sangat penting melakukan penguatan, penyadaran, edukasi, serta pendampingan untuk masyarakat difabel guna memenuhi pemenuhan pangan bagi kehidupannya.

Beberapa faktor mengapa kerentanan pangan itu terjadi pada keluarga difabel, antara lain disebabkan oleh kondisi bumi yang kini mengalami krisis iklim. Kerentanan itu makin berlapis sebab dari labilnya iklim. Akibatnya volume panen bahan pangan terganggu.

Dalam keterangan yang disampaikan oleh Tutik, selaku pemateri pada kegiatan tersebut, ia menjelaskan bahwa krisis iklim ini sangat mempengaruhi pertanian dan hasil panen. Panen yang dahulunya dapat terjadi beberapa kali, untuk keadaan saat ini malah mengalami penurunan. Sehingga berdampak pada ketersediaan jumlah pangan beras yang dapat di akses masyarakat.

“Di zaman saya, panen padi itu dapat terjadi berkali-kali dalam setahun. Tapi akhir-akhir ini volume panen dan perawatan pertanian diganggu oleh adanya krisis iklim yang melanda dunia,” jelas Tutik.

Selain itu, implementasi pemenuhan hak ketahanan pangan bagi difabel itu dirasa kurang maksimal. Seperti upaya melibatkan difabel dalam isu ketahanan pangan secara aktif. Di mana keterlibatan ini memang dirasa kurang maksimal. Dinas sudah membentuk wanita tani. Tapi kalangan difabel belum terlibat secara masif. Hal ini disebabkan oleh stigma, aksesibilitas, dan sebagainya.

Pada diskusi ini, Ciqal menyampaikan bahwa salah satu solusi yang dapat meningkatkan kekuatan pangan bagi keluarga difabel ialah dengan penanaman mandiri dari tanaman yang berpotensi. Media penanaman yang dapat digunakan pun bisa menggunakan kreativitas seperti ember, barang bekas, dan sejenisnya yang sudah disesuaikan untuk kebutuhan tanam. Saran pola tanam yang dapat dilakukan difabel, seperti; a) hidroponik, b) vertik kultur, c) mikro green, dan d) polyback.

Ada pun tanaman lokal Sleman non-beras yang memiliki beragam jenis yang dapat dimanfaatkan kelompok difabel untuk kebutuhan pangan dan kesehatan, Salah satu kelompoknya adalah sayuran, seperti bayam, kangkung, selada, pakcoy, sawi, kacang panjang, brokoli, loncang, seledri, labu, dan wortel.

Selain itu, umbi-umbian juga merupakan sumber pangan lokal non-beras yang penting, di antaranya jagung, ketela, garut, dan cantel. Umbi-umbian ini tidak hanya menjadi sumber energi yang baik, tetapi juga dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan yang bergizi dan lezat.

Tanaman obat keluarga juga termasuk dalam kelompok tanaman lokal non-beras yang memiliki banyak manfaat. Contohnya adalah jahe, serai, kencur, kunyit, daun salam, jeruk purut, dan lengkuas. Tanaman-tanaman ini tidak hanya digunakan sebagai bumbu masakan, tetapi juga memiliki kandungan yang mendukung stamina dan kesehatan tubuh.

Dengan kandungan nutrisi yang beragam, tanaman lokal non-beras dapat menjadi sumber energi, vitamin, protein, dan bumbu masakan yang menunjang pola makan sehat serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat difabel..

Meski begitu, anggapan umum orang, bila makan itu harus nasi, bila belum makan nasi maka itu belum dianggap sudah makan masih menjadi tantangan tersendiri. Tidak hanya itu,  belum adanya minat untuk menanam di lahan sendiri juga menjadi tantangan lain bagi upaya penguatan pemenuhan pangan keluarga difabel.

“Ya, kebiasaan makan harus dengan nasi itu juga menjadi tantangan bagi alternatif pangan non-beras ini. Tetapi hal ini harus terus di lakukan pembinaan, agar potensi peningkatan kekuatan pangan bagi kelompok difabel dapat dicapai,” ujar Dwi.[]

 

Reporter: Wachid

Editor     : Ajiwan

 

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content