Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Direktur SIGAB Indonesia Mempertanyakan Perspektif HAM Presiden AS Donald Trump, yang Menyalahkan Kecelakaan Pesawat pada Difabel

Views: 27

Solidernews.com. BELASAN Kelompok advokat pendukung Kelompok Difabel mengecam keras Donald Trump. Pasalnya, Presiden Amerika Serikat (AS) itu, menyalahkan pekerja difabel atas tragedi jatuhnya pesawat penumpang American Airlines, pada Rabu, 29 Januari 2025. Sebuah kecelakaan yang terjadi di dekat Bandara Nasional Ronald Reagan Washington, dan tidak ada yang selamat.

Sebagaimana ditulis website: disability scoop, sumber utama untuk berita disabilitas AS, Pasca pesawat penumpang tersebut bertabrakan dengan helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat AS, Trump mengatakan kepada para wartawan bahwa upaya keberagaman di Administrasi Penerbangan Federal (FAA) adalah penyebabnya. Dalam sebuah konferensi pers mengenai kecelakaan tersebut, Trump mengutip sebuah artikel Fox News dari tahun lalu.

“FAA mengatakan bahwa penyandang disabilitas berat adalah segmen tenaga kerja yang paling kurang terwakili dan mereka ingin mereka masuk dan mereka bisa menjadi pengawas lalu lintas udara. Saya rasa tidak,” kata Trump.

Informasi yang dirujuk dalam artikel yang dikutip oleh presiden tersebut telah tersedia di situs web FAA setidaknya sejak tahun 2013. Termasuk seluruh masa jabatan pertama Trump, menurut situs web pemeriksa faktam Snopes.

 

Kritik pedas

Dalam sebuah pernyataan, para pendukung difabel menyebut Trump menggunakan tragedi tersebut untuk mendorong agenda politiknya. Pernyataan bahwa, pekerja federal difabel bertanggung jawab atas kecelakaan yang terjadi, adalah tidak bertanggung jawab, meremehkan dan salah.

“Pegawai penyandang disabilitas, sebagaimana pegawai non-disabilitas. Mereka dipekerjakan karena mereka memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan itu,” demikian bunyi pernyataan yang ditandatangani oleh Asosiasi Penyandang Disabilitas Amerika, Dewan Tunanetra Amerika, Jaringan Advokasi Diri Autis, Pusat Hukum Kesehatan Mental Bazelon, Dana Pendidikan dan Pembelaan Hak-hak Penyandang Disabilitas, Jaringan Hak-hak Penyandang Disabilitas Nasional, dan lainnya.

“Inisiatif perekrutan keragaman berupaya untuk memperluas kumpulan talenta potensial, yang memenuhi syarat untuk suatu jabatan. Inisiatif ini tidak menggantikan kualifikasi dan keterampilan yang dibutuhkan oleh jabatan tersebut.”

Para advokat mencatat, bahwa banyak laporan berita yang menyebutkan bahwa ada masalah kepegawaian, di menara kontrol lalu lintas udara pada saat kecelakaan terjadi.

“Tidak ada bukti bahwa praktik perekrutan FAA ada kaitannya dengan kecelakaan ini, dan menyatakan hal yang sebaliknya adalah menyesatkan dan berbahaya,” ujar Katy Neas, CEO The Arc of the United States.

Lanjutnya, “Penyandang disabilitas – seperti halnya pegawai federal lainnya – dipekerjakan karena kualifikasi, keahlian dan kemampuan mereka untuk melakukan suatu pekerjaan. Pada saat-saat seperti ini, kita seharusnya fokus pada fakta dan mendukung mereka yang terdampak, bukannya menuding satu komunitas saja,” tandas Katy Neas.

 

Presiden AS tak berperspektif HAM

Di Indonesia, spesifik Yogyakarta, kalangan aktivis isu difabel pun mengecam sikap Trump tersebut. Satu di antaranya, Direktur SIGAB Indonesia M. Joni Yuliyanto. Dia sangat menyayangkan sikap presiden Trump. Joni, demikian Direktur SIGAB itu biasa di sapa, juga mempertanyakan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) presiden yang baru dilantik untuk kedua kalinya, itu. Kepada solidernews.com, Sabtu (8/2) Joni menyampaikan beberapa statemennya.

Pertama, Trump telah membuat statemen yang salah, kata dia. Sebagai presiden, menjadikan kelompok dengan identitas tertentu, sebagai penyebab kecelakaan, akan berdampak sangat luas terhadap sikap para politisi dan pemimpin negara lain.

“Pernyataan Trump, akan berpotensi diikuti lebih banyak pimpinan negara lainnya. Politisi dan pemimpin negara, yang selama ini tidak terlalu berani menyampaian statemen, bahwa difabel sebagai pembuat kesalahan, kemudian punya pembenaran untuk berani berkata hal yang sama. Artinya, sangat jelas perspektif HAM Trump patut dipertanyakan,” terang Joni.

Kedua, alih-alih menyalahkan kelompok dengan identitas tertentu dalam hal ini difabel. Seharusnya, Trump mengedepankan investigasi. “Saya kira, di mana pun tidak harus presiden tahu. Jikalau terjadi kecelakaan, yang dipertanyakan bukan siapa petugasnya. Tapi, apa yang terjadi. Kecelakaan bisa saja terjadi akibat karena orang nondifabel, juga difabel. Terlepas siapa petugasnya, adakah human error (kesalahan akibat kelalaian manusia) yang terjadi? Bagaimana dan mengapa kesalahan itu bisa terjadi? Itu lebih penting! Bukan menyalahkan identitas tertentu,” lanjut bapak dari empat orang gadis itu.

Statemen ketiga-nya ialah, setiap orang yang masuk dan bekerja pada posisi tertentu, pasti sudah berdasarkan kompetensi. Bukan soal dia difabel atau bukan. Tentu sudah ada standar kompetensi. Bagaimana mungkin, Amerika Serikat masih lemah mengukur potensi seseorang.

Menurut Joni, sikap Trump tersebut justru sedang mengacaukan reputasi yang sudah dibangun oleh negaranya sendiri. “Jadi tidak mungkin seseorang datang tanpa komptensi, kemudian ada pada posisi yang sangat penting, air travic controller (pengontrol perjalanan udara), dalam hal ini. Terlepas bahwa dia difabel. Petugas itu pasti sudah memiliki kompetensi, Sehingga sampai pada posisi itu,” tandas Joni.

Sekali lagi Joni menggarisbawahi, pentingnya investigasinya untuk mencari penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Apa yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi.

Sebagai statemennya yang terakhir atau keempat, Joni menegaskan bahwa statemen Trump sangat tidak tepat. Sebagai seorang kepala negara, tidak sepatutnya Trump membuat pernyataan seperti itu, pada sebuah kecelakaan berskala nasional, yang beritanya mendunia.

Apa yang dilakukan Trump, berkemungkinan akan diikuti oleh kepala atau pimpinan negara yang sebenarnya punya perspektif serupa. Dampaknya, akan merugikan perspektif HAM, yang selama ini sedang dibangun di Indonesia, maupun berbagai negara, tentang difabel.

Statemen Direktur SIGAB tersebut sejalan dengan pandangan Profesor Hukum dan Direktur Program Hukum dan Kebijakan Disabilitas, Fakultas Hukum Universitas Syracuse Katherine Macfarlane. Dia mengatakan bahwa komentar Trump dapat memberikan dampak jangka panjang, bagi populasi yang sudah berjuang untuk maju.

“Penyandang disabilitas usia kerja masih banyak yang tidak memiliki pekerjaan. Karena stereotip yang salah mengenai penyandang disabilitas, membuat orang Amerika yang siap dan mau bekerja tidak masuk ke dunia kerja,” ujar Macfarlane.

Macfarlane juga menyatakan bahwa, perekrutan pegawai di FAA yang berfokus pada DEIA (diversity, equality, inclusion and accessibility) atau keberagaman, kesetaraan, inklusi, dan aksesibilitas, sudah benar. Pegawai difabel tidak bisa disalahkan atas kecelakaan pesawat tersebut.

“Justru, tindakan Trump akan melanggengkan stereotip yang salah dan berbahaya. Serta menggagalkan upaya para penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan berkontribusi pada perekonomian,” tandas Macfarlane.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan

 

Sumber: https://www.disabilityscoop.com/2025/01/31/advocates-decry-trump-for-blaming-plane-crash-on-people-with-disabilities/31279/

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content