Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Difabel Netra Mengupas Buku Tajwid Al-Qur’an Braille: Pengalaman dalam Uji Terap LPMQ

Views: 3

Solidernews.com –Mendalami Al-Qur’an tentu menjadi aktivitas yang sangat bermakna bagi difabel netra Muslim. Seperti halnya kaum Muslim lainnya, difabel netra juga dapat mendalami ilmu-ilmu terkait Al-Qur’an, mulai dari makharijul huruf atau cara melafalkan huruf, tajwid atau hukum bacaan,  tafsir atau arti, asbabun nuzul atau beberapa sebab turunnya ayat, dan sebagainya. Tentu saja, proses ini akan lebih mudah dilakukan jika tersedia metode dan buku panduan yang sesuai dengan kebutuhan difabel netra, salah satunya adalah akses buku dalam huruf braille.

Menanggapi kebutuhan tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan ruang dan kesempatan kepada difabel, khususnya difabel netra, untuk mendapatkan hak atas kitab suci bagi pemeluk agama, seperti yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016. Kepedulian pemerintah ini telah dimulai sejak tahun 1974, yang kemudian menghasilkan Peraturan KMA No. 25 Tahun 1984. Salah satu poinnya adalah pembentukan Al-Qur’an braille yang memenuhi standar di Indonesia.

Dalam perjalanannya, pengembangan Al-Qur’an braille sempat berhenti selama hampir 20 tahun hingga pada tahun 2010-2011, Kementerian Agama bersama LPMQ dan para difabel netra di Bandung bekerja sama untuk membentuk dan mengembangkan pedoman cara baca Al-Qur’an braille. Perkembangan ini terus berlanjut hingga kini. Misalnya, LPMQ bersama komunitas difabel netra Muslim Yogyakarta pada tahun 2024 membentuk “Buku Pedoman Praktis Tajwid Al-Qur’an Braille.”

Menjaring Aspirasi Praktisi Al-Qur’an Braille

Pada Kamis, 29 Agustus 2024, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) mengadakan uji terap “Buku Panduan Tajwid Al-Qur’an Braille” di Hotel Grand Rohan, Yogyakarta. Acara ini melibatkan para praktisi Al-Qur’an, khususnya pengkaji dan pengguna Al-Qur’an braille, untuk menyoroti, menguji, dan mencoba draf buku tajwid yang sudah dicetak.

Dalam kegiatan ini, 50 peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil ini diarahkan untuk mengkritisi draf awal yang sudah disiapkan. Setiap kelompok terdapat dua orang yang nondifabel untuk bertugas sebagai notulen dan pengumpul aspirasi guna mendampingi para difabel netra dalam proses evaluasi tersebut.

“Dalam kelompok, akan ada dua orang awas yang akan membantu teman-teman difabel netra mencatat kekurangan yang ada pada draf buku tajwid ini. Kami harap teman-teman bisa fokus dan teliti dalam membaca buku tajwid Al-Qur’an braille ini,” jelas Masruri, pemandu sesi  uji terap buku panduan tajwid pada 29 Agustus 2024.

Kumpulan Perbaikan yang Ditemukan

Sesi pertama dimulai pukul 09.30 WIB. Setiap kelompok menerima draf braille dari buku tajwid untuk dibaca, dikaji, dan dikritisi. Suasana pagi hingga siang hari itu terasa begitu khidmat. Para peserta dengan antusias memeriksa bagian-bagian draf tersebut.

Draf buku tajwid ini terdiri dari 14 bab, yang membahas hukum bacaan, contoh, dan pembahasan definisi yang dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami. Dari pagi hingga siang, digunakan para peserta untuk memaksimalkan sesi pertama uji terap ini. Beberapa kritik dan masukan yang ditemukan adalah sebagai berikut:

  1. Ditemukan perbedaan penggunaan ejaan dalam penyebutan hukum bacaan.
  2. Ketidakkonsistenan dalam penyebutan kaidah-kaidah.
  3. Kesulitan saat lafadz Arab ditulis dalam bentuk huruf Latin.
  4. Beberapa titik dalam format braille tidak jelas.
  5. Contoh yang diberikan kurang gamblang.
  6. Beberapa bab menggunakan contoh, tetapi ada juga yang tidak menyediakan contoh.

Poin-poin di atas adalah gambaran umum permasalahan pada draf pertama buku panduan tajwid Al-Qur’an braille ini. Ada persoalan lain yang masih memerlukan perbaikan dari penyusun, termasuk memperjelas peruntukan buku ini. Sebagian peserta berpendapat bahwa buku panduan ini lebih mudah dipahami oleh pengajar daripada difabel netra yang baru belajar Al-Qur’an braille.

“Menurut saya, sebaiknya untuk contoh bacaan menggunakan huruf Arab saja, karena huruf Latin cenderung membingungkan,” ujar Ali, difabel netra yang menjadi peserta, saat memberikan kritiknya.

“Masalah titik yang tidak jelas juga harus menjadi perhatian, karena ini sangat penting bagi difabel netra saat membaca Al-Qur’an braille. Ada juga contoh dari definisi kaidah yang tidak tertulis,” imbuh peserta lain.

Merespons dari masukkan peserta, panitia penyelenggara menyatakan bahwa agenda ini memang bertujuan untuk menguji draf awal buku tajwid, sehingga wajar jika masih terdapat kekurangan. Namun, mereka berterima kasih atas saran dan masukan dari para peserta dan memastikan bahwa pada draf final, semua masukan akan ditindaklanjuti dengan serius.

“Pada sidang puncak nanti, kami masih akan menjaring masukan. Kami juga akan mengajak komunitas difabel netra di Bandung untuk memberikan masukan tambahan,” ujar penyelenggara.

“Hal ini kami lakukan untuk mendapatkan sudut pandang tambahan dan semoga dapat menyempurnakan draf final nantinya,” tambahnya.

Meski masih ditemukan kekurangan dalam draf awal buku panduan tajwid ini, secara umum para peserta sangat terkesan dengan kepedulian LPMQ ini. Penyusunan buku tajwid dalam format braille dan menggunakan standar LPMQ, tentunya akan menambah akses para pembaca Al-Qur’an braille terhadap ilmu-ilmu AlQur’an.

“Tentu saya sangat berterimakasih pada LPMQ yang telah berupaya menyusun Buku Panduan Tajwid Al-Qur’an braille ini, mas. Semoga kedepannya pada hasil finnal, buku ini akan memberikan dampak positif bagi para pembaca dan para penghafal Al-Qur’an braille,” jelas Abdullah, difabel netra yang menjadi peserta uji terap.[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air