Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Difabel Muda, Pastikan Paham Literasi dan Etika Digital!

Views: 15

Solidernews.com – Di era digital yang semakin berkembang, akses terhadap teknologi dan internet telah membuka banyak peluang, termasuk bagi masyarakat difabel. Namun, di balik manfaatnya, teknologi juga menghadirkan risiko, seperti penipuan, cyberbullying, dan ancaman keamanan online lainnya. Oleh karena itu, memahami etika dan literasi digital sangat penting bagi semua orang, termasuk kelompok difabel, agar mereka bisa terlindungi dari berbagai ancaman tersebut.

Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam laporan “Profil Internet Indonesia 2022”, pada periode 2021-2022, sebanyak 210.026.769 penduduk Indonesia terhubung dengan internet dari total populasi 272.682.600 orang. Sebanyak 92,21% penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi, dan 98,02% mengaksesnya melalui platform media digital. Tentu dari data tersebut, sebagiannya adalah masyarakat difabel yang terkoneksi dengan internet.

 

Apa Itu Literasi Digital dan Etika Digital?

Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh melalui teknologi digital. Ini mencakup bagaimana kita mencari informasi, menggunakan media sosial dengan bijak, serta mengidentifikasi informasi yang benar dan yang palsu.

Sedangkan Etika digital adalah kumpulan prinsip dan nilai yang mengarahkan perilaku seseorang saat menggunakan teknologi digital dan internet. Aspek-aspek etika digital meliputi cara berkomunikasi, berbagi informasi, mengunggah konten, hingga menjaga keamanan data pribadi. Dengan menerapkan etika ini, setiap individu diharapkan bisa menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab, guna menciptakan lingkungan digital yang aman dan nyaman bagi semua orang.

Ramaditya Adikara, difabel netra yang gemar ngonten di media sosial, seorang penulis, juga dosen, saat dihubungi via whatsapp 4 Oktober 2024, menegaskan pentingnya pemahaman literasi digital dan etika digital agar dipahami oleh kawan-kawan difabel. Sebab hal tersebut merupakan kunci untuk terkoneksi dengan dunia digital, kunci mendapat informasi secara lengkap, dan tentunya menjadi pemahaman agar terhindar dari hal-hal negatif dari adanya interaksi digital.

“Tentu sangat penting seorang disabilitas itu memahami ilmu literasi digital dan etika digital. Sebab dengan hal itu kita dapat ikut berpartisipasi secara baik di ruang digital, mampu menyuarakan isu disabilitas, dan dapat terhindar dari dampak negatif dengan adanya sosial digital. Seperti penipuan, verbal bullying, dan perundungan di medsos,” tegas Rama.

 

Tantangan Masyarakat Difabel dalam Dunia Digital

  1. Kurangnya Aksesibilitas terhadap Teknologi

Meskipun internet telah menyediakan banyak sumber daya untuk mempermudah kehidupan, tidak semua website dan aplikasi ramah bagi masyarakat difabel. Beberapa aplikasi atau website tidak dilengkapi dengan fitur yang mendukung alat bantu seperti screen reader atau subtitle untuk orang tuli. Ini bisa membuat difabel kesulitan mengakses informasi yang penting untuk memahami dunia digital.

  1. Kerentanan Terhadap Penipuan

Difabel seringkali lebih rentan terhadap penipuan online karena beberapa alasan. Pertama, mereka mungkin tidak terbiasa dengan teknologi dan informasi yang mereka akses. Kedua, mereka sering kali menjadi target empati dari pelaku kejahatan, yang memanfaatkan kelemahan mereka untuk keuntungan pribadi. Salah satu kasus yang cukup marak adalah penipuan berkedok donasi online, biasanya berpura-pura meminta sumbangan untuk orang difabel, tetapi sebenarnya uang tersebut tidak sampai ke yang membutuhkan, dan sebagainnya.

Hendra Adi, seorang difabel netra yang juga, saat dihubungi via whatsapp pada 04 Oktober 2024, menjelaskan pengalamannya pernah mengalami peretasan akun whatsapp pada 2021. Ia menceritakan kejadian itu bermula saat ada chat dari nomor tak dikenal yang menyamar sebagai kasir Indomaret. Saat itu, pelaku menyuruh Hendra untuk membuka SMS yang berisi vocer game online. Pelaku meminta tolong, sebab kode itu salah kirim, dan meminta Hendra untuk mengirim kode itu ke whatsapp pelaku, karena kode OTP sudah ditunggu pembeli.

“Nah, karena aku berempati maka aku membantu dengan mengirimkan kode SMS itu ke whatsapp pelaku, mas. Tapi selang beberapa menit aku mengirim kode dari SMS itu, tiba-tiba whatsappku langsung terlogout secara misterius. Dan aku tidak bisa mengabil lagi saat itu,” tutur Hendra menyambung ceritanya.

Dari kejadian itu, selama beberapa waktu, pelaku menggunakan nomor hasil retasan untuk melakukan penipuan. Nomor Hendra digunakan untuk menghubungi rekan, kolega, dan beberapa koneksinya untuk meminjam uang yang di atas namakan Hendra. Lumayan banyak kontak whatsapp itu dihubungi untuk meminjam uang. Untungnya Hendra bisa mengatasi kondisi itu dengan bantuan kawannya, yang akhirnya nomor itu ia tutup untuk whatsapp.

 

“Ya, nominalnya lumayan, mas. Berangkat dari pengalaman itu, akhirnya kini aku selalu melakukan proteksi dengan ferivikasi dua langkah untuk setiap akun sosial media, pasword, dan sebagainya.”

 

  1. Informasi Palsu (Hoaks)

Tidak hanya penipuan, penyebaran hoaks atau informasi palsu juga menjadi masalah besar. Tanpa literasi digital yang baik, masyarakat difabel bisa saja tidak mampu membedakan mana informasi yang benar dan mana yang palsu. Hoaks dapat memicu keresahan, ketakutan, atau bahkan menyebabkan kerugian finansial jika diikuti tanpa dipertimbangkan secara matang.

“Saya sendiri sering merasa beberapa teman disabilitas itu kurang teredukasi soal literasi digital dan etika digital. Hal-hal itu sering saya temukan di grup-grup whatsapp komunitas disabilitas dengan seringnya informasi hoax asal di kirim di grup. Tidak jarang juga ujaran kebencian baik berupa teks mau pun video asal diteruskan tanpa dikurasi terlebih dahulu, jadi fenomena yang masih kadang terjadi hingga kini,” tutur Rama menceritakan pengalaman pribadinya.

 

Mengapa Masyarakat Difabel Harus Memahami Literasi dan Etika Digital?

  1. Melindungi Diri dari Penipuan dan Kejahatan Digital

Salah satu ancaman terbesar di internet adalah penipuan online. Penipuan ini bisa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari email yang meminta data pribadi hingga iklan palsu yang mengiming-imingi hadiah atau uang tunai. Memahami literasi digital akan membantu difabel untuk lebih waspada dan mengenali ciri-ciri penipuan tersebut. Misalnya, mereka dapat belajar untuk tidak mudah membagikan informasi pribadi seperti nomor rekening atau alamat email di situs yang tidak terpercaya.

“edukasi tentang literasi digital dan etika digital perlu dan penting sekali dipahami pada teman-teman difabel. Sebab zaman tak bisa dipungkiri kian modern, namun penipuan juga kian modern. Sehingga dengan memahami literasi digital ini, kita setidaknya lebih paham untuk melindungi privasi, akun sosmed, dan keamanan digital kita,” ujar Hendra.

 

  1. Mengidentifikasi Berita Palsu

Internet dipenuhi dengan informasi, tetapi tidak semuanya benar. Masyarakat difabel, seperti masyarakat lainnya, perlu belajar bagaimana memverifikasi sumber informasi, sehingga mereka tidak terjebak dalam penyebaran berita palsu atau hoaks. Literasi digital mengajarkan mereka untuk lebih kritis dalam menerima informasi, misalnya dengan memeriksa apakah informasi tersebut berasal dari sumber yang kredibel atau apakah berita tersebut sudah dilaporkan oleh media lain.

Meta, seorang difabel fisik, yang menjadi dosen di UIN Sunan Kalijaga, saat dihubungi via whatsapp pada 5 Oktober 2024, menjelaskan, “Menurutku teman-teman difabel perlu melek literasi digital. Karena hari ini kita sudah berada di era yang segala sesuatunya sserba digital.”

“Nah, selain itu, etika digital bagi teman-teman difabel juga sangat penting dipahami. Agar ketika mereka membaca isu-isu atau persoalan yang sedang viral, mereka tidak langsung menghakimi, membuat kesimpulan lalu menyebarkannya begitu saja. Tanpa mencari tahu bagaimana kronologi persoalan itu bisa terjadi,” imbuh Meta.

 

  1. Menghindari Cyberbullying

Etika digital juga penting untuk menghindari dan menghadapi perilaku negatif di internet, seperti cyberbullying. Masyarakat difabel mungkin lebih sering menjadi sasaran cyberbullying karena kondisi fisik atau mental mereka. Dengan memahami etika digital, mereka dapat melaporkan perilaku ini dan tahu cara melindungi diri secara hukum. Mereka juga bisa memahami pentingnya menjaga perilaku baik di dunia maya, menghormati hak orang lain, dan tidak membalas perilaku negatif dengan hal yang sama.

  1. Menjadi masyarakat yang melek teknologi

Dengan paham literasi digital dan etika digital masyarakat difabel dapat berpartisipasi secara maksimal di era modern kini. Mulai berkerja di ruang digital, ikut berpartisipasi pada slot kerja di pemerintah sebanyak 2% dan swasta 1% karena kita menjadi SDM yang mampu mengikuti zaman, dan sebagainya.

Sofyan, difabel netra, CEO dari Yayasan Lentera Rumah Inklusif, saat dihubungi via whatsapp pada 05 Oktober 2024, menjelaskan bahwa dengan melek teknologi, memahami literasi digital, dan etika digital, tentunya hal tersebut menjadi nilai positif dan menambah peluang difabel untuk makin maksimal dalam berkontribusi di ruang digital. Meningkatkan SDM masyarakat difabel, dan tentunya menambah daya saing dan manfaat lainnya.

Di Indonesia, beberapa upaya juga telah dilakukan untuk meningkatkan literasi digital bagi difabel. Misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meluncurkan program pelatihan literasi digital yang mencakup kelompok difabel. Selain itu, ada juga organisasi nonpemerintah yang fokus pada pemberdayaan difabel melalui teknologi, seperti Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia), yang secara aktif mengadakan program literasi digital bagi anggotanya.

Mulai Rama, Meta, Hendra, dan Sofyan mereka menekankan pentingnya masyarakat difabel agar teredukasi dengan literasi digital, etika digital, dan melek teknologi. Selain itu, mereka juga menunjukkan beberapa langkah yang dapat di lakukan untuk meningkatkan wawasan literasi digital dan etika digital bagi masyarakat difabel dengan:

“Mengadakan sosialisasi dan edukasi buat teman teman difabel agar mereka semakin sadar kalau melek  literasi digital dan tahu etika digital itu sangat penting,” tutur Meta.

“Tentu Bergabung dengan komunitas yang positif dan mendukung bisa membantu disabilitas mendapatkan informasi yang lebih baik tentang dunia digital. Komunitas ini bisa memberikan dukungan, baik secara teknis maupun emosional, dan membantu disabilitas untuk merasa lebih percaya diri dalam menjelajahi internet,” Imbuh Rama.[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor      : Ajiwan

 

Referensi

American Psychological Association. ” Understanding and mapping digital literacy for students with disability.” Diakses dari https://psycnet.apa.org/record/2021-36872-

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content