Views: 6
Solidernews.com – Tidak pelak adanya media sosial secara masif mengubah tatanan masyarakat Indonesia. Baik etika, moral, kebudayaan, dan hubungan sosial masyarakat terus berkembang menyesuaikan pada era sosial digital. Gaya hidup, fashion, dan bahasa slang menjamur di seluruh platform start up. Gaya hidup baru ini, jelas tidak bisa di hindari termasuk oleh para difabel. Bahkan, kemudahan akses internet, semakin menginternalisasi berbagai produk tadi.
Bagi para kaum liberalis, hidup yang buta informasi, kaku, pasif, dan jumud (gitu-gitu aja,” tidak mau menyelaraskan diri pada perkembangan yang ada, maka itu bagai musibah yang beruntun. Persoalan yang penting di era kekinian adalah mudahnya informasi yang banyaknya tidak terhitung, terkadang tidak menjamin kematangan sebuah informasi. Di media sosial, informasi yang di sampaikan pendek-pendek, memang memberikan keuntungan dengan informasi yang to the point. Namun, apakah itu informasi yang terjamin? Valid datanya? Dan murni memberi informasi? Di sinilah peran akal dan nalar yang matang di buktikan.
Singkat tentang Media Sosial
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein menjabarkan pengertian media sosial yaitu sebagai “kelompok aplikasi berbasis internet yang terbangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content.”
Dalam artikel yang berjudul “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia,” Anang Sugeng Cahyono menjelaskan Media sosial dapat di pahami sebagai media online, yang penggunanya bisa dengan mudah berbagi, berkolaborasi, berpartisipasi, dan saling memberikan tanggapan. Media ini bergerak pada ruang virtual. Bisa di contohkan seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan tik-tok. Beberapa hal tersebut, menjadi peramban yang lumrah di skala internasional.
Pendapat lain mengatakan, bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif secara virtual tanpa terbatas ruang dan waktu.
Dampak Negatif dari Media Sosial
Melihat fakta dan hubungan media sosial yang ada, hal yang perlu di cermati mengenai fenomena ini adalah dampak/pengaruh yang kian kesini semakin tampak sisi negatifnya. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) pengaruh sendiri berarti daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang ataupun benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Hal demikianlah, yang perlu menjadi kajian kritis, tidak hanya pengaruh yang positif, melainkan pengaruh yang menyebapkan lemahnya daya usaha dan upaya untuk berkerja lebih giat, terganggu karena terpapar oleh media sosial.
Dari sekian banyak penyakit yang ada, salah satu racun yang ada di media sosial adalah model “trending”. Trend pada tiap-tiap medsos memiliki peluang besar yang berdampak pada psikologis pengguna media tersebut. Ada account model yang berpenampilan super tajir, followers-nya banyak, memposting style pakaian yang muahal harganya, dan harga pernak-pernik yang terkadang itu seharga bulanan gaji seorang ASN, Memunculkan reaksi yang tidak hanya positif. Aspek negatif muncul bagi kalangan masyarakat yang tidak bisa membedakan kemanfaatan untuk dirinya dan logis-nya ekonomi untuk mengikuti trending dari si model tajir itu. Tentu hal ini perlu diwaspadai para difabel muda yang terjun di sosial digital.
Lagi, soal sumber penyakit yang timbul akibat media ini, adalah fenomena viral. Konyolnya para pengguna itu cenderung mengikuti “viral” agar tidak di katakan sebagai personal yang gaptek—menjadi masalah mental serius. Bisa dikatakan bahwasanya hadirnya media sosial seperti Instagram, Tik Tok, dan platform lainnya, semula hadir sebagai aplikasi komunikasi dan hiburan. Namun nyatanya kini media itu sudah seperti alat untuk brain wash otak manusia. Yang mana itu sangat berpengaruh pada perilaku individu, tidak terkecuali difabel itu sendiri.
Kecanduan Medsos
Secara tidak sadar, konten yang ada sering mengubah perilaku kita. Yang semula hanya bermain sebentar, misalkan 10 menit terkadang bertambah durasinya menjadi berjam-jam secara tidak sadar. Konten yang di sajikan itulah menjadi permulaan yang mengganggu psikologi.
Belum lagi bila itu adalah difabel. Mereka yang cenderung memiliki masalah sosial bermasyarakat, mengalami diskriminasi sosial, dan masalah minder, tentunya sangat riskan untuk kecanduan media sosial ini. Maka dari itu, kewaspadaan dan filter informasi penting adanya disadari bagi orang tua yang memiliki anak difabel dan difabel dewasa itu sendiri.
Mengurangi interaksi sosial
Bila mana individu sudah terbiasa mengonsumsi media sosial secara berlebihan, hal tersebut tentunya akan menimbulkan rasa malas untuk bertemu orang di luar, karena mereka berpikir semua sudah bisa dikomunikasikan secara online. Sehingga tidak jarang pertemuan silaturahmi di anggap merepotkan.
Nah, ini akan rancu lagi bila difabel terpapar media sosial secara extrem. Mereka yang kadang susah mengadakan bergaul dengan masyarakat, tentunya adanya media sosial ini juga makin berperan soal difabel yang kurang bisa bersosialisasi secara maksimal di masyarakat.
“Aku udah jarang ngobrol di pos ronda, mas. Malas rasanya. Disana aku cuman disuruh duduk dan absen wajah. Setelah ada HP dan punya Whats App, aku lebih memilih keadaan ronda lewat komunikasi grup Whatsapp,” Ujar Hil (nama samaran) seorang difabel fisik yang menceritakan keadaanya sewaktu menggunakan media sosial.
Mempengaruhi kejiwaan
Sudah disebutkan di atas, bila berbagai konten yang disajikan akan memengaruhi kondisi manusia. Hal yang dianggap keren, modis, dan gaya hidup yang ideal terus membanjiri beranda sosial media kita. Secara tidak langsung, akan membuat kita menjadi berandai-andai, tidak mensyukuri nikmat yang ada, dan membanding-bandingkan kehidupan real kita, dengan kehidupan di media sosial.
Ada orang yang selalu memposting kebahagiaan, kekayaan, dan ataupun pencapaian yang sekarang banyak di bumbui (dapat tercapai secara instan) menjadi penyakit yang fatal. Sebab akhirnya tidak sedikit orang terpacu untuk sukses secara instan. Entah melalui investasi ndak jelas, treding saham, dan judi online agar cepat kaya. Padahal sesuatu yang hadirnya instan, sudah barang tentu hancurnya akan instan pula.
Tentu kondisi di atas merupakan keadaan hidup yang tidak baik. Apalagi bila itu adalah difabel yang malah membandingkan kondisinya yang memiliki banyak hambatan. Ia cenderung akan berandai-andai, mengeluh, dan akhirnya tidak jarang membuat dirinya malah terpuruk.
Menghadapi Arus Konten Media Sosial
Cerdas Memilah Konten
Tidak semua yang disajikan oleh media sosial itu merupakan fakta yang aktual. Orang yang memposting foto, video, dan tulisan itu belum tentu seperti itu yang terjadi. Dunia media sosial penuh tipu-tipu, ke-pura-puraan, selalu menampilkan hal yang dipandang orang lain itu baik, dan seterusnya. Karena tidak ada orang yang akan memposting hal buruk, kesusahan, dan kesialan yang sedang dihadapinya.
Hargai Kemerdekaan yang Kita Miliki
Terkendala pada semua harus mengikuti trend dan viral dari sosial media, menyebapkan stres berkepanjangan. Ingin gaya elit, namun ekonomi sulit. Sadari kita punya kemerdekaan yang dianugerahkan Allah Swt, untuk bisa memilih apapun yang kita mau. Hal ini tinggal bagaimana kita memandang trend dan viral yang ada. Konten tersebut tidak memiliki kendali pada diri kita. Harusnya kitalah yang memiliki kendali terhadap konten yang ingin dikonsumsi. Karena itu sangat memengaruhi langkah kedepannya dalam mengakses media sosial. Maka bijaklah!
Pelajari, Amati/analisis, dan Bertindak Matang
Jika ada trend dan viral baru, maka kendalikan diri. Berikan nalar kita untuk memproses dahulu (pelajari), informasi yang di dapatkan. Apakah perlu atau tidak, hal tersebut di contoh dan di jadikan perilaku. Kemudian setelah di pelajari, amati dan teliti lagi, informasi yang sudah di seleksi. Bandingkan dengan informasi lain, ajukan dengan anti tesis lain secara matang (amati/analisis). Mana yang lebih bermanfaat untuk kehidupan. Terakhir, jalanilah keyakinan yang sudah di hasilkan (bertindak matang).[]
Reporter: Wachid Hamdan
Editor : Ajiwan