Views: 14
Solidernews.com – Kesenian telah lama dikenal sebagai media ekspresi yang universal dan inklusif, mampu melampaui batasan fisik dan mental. Bagi seorang difabel, berkesenian bukan hanya tentang menciptakan karya, tetapi juga menjadi sarana untuk meraih kesejahteraan, meningkatkan nilai pribadi, dan memperkuat posisi dalam masyarakat.
Seni memberikan ruang bagi individu difabel untuk mengekspresikan perasaan, pengalaman, dan pandangan mereka. Hambatan fisik atau mental sering kali membuat individu difabel sulit mengungkapkan diri melalui cara-cara konvensional. Melalui seni, mereka dapat menciptakan karya yang merefleksikan jati diri dan perasaan terdalam mereka. Ini tidak hanya memberikan rasa puas tetapi juga membantu mengurangi tekanan emosional dan meningkatkan kesejahteraan mental.
Dilansir dari Solidernews.com pada 23 Agustus 2024, Nining W., dalam artikel “Dampak Positif Terapi Seni bagi Individu dengan Autisme,” menjelaskan bahwa manfaat seni sangat dirasakan oleh individua autisme. Ia menjelaskan bahwa terapi seni adalah alat yang efektif untuk membantu individu dengan autisme dalam mengakses dan mengekspresikan emosi mereka. Sebaliknya, kelas seni berfokus pada pengajaran cara mencapai hasil atau tujuan artistik tertentu, seperti teknik melukis atau menggambar. Meskipun kelas seni dapat bermanfaat bagi orang dengan autisme karena membantu mereka mengembangkan keterampilan kreatif dan memberikan media untuk ekspresi diri, kelas seni tidak dapat menggantikan fungsi terapi seni. Bagi anak-anak dan orang dewasa dengan autisme, terapi seni dapat menjadi metode yang sangat baik untuk mengekspresikan emosi mereka.
“Saya merasa dengan membuat karya seni, semua pesan yang ingin saya sampaikan dapat tersampaikan kepada masyarakat dengan cara yang menghadirkan kepuasan batin, Mas. Terutama saat saya melakukan pementasan teater yang mengangkat isu difabel. Wah, itu bisa menjadi ajang protes dan aktualisasi diri di tengah-tengah masyarakat,” jelas Yuda, seorang seniman teater difabel netra, pada wawancara 15 Juli 2024.
“Dengan seni musik karawitan yang saya tekuni ini, saya merasa dapat menemukan jati diri saya, Mas. Dapat menunjukkan kemampuan di depan khalayak umum tentang potensi tunanetra, berbagi ilmu dengan orang sekitar saya, dan lainnya, menjadi kepuasan saya saat menekuni dunia seni karawitan,” jelas Rasino, seorang difabel netra yang menjadi guru seni karawitan di salah satu SMK di Solo, pada wawancara 15 Agustus 2024.
Pengakuan dan Peningkatan Nilai Pribadi
Berkesenian juga memberikan peluang bagi individu difabel untuk mendapatkan pengakuan sosial. Karya seni yang dihasilkan sering kali dihargai berdasarkan kualitas dan emosi yang terpancar darinya, tanpa memandang siapa yang membuatnya. Dengan demikian, individu difabel dapat merasakan pengakuan atas keterampilan dan bakat mereka, yang pada gilirannya meningkatkan rasa percaya diri dan nilai pribadi.
Pengakuan ini bisa datang dari berbagai pihak, termasuk keluarga, teman, dan masyarakat luas. Ketika karya seni mereka dihargai atau dipamerkan, seniman difabel merasa diakui dan dihormati, yang dapat mendorong mereka untuk terus berkarya dan berkembang. Hal ini juga dapat membuka pintu bagi mereka untuk lebih terlibat dalam komunitas seni yang lebih luas, baik lokal maupun internasional.
“Saya sendiri merasa kagum dengan karya seni dari kawan-kawan difabel yang saat ini ikut dalam pameran seni Artjog 2024, Mas. Perpaduan ceritanya, guratan seninya, serta unsur estetika yang disajikan ternyata mampu bersaing dengan karya seniman lainnya,” ujar Prima, staf pendukung Artjog, pada wawancara 5 Juli 2024.
“Saya sangat terharu, Mas. Manakala pementasan teater braille yang dilaksanakan di TBY Yogyakarta dengan tema ‘Aku Ada Karena Cinta,’ banyak mendapat apresiasi. Apalagi banyak yang memberikan selamat dan ungkapan terima kasih atas pementasan yang baik malam itu,” ujar Yudha.
Kesenian sebagai Peluang Karier dan peningkatan Kesejahteraan
Selain sebagai sarana ekspresi dan pengakuan, seni juga menawarkan peluang karier yang signifikan bagi difabel. Dengan kemajuan teknologi dan akses yang semakin mudah ke platform digital, seniman difabel dapat memasarkan karya mereka ke audiens yang lebih luas. Keterampilan dalam seni rupa, musik, teater, dan media digital dapat menjadi sumber penghasilan yang berkelanjutan.
Seperti halnya para seniman yang diwawancarai oleh Solidernews.com, mulai dari Arif Prasetyo sebagai musisi, sutradara film, dan pegiat isu disabilitas; Yudha Wira Jaya sebagai mahasiswa ISI, seniman teater, penyair, dan salah satu petinggi di komunitas Teater Braille; Irwan Dwi Kustanto sebagai penyair dan pegiat seni dunia kopi; hingga Rasino, seorang seniman karawitan yang juga guru di SMK di Solo. Pada intinya, mereka menyatakan bahwa menggeluti seni dengan berbagai dinamika di dalamnya dapat dilakukan oleh difabel dengan baik, termasuk berkecimpung di seni profesional yang berlandaskan pada pakem-pakem seni yang ada.
“Dengan mempelajari karya seni, saya dapat menunjukkan bahwa difabel netra dapat membuat film, Mas. Selain itu, Saya juga bersama rekan band Puser Bumi berhasil memenangkan kompetisi panggung talenta 2024 di kancah nasional yang diadakan oleh Perkumpulan Lions Indonesia, dan sebagainya. Tentu dengan karya-karya tersebut, poin peningkatan ekonomi juga membaik,” tutur Arif pada wawancara 12 Juli 2024.
“Saya tidak menyangka kalau pada akhirnya bisa menjadi seorang pengajar teater di beberapa SLB di Yogyakarta, Mas. Namun, intinya dengan dunia seni saya ternyata dapat memenuhi aspek ekonomi. Dan itu awal yang bagus,” tutur Yudha.
“Saya juga bersyukur dengan seni karawitan yang saya geluti, Mas. Dengan keahlian tersebut saya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga saya. Menjadi guru di SMK dan beberapa aktivitas lainnya ternyata memberikan pemasukan yang lumayan,” ujar Rasino.
“Dengan hasil penjualan buku puisi saya, bahkan saya dapat berbagi manfaat dengan membuat kelas barista untuk difabel netra kategori low vision, Mas. Jadi seni menulis, seni kopi, dan musikalisasi puisi jika ditekuni dapat pula meningkatkan taraf ekonomi individu tersebut,” tutur Irwan pada 20 Juni 2024.[]
Reporter: Wachid Hamdan
Editor : Ajiwan