Views: 23
Solidernews.com – Akhir tahun 2024 ini membawa saya pada sebuah perjalanan ke daerah Sumatera yaitu Kota Bengkulu, tempat yang terkenal dengan bunga raflesia arnoldy nya yang langka. Berangkat pada tanggal 3 Desember 2024 bersama dengan 2 teman lainya yaitu Rahmat Fahri Naim sebagai Progfam Offiser GOOD yang menjadi koordinator Organisasi Difabel Mitra Program GOOD Region Barat dan Tio Tegar sebagai narasumber yang akan hadir pada acara yang dilaksanakan di Bengkulu bersama dengan teman-teman mitra PMMI Bengkulu. Pada kesempatan ini Tio akan menjadi narasumber yang menceritakan pengalamannya mengenai pendidikan inklusif di Indonesia dan di luar negeri saat menempuh pendidikan kuliah S1 Hukum Universitas Gadjah Mada dan saat menempuh program S2 di Leeds University jurusan International Human Rights Law. Apa yang akan ia sampaikan diharapkan dapat menjadi pemicu semangat bagi teman difabel ataupun orangtua dengan anak difabel agar lebih percaya diri di dunia pendidikan.
Setelah 4 jam kami sampai di bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, kami langsung bergegas menuju penginapan yang tidak jauh dari Banceloon Mall tempat kegiatan kami akan berlangsung besoknya. Malamnya kami diundang oleh teman-teman PMMI Bengkulu yang ternyata sedang melaksanakan acara di Banceloon Mall yaitu belajar bahasa isyarat bersama dengan para pengunjung di mall, acara di bimbing oleh teman-teman dari Juru Bahasa Isyarat di Bengkulu. Para pengunjung ternyata sangat antusias dan ingin mencoba berkomunikasi menggunakan Bahasa Isyarat dimulai dari memperkenalkan diri dan mengeja nama. Kegiatan ini berakhir pada pukul 21:00 WIB ditutup dengan bahasa isyarat kepada para pengunjung. Setelah itu, kegiatan kami berlanjut ngobrol santai dengan teman-teman PMMI Bengkulu terkait proses pendekatan mereka dengan instansi pemerintahan di Bengkulu terkait akomodasi yang layak bagi difabel.
Ternyata perjuangan yang telah mereka lakukan dalam berdialog dengan pemerintah sudah cukup lama dan berat rintangannya. Salah satu penyebabnya adalah ketidakstabilan situasi di pemerintahan Bengkulu itu sendiri, dimulai dari seringnya berganti orang dalam suatu jabatan di pemerintahan Bengkulu menyebabkan komunikasi yang sudah dibangun menjadi hilang dan harus dimulai dari awal lagi dengan orang baru yang menjabat. Komunikasi yang sempat terputus dan harus mengulang lagi inilah yang akhirnya menjadi kekhawatiran teman-teman organisasi difabel PMMI Bengkulu dalam melihat rencana kedepan. Mereka berharap pemerintahan disana tidak menjadikan persaingan politik ini terus membesar dan menghambat jaringan komunikasi untuk menyuarakan akomodasi yang layak bagi mereka baik di Instansi pemerintahan, lingkungan sosial dan berbagai fasilitas umum lainya. Obrolan akhirnya kami akhiri karena besoknya kami harus menjalani kegiatan lagi di mall dengan narasumber Tio Tegar, Silmi dari Dinas Pendidikan dan Ilona Hazli dari aktivis difabel di Bengkulu yang juga seorang difabel fisik.
Pada tanggal 4 Desember 2024, hari Rabu pukul 13.00 acara dimulai dan dibuka oleh teman-teman PMMI Bengkulu sembari memperkenalkan para narasumber yang akan hadir didepan para pengunjung, dengan 3 narasumber salah satunya adalah Tio Tegar sebagai seorang difabel yang mengenyam dunia pendidikan sampai dengan S2 di University of Leeds di UK. Proses sharing dan tanya jawab berjalan dengan baik, Tio menyampaikan bahwa kepercayaan diri difabel dalam dunia pendidikan harus dimulai dari dasar yang artinya seorang anak difabel harus disupport sejak kecil untuk percaya diri dan yakin bahwa mereka memiliki hak yang sama dalam belajar, Tio juga menyampaikan bahwa semangat teman-teman difabel harus didukung penuh oleh pemerintahan di daerah tersebut terutama di dinas pendidikan, karena dinas pendidikan sebagai pintu dalam pemerintahan untuk difabel mendapatkan akomodasi yang layak di lingkungan sekolah dan universitas sehingga tidak ada lagi teman difabel yang mendapatkan perundungan, diskriminasi bahkan penolakan saat ingin bersekolah di sekolah yang sama dengan nondifabel. Dalam hal ini, bagi Tio jika difabel bersekolah di sekolah khusus belum tentu ada tempat kerja khusus bagi difabel. hal itu artinya mereka tetap harus bertanding di dunia kerja dengan teman non difabel. hal ini pula semakin memperkuat bahwa peran dinas pendidikan untuk mengakomodasi hak yang sama bagi masyarakat difabel.
Namun selama acara berlangsung saya masih mendengar beberapa ungkapan atau stigma yang tidak baik bagi teman difabel yang mengatakan bahwa “untuk apa saya mendengarkan orang yang indranya kurang sempurna dibandingkan saya”, yang seharusnya ungkapan ini tidak keluar dari mereka yang sedang diharapkan menjadi garda terdepan memperjuangkan hak difabel dalam dunia pendidikan. Nampaknya, perjuangan teman difabel di Bengkulu memang harus terus didampingi, mengingat kondisi di daerah tersebut masih belum Inklusif bahkan sampai di pemerintahanya, jika tidak maka teman difabel akan semakin kesulitan dalam berkembang dan hidup sejahtera.
Akhirnya acara kami pun selesai walaupun di tengah diskusi salah satu narasumber pergi, namun acara tetap berlangsung kondusif dan para pengunjung merasa termotivasi untuk terus memperjuangkan pendidikan anak-anak mereka ataupun mereka sendiri memperjuangkan hak pendidikanya. Saat kami pulang timbul pertanyaan dalam hati saya bahwa “kenapa stigma difabel selalu mengarah kepada kekurangan, padahal teman difabel selalu menunjukkan kemampuan mereka dalam berbagai bidang yang belum tentu teman nondifabel pun mampu. Tidakkah mereka memiliki hak yang sama untuk dipandang setara dan kita juga tidak memiliki hak untuk membedakan semua ciptaan Tuhan? semoga pertanyaan ini akan segera berakhir dengan semakin inklusifnya Indonesia baik di perkotaan ataupun desa-desa terpencil yang jauh dari kota.[]
Penulis : Phasha
Editor : Ajiwan