Views: 29
Solidernews.com – Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas yang ramah dan aksesibel. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pasal 27 ayat (1) menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi terkait pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak masyarakat difabel.
Dalam hal fasilitas umum, termasuk bangunan umum, pertamanan, pemakaman umum, jalanan, dan angkutan harus memperhatikan aksesibilitas yang memenuhi kaidah dan prinsip kemudahan, keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan kemandirian bagi difabel. Semua ini bertujuan untuk mewujudkan kesamaan kesempatan bagi difabel.
Bagi sebagian besar orang, bertemu teman, mengunjungi tempat favorit, pergi ke tempat-tempat umum adalah hal biasa dan mudah dilakukan. Namun bagi difabel, merencanakan untuk keluar rumah, dan berkegiatan diluar memerlukan perencanaan yang lebih hati-hati.
Jenis kegiatan outdoor harus dipikirkan matang-matang oleh difabel karena mereka memiliki hambatan akses. Padahal, difabel juga memiliki hak untuk ikut menikmati hasil pembangunan seperti mengunjungi fasilitas umum.
Lily Durkin dari Enabled Youth Disability Network di Australia menyampaikan, ketika dirinya pergi ke suatu tempat, itu selalu menjadi pengalaman menegangkan karena tantangan aksesibilitas.
“Saya mau keluar rumah untuk ke sebuah tempat, ada rasa yang bisa membuat stres. Saya tidak tahu apakah meja kursinya akses atau tidak, apakah pelayan kasir bisa melihat saya atau tidak, karena perawakan saya tidak tinggi,” ungkap ia.
Shane Hryhorec, pejuang hak difabel di Australia Selatan juga mengakui sering menghadapi diskriminasi saat berpergian. Menurutnya banyak difabel pada akhirnya menyerah dan enggan keluar rumah.
Aplikasi Pavely untuk mencari tempat-tempat yang aksesibilitas di Australia Selatan
Bagi difabel, dengan tidak adanya akses di tempat-tempat umum dapat menjadi sumber stres, kecemasan dan isolasi diri. Mereka bisa menghabiskan banyak waktu hanya untuk mencari di Google dan berusaha menemukan tempat yang akses.
Aplikasi digital ‘Pavely’ telah dirancang di Australia Selatan untuk memungkinkan pengguna memeriksa aksesibilitas dari suatu tempat sebelum mereka mengujunginya, termasuk toko dan restauran.
Kate Meade, pendiri Pavely mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bila manusia tidak keluar rumah kesehatan mental pun akan dapat terganggu.
“Jika kita memiliki anak difabel atau kita sendiri seorang difabel, informasi ini sangat penting. Kami berharap Pavely dapat mengubah sikap masyarakat terhadap difabel,” ungkapnya.
Pavely diciptakan oleh Departemen Layanan Manusia negara bagian dan starup Moonshine Lab, memungkinkan pengguna untuk menemukan, menilai, dan memberi peringkat aksesibilitas bisnis. Aplikasi ini adalah langkah positif dalam memerangi isolasi dan kesulitan akses yang sering dialami oleh difabel.
Nat Cook, Menteri Layanan Masyarakat Australia Selatan, mengatakan, lebih dari dua ribu orang sudah mengunduh aplikasi Pavely. Mereka menggunakan secara rutin untuk melihat ketersediaan dan aksesibilitas di tempat umum.
Accessive.id Aplikasi pencarian tempat yang ramah bagi difabel di Yogyakarta
Muhammad Faqih Husaen, mahasiswa Ilmu Komputer FMIPA UGM angkatan 2019 bersama Bima Indra Permana (Magister Manajemen UGM) dan Gaksa Gantara (alumnus SV UGM) sejak 2020 merancang ‘Accessive.id’ aplikasi yang mampu mempermudah difabel mencari tempat-tempat yang aksesibel.
Meski masih dalam tahap beta testing, aplikasi Accessive.id sudah bisa diakses gratis melalui playstore, dengan fitur utama pencarian tempat, detail aksesibilitas tempat, ulasan dan open collaborative platform yang dapat membantu difabel, ibu hamil, lansia, dan orang sakit.
“Aplikasi ini dikembangkan untuk memfasilitasi mobilitas difabel agar bisa merencanakan tempat yang dikunjungi dengan lebih mudah. Tidak adanya fasilitas dan akses bagi difabel jadi membatasi saat beraktivitas, ” ujar Faqih, difabel fisik akibat DMD.
Fitur pencarian tempat pada aplikasi Accessive.id memudahkan pengguna menerusuri tempat melalui maps maupun list. Fitur detail aksesibilitas memudahkan melihat informasi yang tersedia di suatu tempat, seperti ramp, deskripsi audio, dan lainnya.
Sedangkan fitur ulasan menyediakan tempat bagi pengguna untuk berbagi pengalaman dari tempat-tempat yang dikunjungi, dan pada fitur open collaborative platform, pengguna dapat membantu menambahkan informasi layanan aksesibilitas yang dimiliki suatu tempat.
Data aplikasi Accessive.id masih di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seperti kampus, tempat makan, hotel, stasiun, dan tempat ibadah. Aplikasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap difabel, dengan menyediakan aksesibilitas.
Accessive.id berhasil mewakili Indonesia berkompetisi di ajang ‘International Intellectual Property’ atau IPITEX di Bangkok, Thailand pada 1-7 Februari 2023.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief