Views: 10
solidernews.com – Ester Asianita Damanik, konselor dan guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA N 21 Jakarta dalam sesi Talkshow “Mendengar Jiwa” yang diselenggarakan oleh organisasi Menjadi Manusia bekerja sama dengan Yayasan BUMN di Pos Bloc, Jakarta, Jumat (12/10) mengatakan bahwa banyak orangtua yang tidak bisa memahami perasaan anak sehingga keinginannya tidak tercapai, keinginan itu terkait kebutuhan psikis, sedangkan anak sendiri ketika memiliki masalah, guru dan orangtua tidak tahu apakah dia bisa menyesuaikan diri. Biasanya mereka akan mendekati guru untuk mengemukakan masalahnya dan masalah keluarga.
Sedangkan orangtua kadang memiliki ekspektasi yang tinggi terkait fasilitas pendidikan yang mereka berikan kepada anak.
Ester sendiri memiliki kemampuan bagaimana mendeteksi siswa jika ada gangguan. Ia awalnya masuk kelas, lantas melakukan asesmen pada siswa dan melihat apa yang dibutuhkan lewat pertanyaan dan dilihat lagi mereka yang memiliki kecenderungan.
Menjawab pertanyaan tentang guru BK, 10-20 tahun lalu guru BK menakutkan, namun sekarang menyenangkan karena bisa jadi sahabat. Sebab mereka berlatih agar semua siswa dalam kondisi terbaik. Suatu keterbukaan jika bisa melihat keadaan siswa yang bisa tertangani atau terpegang sebab itu menunjukkan setengah pekerjaan psikolog tertangani.
Lantas bagaimana peran guru BK di sekolah, hubungannya dengan deteksi dini terhadap gangguan mental? Menurut salah seorang narasumber dari Dinas Kesehatan DKI, terkait stres, pastinya tidak bisa membedakan bahwa stress arah ke gangguan mental. Sebabnya, pertama adalah intensitas, kalau sumber stree hilang maka gejala hilang. Kedua, perubahan perilaku. Ketiga memengaruhi ranah penting yakni sekolah, kuliah atau terkendala dengan relasi sosial, prestasi akademik menurun. sudah mulai bicara tentang bunuh diri, dan menyakiti diri sendiri.
Sedangkan Adam A. Abednego, co-founder organisasi Menjadi Manusia menjelaskan perihal tantangan-tantangan terkait gangguan mental saat ini. Beberapa diantaranya adalah stigma, Kedua Ketika intensitas informasi yang didapat saat ini terkait kesehatan mental sangat banyak karena awareness mulai tinggi lantas mudah melakukan self diagnosa. Sementara yang ketiga, terkait Kesehatan mental bisa berproduksi sehari hari. Keempat terkait aksesibilitas psikolog dan psikiater terpusat hanya di jakarta sedangkan aksesnya di daerah sangat kurang padahal kadang harus berkali-kali sesi.
Maka kemudian banyak orang ketika ada helatan “Mendengar Jiwa, senang, kemudian dicari dulu terkait kebutuhan remaja saat ini untuk kemudian dapat mengedukasi. Tak hanya itu, guru juga harus diberi pengetahuan tentang bagaimana menghadapi permasalahan remaja juga orangtuanya. Mereka diberi pengertian bahwa datang ke psikolog itu tidak menakutkan.
Sesi Tanya Jawab yang Menarik
Sarah, salah seorang peserta yang sudah bekerja,dan punya seorang adik yang masih sekolah gelisah tentang orangtua yang kurang paham tentang kesehatan mental. Katanya kalau kesehatan mental rusak itu ya ODGJ. Adiknya mengalami gangguan mental dan ia menberi tahu orangtuanya bagaimana jika gaya berkomunikasinya lebih bagus. Adik Sara mengalami cuti sekolah dua kali dan ikut homescholling. Yang jadi pertanyaannya adalah bagaimana memberi pemahaman kepada sang adik dan bagaimana rumah menjadi tempat aman bagi adiknya.
Jawabannya adalah mengedukasi orangtua tidak mudah karena sudah ada pola mikir yang sudah terbentuk. Salah satu yang bisa dilakukan adalah punya report/record yang diisi untuk anak. Juga harus ada pemeriksaan pikologis si adik. Cara kedua adalah mengajak orangtua untuk dibawa ke psikolog langsung.
Adam A. Abednego menjelaskan. terkait etika dan norma dalam bermedia sosial. Menurutnya guru harus keep-up dengan informasi yang tersedia. Guru tidak hanya mengajar memberi edukasi tapi membantu mengayomi ketika ada informasi si anak remaja dan punya hal-hal yang berbeda maka dicari dulu apa sih yang mereka pahami. bagaimana sih cara berpikir kita. Maka dengan memahami akan jadi langkah awal remaja untuk diterima sebagai diri mereka sendiri. “oh dalam bersosialisasi kamu boleh lho….tapi kamu bisa menghargai opini orang lain” .[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan