Views: 12
Solidernews.com – Senin, 9 September 2024 kami Tim Program GOOD (Gerakan Optimalisasi Organisasi Difabel) mengawali perjalanan mentoring offline kami menuju Provinsi Aceh atau sering disebut ujung barat Nusantara. Kegiatan mentoring offline ini beranggotakan 3 orang dari Sigab Indonesia, Syamsudin selaku Manager Keuangan, Fahri Program Officer dan Phasha Media communication yang nantinya akan mendampingi mitra program GOOD IPDP Aceh (Ikatan Persaudaraan Disabilitas Pidie) tepatnya di daerah Pidie yang berlokasi 4 jam dari ibukota Banda Aceh.
Setelah 4 jam perjalanan melalui udara, tibalah tim GOOD di Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang sedang ramai karena bertepatan dengan datangnya para atlet PON (Pekan Olahraga Nasional) dari berbagai daerah sehingga menyulitkan kami dalam mencari kendaraan terutama ke daerah Pidie yang letaknya jauh dari pusat kota. Selama empat jam perjalanan dengan kendaraan dan melewati perbukitan kecil disana menjadi tantangan tersendiri yang beruntungnya Fahri berkordinasi dengan salah satu Lembaga di daerah Pidie juga yaitu PASKA Aceh (Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh) mau menjemput dan mengantarkan kami ke penginapan.
Dengan menempuh perjalanan darat selama 4 jam akhirnya kami tiba di kota Pidie dengan ciri khasnya yaitu monument ninjao (isian tanaman mlinjo) dan juga transportasi khasnya bentor roda 3 menjadikan kesan klasik hangat tersendiri bagi pendatang seperti kami. Malam pertama kami di Pidie ditemani oleh teman-teman IPDP Aceh yaitu Sulaiman dan Yusriadi sembari menceritakan bagaimana proses teman-teman IPDP Aceh dalam melakukan edukasi terhadap masyarakat terkait aksesibilitas di lingkungan dan kantor pemerintahan, salah satu hal yang menarik adalah saat teman-teman IPDP Aceh mengunjungi kantor dinas pemerintahan yang ternyata belum mendapatkan edukasi terkait tata letak ruang yang inklusif sehingga disaat teman-teman difabel ingin meminta cap dan tanda tangan, letak ruang sekretaris dan kepala dinas tersebut ada di lantai 2 sedangkan ada banyak teman difabel yang tidak bisa mengakses tangga secara mandiri sampai harus di gendong untuk naik turun. Melihat fakta tersebut, selang dua hari setelahnya tata letak ruang dipindah di lantai 1 bagi yang berhubungan dengan masyarakat secara langsung dan teman-teman difabel diajak berdiskusi terkait aksesibilitas di ruang pelayanan masyarakat.
Selasa, 10 September 2024 hari mentoring pertama kami dimulai, dengan dijemput oleh teman-teman IPDP Aceh menggunakan kendaraan roda 3 menyusuri jalan kota selama 15 menit akhirnya kami sampai di sekretariat IPDP Aceh dan disambut oleh teman-teman disana, dengan ruangan yang sudah tertata, beberapa banner struktur organisasi dan rencana kegiatan yang sudah di buat untuk mereka laksanakan setelah mentoring offline terpampang jelas di tembok sekretariat menambah kesan bahwa keseriusan mereka dalam berjuang itu nyata.
Mentoring dimulai dengan bincang santai terkait apa saja yang sudah didapat oleh teman-teman IPDP Aceh setelah mengikuti serangkaian acara pelatihan yang diadakan Program GOOD, Sulaiman selaku Ketua IPDP Aceh menyampaikan terimakasih dan sangat bermakna yang membuatnya dan teman-teman yang lain mulai berani bersuara, baik di lingkungan tempat tinggal, kantor pemerintahan sampai dengan perkumpulan kecil warga di daerahnya masing-masing, keberanian yang paling dirasakan adalah saat mereka melakukan advokasi /edukasi kepada sanak saudara dan tetangga terkait pandanganya mengenai difabel, inklusif dengan harapan dapat menumbuhkan rasa kepedulian yang lebih tinggi dan terhindar dari bullying ataupun tindakan kekerasan pada difabel.
Fokus utama di hari pertama adalah tentang rencana tindak lanjut yang sebelumnya sudah dibuat oleh teman-teman mitra program GOOD pada pelatihan yang sudah dilaksanakan salah satunya mitra IPDP Aceh, kegiatan yang dilakukan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas teman-teman organisasi difabel agar lebih mudah dalam menjalankan advokasi ataupun pendampingan difabel di daerahnya sehingga dapat meluaskan jaringan organisasi difabel tersebut dan Impian tentang Indonesia semakin inklusif dapat terwujud.
Di hari pertama mentoring ini juga terdapat banyak cerita menarik salah satunya mengenai be atau sering disebut Bahagia Bendahara IPDP Aceh, beliau adalah aktivis di daerah Pidie yang sangat aktif dalam berbagai gerakan, yang menarik dari beliau adalah kendaraan mobil yang sering dipakai diberikan nama mobilku tongkatku LADOS (yang artinya tidak disebutkan oleh beliau namun bertujuan agar dikenali masyarakat sekitar) bertujuan untuk membantu teman-teman difabel apabila ada kendala terkait transportasi dan diberikan secara sukarela, dengan harapan itu dapat membantu proses pendampingan di masa yang akan datang, kekompakan difabel di Pidie adalah bekal untuk mengadvokasi dan edukasi agar tercipta ruang inklusif yang lebih banyak, tuturnya.
Di hari Selasa, 11 September 2024 menjadi hari terakhir kami menjalankan proses mentoring offline di organisasi difabel IPDP Aceh dengan pembahasan mengenai RAB yang di pimpin oleh Syamsudin selaku manager keuangan Sigab Indonesia, proses diskusi ini justru menjadi lebih hangat dan serius ketika teman-teman IPDP Aceh sadar memiliki potensi besar untuk melakukan advokasi pendampingan, seperti jaringan dengan organisasi masyarakat yang cukup luas, relasi dengan berbagai instansi pemerintah yang baik, dan mendapatkan pendampingan langsung oleh teman-teman PASKA Aceh sehingga perjuangan mereka dalam mewujudkan inklusifitas di daerahnya tidak dilakukan sendirian.
Yang menarik dari IPDP Aceh adalah kekompakan mereka, walaupun mereka masih terbilang baru bertumbuh, solidnya mereka dalam merumuskan suatu kegiatan ataupun kebijakan selalu mengutamakan suara Bersama, tidak ada rasa canggung baik yang tua ataupun muda saat menyampaikan aspirasinya, proses tersebut tidak lepas dari keinginan Sulaiman mengenai regenerasi dan semakin luasnya jumlah anggota IPDP Aceh untuk melakukan proses pendampingan.
Kegiatan mentoring offline akhirnya ditutup dengan penyerahan buku dari fahri untuk IPDP Aceh melalui Sulaiman selaku ketua IPDP Aceh, dari proses pelatihan ini kita dapat belajar bahwa perjuangan tidak harus dimulai dari hal besar, terkadang kesadaran diri sendiri dengan akses yang kita miliki saja bisa menjadi bibit baru untuk melakukan perjuangan yang lebih besar, kuncinya adalah keikhlasan, ketekunan, keberanian dan seperti yang dicontohkan Sulaiman yaitu Kekompakan, karna jika bukan kita sendiri yang bersatu suara lantas bagaimana mau didengar ? jika perjuangan hanya dimulai dari yang besar lantas kapan akan dilaksanakan.[]
Penulis : Lio Panji Phasha
Media GOOD
Editor : Ajiwan