Views: 102
Solidernews.com – Pemilu serentak hampir sepekan berlalu. Banyak cerita terkait pelakasaan pesta demokrasi negara ini yang beraneka ragam. Dari pengalaman lucu, menggemaskan, mengharukan, dan bahkan mengecewakan bagi sebagian orang.
Menengok akses bagi difabel dalam pemilihan umum 2024 silam, ada banyak cerita dan temuan di didalamnya. Meski penyelenggara pemilu telah mengkonsep dan mempersiapkan berbagai upaya untuk membuka akses bagi difabel, namun masih ada saja berbagai aspek yang masih jadi pekerjaan rumah bersama. Berdasarkan hasil pemantauan tiga lembaga difabel seperti Sigab Indonesia, Pusat Rehabilitasi Yakkum, dan FORMASI Disabilitas baru-baru ini misalnya. Sejumlah persoalan seperti aksesibilitas dan template braille masih menyisakan berbagai catatan.
Pemilihan umum serentak tak hanya diikuti oleh Warga Negara Indonesia yang tinggal di tanah air. Warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeripun turut menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2024. Di Amerika Serikat misalnya, Warga Negara Indonesia yang sedang berada di negara tersebut, telah melaksanakan pemilihan umum 2024 secara serentak pada tanggal 10 Februari 2024 silam.
Tommy Hari Firmanda, seorang difabel netra yang sedang menempuh pendidikan di Amerika Serikat baru-baru ini membagikan pengalamannya kepada solidernews.com saat melakukan pencoblosan pemilihan umum 2024 di Amerika Serikat. Ia memilih untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum 2024 di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Chicago.
Tommy yang sedang menempuh program PHD learning technologies di The Ohio State University, merasa penting untuk ikut serta dalam pemilihan secara langsung untuk merasakan aksesibilitas bagi difabel netra di tempat pemungutan suara (TPS) Amerika.
Pemilihan umum yang dilakukan di luar negeri dapat dilakukan dengan dua cara. Pertema, pemilih datang langsung ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Kedua, pemilih dapat melakukan pemungutan suara dengan cara mengirimkan surat suara yang sudah dikirimkan kepada pemilih sebelumnya. “karena ada faktor biaya dan jarak, maka ada opsi untuk mengirim surat suara melalui pos” ujar Tommy.
Sebelum hari pemungutan suara, pada bulan Juni 2023, warga negara Indonesia yang ada di Amerika diminta untuk mendaftar DPT dan diberikan pilihan untuk mencoblos langsung di KJRI Chicago atau mengirim surat suara lewat pos. Pada bulan Januari 2024, bagi yang melakukan pencoblosan langsung, mendapatkan surat undangan untuk melakukan pencoblosan pada tanggal 10 februari. Sedangkan yang lewat pos, mendapatkan surat suara untuk dikirim kembali ke KJRI.
Saat hari pencoblosan pada tanggal 10 Februari 2024, Tommy datang ke TPS di tengah kota Chicago dari Colombus negara bagian Ohio, dengan perjalanan darat sekitar 6-7 jam untuk pemilihan suara sekalian ingin tahu aksesibilitas TPS bagi tunanetra di sana. “Dari pintu depan, saya langsung menuju meja registrasi didampingi salah satu staf KJRI. Saya membawa paspor dan juga surat undangan pemilu, namun panitia hanya meminta suraat undangan saja. Setelah dapat nomor antrean, saya menunggu di tempat antrean. Setelah nama saya dipanggil, saya datang ke meja lain, dimana saya harus menuliskan nama dan menandatangani daftar hadir, setelah itu saya mendapatkan 2 surat suara. Yang pertama untuk pemilihan Presiden dan surat suara kedua untuk memilih DPR. Saya langsung didampingi kembali menuju ke bilik suara dan dibantu untuk dibacakan apa yang tertulis di kertas suara, termasuk area dimana saya bisa mencoblos kertas tersebut. Lalu saya diarahkan ke kotak suara untuk memasukkan kedua surat suara tersebut. Setelah selesai saya diarahkan untuk mencelupkan jari ke tinta sebagai tanda jika proses pemilihan sudah selesai. Saya langsung didampingi hingga pintu keluar” cerita Tommy.
Tommy menjelaskan bahwa untuk proses pencoblosan sama persis seperti yang ada di Indonesia. Namun Pada saat menggunakan hak pilihnya, Tommy tidak menggunakan template braille pada saat memilih calon presiden dan wakil presiden. “Seharusnya ada versi Braillenya, tapi kemarin saya dapat surat suara biasa. Sehingga saya minta staf yang mendampingi saya untuk membacakan dan menunjukkan area coblos pada kertas suara” Ujar Tommy.
Meskipun mendapat surat suara tanpa huruf Braille, Tommy tetap berhasil menyumbangkan suaranya dengan bantuan staf KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia). Prosesnya dari pendaftaran hingga pencoblosan dilakukan dengan pendampingan khusus.
“Saya didampingi salah satu staf KJRI ke meja registrasi untuk mendapatkan nomor antrean dengan membawa pasport dan surat undangan pemilu, tetapi panitia hanya meminta surat undangan saja,” jelasnya.
Meski menghadapi kendala tersebut, Tommy berharap agar pemimpin yang terpilih dapat lebih memperhatikan isu difabel.
“Para pemimpin yang dipilih harus lebih melihat isue disabilitas bukan hanya sebagai trik saja, tetapi betul-betul mau terlibat dan mempelajari isue disabilitas itu sendiri,” tambahnya.
Dengan keberaniannya untuk ikut serta dalam pemilu, Tommy Hari Firmanda memberikan contoh inspiratif bagi komunitas difabel netra di Indonesia dan di seluruh dunia.[]
Reporter: Tri Rizki Wahyu Djari
Editor : Ajiwan Arief
Tommy sedang melakukan pemilihan suara di KJRI Amerika