Views: 5
Solidernews.com, Yogyakarta. KETIKA membeli kopi dari coffee shop terkenal atau kafe-kafe yang ramah kantong, barista adalah sosok yang bertugas membuat minuman terbaik sesuai pesanan. Terdapat beragam transferable skills yang dapat dikuasai seorang barista. Sehingga, mereka dapat menggunakannya untuk bekerja dengan orang lain. Maupun ketika hendak membuka usaha sendiri.
Barista, tak hanya menjadi dominasi orang-orang yang notabene ‘sempurna’ secara fisik, mental, inteletual, dan sosialnya. Menjadi barista, dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki hambatan fisik maupun sensorik. Barista Cupable Cafe Pusat Rehabilitasi Yakkum, sebagai contoh. Para baristanya adalah orang-orang tanpa lengan, ada yang tanpa kaki, bahkan difabel psikososial pun ada di sana.
“Barista dan tuna netra. Indonesia menghasilkan lebih dari setengah juta ton biji kopi. Kalau diuangkan senilai antara Rp50 – 100 triliun. Sudah semestinya, difabel bisa berada pada lingkaran tersebut. Mendapatkan hasil dari Tuhan. Berupa biji kopi yang bisa dinikmati. Mereka juga mendapatklan income dari kopi, untuk membantu perekonomian keluarga”.
Di atas mengemuka dari Irwan Dwi Kustanto, tottaly blind pemilik atau owner Egalita Kopi. Dia meyakini bahwa difabel netra pun mungkin menjadi barista. Dia sendiri, orangnya. Irwan, demikian nama sapaannya, pernah mengikuti pelatihan barista, bersama orang-orang awas. Karenanya, mencetak barista difabel netra menjadi cita-cita yang digantungkannya sedari usianya remaja. Irwan, kini mewujudkannya. Dia membuka pelatihan barista bagi difabel netra low vison. Mereka, difabel yang masih memiliki sisa penglihatan. Masih dapat melihat ketika ada cahaya, ketika visual dalam wujud yang besar.
Cita-cita terpendam
Kepada solidernews.com, Irwan bercerita seputar cita-cita dan yang melatarbelakanginya. Ketika berlatih dengan non difabel, dia tidak pernah diberi kesempatan praktik. “Barista itu kan ilmu praktis, tidak mungkin teori saja. Bermula dari sana, aku ingin ada anak-anak muda yang bekerja di barista ini. Sebagai satu cara disabilitas untuk memasuki dunia kerja. Sehingga mereka dapat income (pendapatan) di sini. Mereka dapat berkontribusi bagi keluarga,” bapak tiga orang putri itu mengawali ceritanya.
Dari sana, Irwan memberanikan diri membuka pelatihan barista bagi low vision. Dia menjadi salah satu dari tiga instruktur. Dua instruktur lainnya Yopi dan Vregas. Keduanya non difabel.
Lanjutnya, pelatihan barista sudah dimulai sejak 5 Juni dan akan berakhir pada 27 Juli 2024. Hampir dua bulan. Satu bulan digunakan untuk berlatih teori dan praktik. Satu bulan berikutnya untuk magang, mematangkan kemampuan meracik kopi. “Aku tidak mau sekedar seduh-seduhan, nanti jadi sedih-sedihan,” kelakar Irwan usai peresmian pelatihan barista, Kamis (20/6/2024).
Irwan pun menuturkan, bagaimana dirinya mensosialisasikan rencana pelatihan barista tersebut. Selain melalui grup whatsaap, terang dia. Sosialisasi juga dilakukan melalui instagram. Tak dinyana, ternyata peminatnya cukup banyak. Peminat tak hanya dari Kota Yogyakarta. Namun juga dari Sumatera, Bali, Makasar, Magelang. Dalam kurun waktu satu minggu, sebanyak 58 orang mendaftar melalui google form.
Selanjutnya dilakukan wawancara secara online. Mahasiswa, adalah peserta yang pertama didiskualifikasi (disingkirkan). Bukan tanpa alasan. Saat pelaksanaan pelatihan adalah jadwal UAS para mahasiswa. Sementara, waktu pelatihan degelar secara tatap muka, selama dua bulan. Jadi tidak mungkin bagi mahasiswa meninggalkan tempat atau kampus selama itu. Yang paling mungkin, adalah mereka yang mencari kerja atau yang ingin menjadi barista.
Saya sendiri mewawancarai 7 (tujuh) orang, imbuhnya. Dari 58 pendaftar, terseleksi 5 (lima) orang. Mereka berasal dari Bandung, Magelang, Jakarta, serat dua peserta dari Yogjakarta. Namun, pada malam sebelum pelaksanaan pelatuhan dua peserta mengundurkan diri. Ada yang karena finansial, ada yang tidak diizinkan oleh pengasuh asrama. Tinggal tiga orang. Sigit dari Bantul Yogyakarta, Adit dari Magelang, Rido dari Jawa Barat. Tidak Jumlah yang sudah melebihi target awal, yang hanya dua peserta. Selama pelatihan, para barista diinapkan di homestay, yang berada di dekat Kopi Egalita.
Barista handal
Latihan pun dimulai. Latihan dijadwalkan pada pagi hingga malam hari. Selama latihan, tak terhitung kopi yang harus disediakan. “Saya ingin, selama di sini mereka menyeduh 100 kali lebih. Jadi kita foya-foya dalam menyediakan biji kopi. Ada 8 jenis biji kopi yang kita sediakan, robusta dan arabica. Tiap-tiap jenis, setiap peserta diberi 0,5 kilo gram untuk seduhan. Selebihnya akan disediakan lagi, menyesuaikan keperluan,” ujar penulis buku antologi puisi (angin pun berbisik) itu.
Dari sana, lanjut dia, saya berharap mereka punya jam terbang. “Para peserta betul-betul dilatih lidahnya. Pertama, lepas gula dulu, supaya peserta paham arabica dan robusta. Bagaimana karakter masing-masing kopi. Kedua, selang-seling. Pagi robusta siang arabica. Sampai mereka betul-betul bisa membedakan. Dari sisi bentuk biji kopi, bau atau aroma, baik kering saat digiling dan basah saat disiram air dan rasanya. Jadi dalam minum sudah mencicipi. Istilah dalam dunia kopi cuping,” terang Irwan.
Dalam cuping betul-betul ada dua pembeda. Empat jenis kopi arabica, demikian juga robusta. Dalam 32 kali tes, yang tertinggi salah 3 dan salah 5 yang terlemah. Jadi sudah 80 persen ke atas. Dengan demikian, mereka dinyatakan sudah bisa membedakan antara robusta dan arabica.
Tahap berikutnya, berlatih metode seduhan. Pada tahap ini, paling banyak di digemari dunia adalah seduhan kopi V60. Full over atau seduhan ala Jepang. V60 itu seni kopi yang cukup rigid. Dari membedakan biji kopi, suhu, dari cara menuang atau puring, halus atau kasar gilingan, rasio perbandingan air dengan bubuknya.
Full Sesi ini dijadwalkan selama lima hari berturut-turut. Hasilnya ketiga peserta mampu membedakan rasa arabica dari berbagai daerah. Gayo Aceh, Kerinci, Jawa Barat, Bali, sampai ke Manggarai. Sementara 8 wilayah di Indonesia.
Tidak sampai di situ. Hasil dari seduhan V60 mereka, selanjutnya diuji oleh para barista di Jogja. Egalita Kopi mengundang para barista Jogja, datang dan mencicipi seduhan para peserta. Ketika para barista menyatakan baik, maka peserta dinyatakan lulus. Kemudian, kelas barista akan beranjak mempelajari ekspreso. Materi ini juga dipelajari dalam lima hari.
Mulai dari americhano, capuchino, latte, mocachino, dan lain-lain. Setelah yakin mereka bisa, barulah ke yang lain. vietnam drink, moctail, seduhan kopi tubruk, dan lain sebagainya. Teori disampaikan oleh instruktur utama bernama Yopi dan Vregas. Waktunya pagi hingga siang untuk mengajarkan teori dan praktik. Berikutnya peserta akan mendalaminya dalam 3-4 hari, bersama Irwan. Untuk mengulang-ulang teori, sampai pada titik kesalahan yang bisa ditolerir.
Selama pelatihan, Irwan mengundang para pendekar kopi. Dengan tujuan melihat kompetensi para barista yang dididiknya. Tujuan lain, ketika kafe-kafe mereka butuh barista, dapat menerima barista tuna netra terlatih Kopi Egalita.
Karena, menjadi barista handal, diterapkan kepada semua peserta. Jika belum bisa bekerja di tempat orang, mereka bisa buka usaha di rumah. Untuk itu, pasca dinyatakan lulus kelas pelatihan, mereka akan mendapatkan alat kopi sederhana. “Mereka, dapat teori praktik dan alat kopi, biji kopi. Sehingga awal-awal bisa memulainya di rumah,” terang Irwan.
Pada 27 Juni – awal Juli 2024, para barista low vision akan diterjunkan di Pasar Kangen. Satu kegiatan ekonomi yang akan dihelat di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Wisata makanan dan minuman, yang menghadirkan para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) Yogjakarta.
Hasil penjualan buku
Pada kesempatan yang sama, Irwan menyampaikan bahwa seluruh pembiayaan pelatihan, berasal dari uang penjualan buku puisinya. Lebih kurang menghabiskan 25-35 juta untuk pelatihan, kata dia. Bapak dua orang anak perempuan itu pun mengaku bersyukur. Pasalnya, banyak masyarakat yang antusias membeli bukunya. Sehingga, cita-cita mencetak barista difabel netra (low vision) terlaksana.
Penjualan buku menggunakan media online facebook, satu di antaranya. Dinarasikan, bahwa hasil penjualan buku, akan digunakan untuk pembiayaan pelatihan barista difabel netra. Dari sana, masyarakat tidak tinggal diam. “Banyak orang baik, yang memborong buku saya. Melebihkan uang untuk membeli buku. Ada yang membeli satu, membayar untuk 5 buku. Hasil penjualan buku lebih dari 40 juta. Sebagian dipakai untuk pelatihan ini,” terang Irwan.
Berdaya sebagai barista
Irwan menjelaskan “Pada pelatihan pertama ini, saya semakin punya harapan. Karena hari ini kita didatangi pemerintah. Saya kira mereka sangat terbuka dengan melihat anak kami dilatih dua mingggu, sudah mampu menyeduh. Saya kira itu sebuah bukti nyata. Jika alat diadaptasi, tuna netra pasti bisa. Timbangan kopi yang dipakai itu bersuara, tapi belum dengan kompornya”.
Untuk itu, Irwan menghimbau semua pihak baik kampus, maupun para ahli teknologi, dapat membantu Kopi Egalita. Sehingga dapat membuat kompor aksesibel bagi para barsita difabel netra. Kompor yang dapat dikontrol oleh suara dan tangan.
“Ketika alat dimodifikasi, ketika ada support system, maka tak ada yang tidak mungkin,” demikian keyakinan Irwan.
Pada kesempata yang sama, Direktur Jogja International Disability Arts FX. Rudi Gunawan, menyampaikan apresiasinya. Irwan ini adalah orang yang selalu menginspirasi banyak orang, kata dia. “Tidak hanya disabilitas, tapi juga nondisabilitas. Saya salah satunya. Yang paling utama saya lihat dari Mas Irwan, adalah ketulusannya. Ketika dia punya gagasan, sunguh-sungguh akan memperjuangkannya. Itu yang membedakan Irwan dengan yang lain,” tuturnya.
Irwan, juga mampu membuat orang nyaman untuk terlibat. Lebih jauh lagi mensuport. Kalau orang Jawa bilang, dia punya aura ngemong. Itu menurut Rudi merupakan modal besar dari Irwan, untuk sebuah gerakan nyata. “Kalau berpuisi kan gerakan personal. Walau bisa dikaitkan dengan setiap gerakan nyata apa pun. Irwan sudah punya modal itu, tinggal membangun ekosistem. Aku yakin, Kopi Egalita akan besar,” Rudi yang juga wartawan senior itu mengakhiri perbincangan. []
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan