Views: 8
Solidernews.com. JULI 2024. Merupakan bulan vaksinasi polio. Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), secara serentah menggelar vaksin polio. Dilaksanakan di tiap-tiap kelurahan dan kecamatan di seluruh Indonesia.
Vaksin Polio tahan I, akan diberikan pada 23-29 Juli 2024. Tetes polio ini diberikan minimal 2 kali. Jarak antara vaksin I dengan II, adalah 14 hari. Vaksin ini diberikan pada bayi usia 0 – 7 tahun 11 bulan 29 hari. Atau sebelum usia 8 tahun.
Polio adalah penyakit akibat virus yang dapat berujung pada lumpuh layu atau disabilitas fisik. Guna mencegah anak-anak terkena virus ini, maka anak-anak, tanpa kecuali anak difabel perlu mendapatkan vaksinasi lengkap. Pasalnya, kerentanan anak terhadap polio tergantung pada riwayat imunisasinya.
“Apakah anak disabilitas lebih rentan kena polio? Ini tergantung imunisasinya, artinya anak-anak difabel ini kan harusnya diberikan imunisasi. Jadi kalau anak-anak ini lengkap status imunisasinya, itu dia enggak berisiko,” kata Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Prima Yosephine kepada Disabilitas dalam release yang diterima Solidernews.com, Jumat (19/7/2024).
Bagaimana dengan anak-anak dengan disabilitas intelektual? Apakah mereka berisiko mengalami disabilitas ganda jika terserang polio? Menurut Prima, iya. Kalau terkena polio, mereka lebih berisiko berujung pada kondisi disabilitas ganda.
Lebih lanjut, Prima menjelaskan, lumpuh layu akibat polio tidak terjadi begitu saja. Artinya, tidak satu orang terkena polio langsung lumpuh.
“Jadi, kalau sudah ada kasus yang lumpuh itu biasanya udah ada 200 orang di sekitarnya yang sebetulnya sudah juga terinfeksi si virus polio ini,” terang Prima.
“Kalau anak sudah memiliki disabilitas misalnya disabilitas intelektual, tentu dia bisa saja jadi lumpuh. Mereka akan berakhir dengan disabilitas ganda,” ucap Prima.
Daya tahan rendah
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak dari Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (Komnas PP KIPI) Ellen Roostaty Sianipar memberi tambahan. Menurut dia, risiko anak-anak difabel terkena polio menjadi lebih tinggi lantaran mereka juga memiliki daya tahan tubuh rendah.
“Untuk anak-anak yang sudah ada disabilitas ini memang menjadi kendala, mereka daya tahan tubuhnya sudah rendah. Down Syndrome, satu di antaranya. Anak-anak ini sudah dengan bawaan daya daya tahan tubuh yang rendah,” kata Ellen.
Lanjutnya, “semua anak difabel saya harapkan mendapatkan imunisasi polio. Hal ini agar memperkuat daya tahan tubuhnya. Kalau sudah disabilitas kemudian terkena polio itu memang menjadi disabilitas ganda.”
Maka dari itu, sambung Ellen, kita perlu memberi perlindungan terutama bagi anak disabilitas dan anak yang punya penyakit sehingga mereka terhindar dari polio.
Kontribusi lalat
Dalam diskusi via zoom, Prima juga menanggapi soal kontribusi lalat dan nyamuk terhadap penularan virus polio. Menurutnya, lalat bisa saja membawa kotoran manusia dan hinggap di makanan kemudian termakan.
“Selain sanitasi, vektor seperti nyamuk atau lalat apakah berkontribusi? Logikanya lalat tuh bisa membawa kotoran, mungkin dia hinggap di tinja yang tercemar polio sampai hinggap di makanan ya bisa-bisa aja. Tapi secara teori kita enggak terlalu banyak mengetahui tentang hal ini,” kata Prima.
“Kalau nyamuk sih saya rasa enggak ada (kontribusinya pada polio) karena ini tidak ditularkan lewat darah tapi lewat saluran cerna,” ujar Prima.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan