Views: 23
Solidernews.com, Yogyakarta -KEBERANIAN berproses, dibutuhkan dalam menetapkan tujuan. Pun demikian dengan menciptakan lingkungan inklusif dan aksesibel pada dunia pendidikan kampus. Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Institusi perguruan tinggi swasta ini berproses cukup panjang. Memulainya sudah lebih sepuluh tahun silam.
Diawali dengan keberanian menerima mahasiswa difabel, pada berbagai disiplin ilmu (program studi). Di antaranya, program studi bahasa dan sastra, teknologi informasi, serta teknik arsitektur (desain produk). Beberapa mahasiswa difabel, dengan beragam kedifabilitasan: low vision, fisik, slow leaner, autis, telah menyelekasaikan pendidikan dan sedang menjalankan studi.
Tak cukup dengan menerima mahasiswa berkebutuhan spesifik (difabel). Sebelum akhirnya membentuk Pusat Studi Disabilitas, yang telah dilaunching pada Selasa (21/5/2024), UKDW juga melakukan tahapan proses lain. Yakni: 1) menghelat webinar (seminar) pada 13 Juni 2022 dengan tema Mengembangkan Layanan Disabilitas di Perguruan Tinggi; 2) Studi banding di Rumah Pelayanan Disabilitas Universitas Brawijaya, Malang pada 19 Juli 2022; 3) melakukan Assesment internal pada 25 Agustus hingga 2 September 2022.
Tak lupa assesmen atau penilaian aksesibilitas dilakukan. Baik assesmen kapel (tempat ibadah), perpustakaan, berikut beberapa gedung lama yang belum dilengkapi aksesibilitas vertikal. Gedung lama masih menggunakan tangga, toilet pun belum aksesibel. Assesment dilakukan bersama Dra. Endah Setyowati, M.Si., M.A.
Di atas mengemuka dari Ketua Pusat Studi Disabilitas dan Desain Inklusif UKDW Yogyakarta, Dr. Ing. Sita Yuliastuti Amijaya, S.T., M.Eng. “Berbagai tahapan proses dilakukan. Karena, pusat studi berbeda dengan layanan disabilitas,” tandasnya pada saat wawancara dengan solidernews.com, usai agenda launching.
Sedang pada proses tahapan pengusulan Pusat Studi, lanjut dia, dilaksanakan mulai dengan pengajuan proposal, evaluasi penilaian LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) dan presentasi proposal oleh Tim pengusul, pada 7 Mei 2024 di LPPM UKDW.
Hasil proses penilaian LPPM, Pusat Studi Disabilitas Dan Desain Inklusif dan Pusat Studi Centre of Disaster Risk Management and Sustainable Development Studies, dinyatakan memenuhi syarat. Baik latar belakang pendirian pusat studi multidisiplin, tujuan, visi, misi, roadmap dan target luaran pembentukan pusat studi.
Keberanian dan komitmen
Pada kesempatan tersebut DR. Sita juga bertutur terkait tahapan penerimaan mahasiswa. Ketika memberanikan menerima mahasiswa difabel, “kami harus menyiapkan berbagai hal. Tidak hanya infrastruktur, tetapi juga sistem. Bagaimana menjamin mahasiswa diterima. Setelah diterima, UKDW juga menyiapkan bagaimana mahasiswa mendapatkan haknya. Dalam hal ini metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing mahasiswa difabel”.
“Pada penerimaan mahasiswa prodi arsitek, kami memilih berdasar kesiapan dan keberanian kami memberikan pelayanan. Kami memilih mahasiswa low vision dan disabilitas fisik. Dengan catatan masih bisa menggunakan sebagian tangan. Karena itu yang akan membawa mereka berhasil sebagai arsitek,” ujarnya.
Lebih lanjut DR Sita memberikan penjelasannya. Syarat tersebut, diyakini menjamin mahasiswa berhasil pada saat bekerja. Mereka tidak hanya menyelesaikan studi, tapi juga bisa bekerja. Dengan begitu, yang bersangkutan akan berhasil sebagai mahasiswa arsitektur. Atau setelah menjadi sarjana lalu mengambil profesi, mereka juga berhasil sebagai profesi arsitek.
Sedang mengapa mahasiswa low vision diterima pada Prodi Arsitek? Ketua Pusat Studii dan Desain Inkusif itu memaparkan. “Kini teknologi warna dan digital membantu. Paling tidak dalam tools untuk menggambar. Jadi masih kita pertimbangakan. Sedang untuk mahasiswa tuli, jujur diakui Sita, bahwa UKDW belum siap, lanjut Sita.
Berbagai kesiapan tersebut adalah komitmen atas pernyataan bahwa UKDW sebagai kampus inklusi. Dengan kehadiran pusat studi ini, Sita berharap dapat memberikan lebih banyak, di level penelitian. “Sehingga inklusif tidak saja berhenti di kampus. Tetapi juga penelitian-penelitian implementatif, dan dapat menjadi solusi untuk kehidupan yang lebih baik. Jika perlu bisa direplikasi oleh kampus di mana pun,” terangnya.
Selain menjadi unit layanan, PLD juga berperan sebagai pusat studi yang melakukan kajian akademis tentang berbagai isu difabel. Bagaimana kajian difabel dan Islam, pendidikan inklusi, akses ke lapangan pekerjaan, studi kebijakan terkait hak-hak difabel, dan lain-lainnya. Harapannya, Pusat Studi Disabilitas dan Desain Inklusi menjadi model.
Prodi desain produk mengawali
Pada kesempatan yang sama, solidernews.com menggali keterangan dari Winta T. Satwikasanti, M. Sc., Ph.D., dosen yang juga Kepala Prodi Desain Produk UKDW. Dituturkannya, bahwa sesungguhnya, UKDW berani memulai inklusivitas sudah cukup lama. Saat itu diawali di program studi desain produk pada 2010.
“Kemudian mahasiswa semester 6 sudah harus praktek. Tema yang dicanangkan, ialah problem sosial. Yaitu mencari masalah dan memberikan solusi. Produk-produk inovatif dan inklusif, merupakan hasil atau keluaran,” terang Winta, nama panggilan Kaprodi Desain Produk yang juga Tim Pengembangan Program Pengabdian Masyarakat dan Publikasi Pusat Studi Desain Inklusif UKDW itu.
Isu sosial ini menarik, lanjutnya. Sehingga pada masa KKN 2021 dan 2022, UKDW mencoba menyambungkan kerja sama dengan kedokteran. Karena di Fakultas Kedokteran, isu disabilitas masih minim. Kolaborasi dilakukan saat KKN lintas prodi. Tema KKN Inclusive service learning. Produk inovasi berupa peraga edukatif, menjadi salah satu keluaran.
Satu prinsip memanusiakan manusia, mendasari perjalanan UKDW menjadi kampus inklusif, imbuh Winta.
“Memanusiakan manusia, sebagaimana pernah disampaikan Romo Mangun. Itu menjadi semangat saya untuk mulai berkolaborasi dengan multi displin. Juga memahami keaneka ragaman kondisi manusia. Bahwa pengalaman positif harus dirasakan semua orang, apapun kondisinya. Itu menjadi semangat pusat studi disabilitas dan desain inklusif. Supaya dunia ini lebih bisa diakses banyak orang,” pungkas Kaprodi Desain Inklusif itu.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan Arief