Views: 29
Solidernews.com – Pernahkah kalian menonton pelaksanaan blind FootBall? Di Indonesia, cabang olahraga ini masih jarang dilirik oleh masyarakat luas dan masih terbilang asing. BlindFootBall adalah cabang olahraga yang awalnya, lahir secara informal melalui permainan sederhana di sekolah-sekolah khusus di Spanyol, Brasil dan Argentina. Atmosfer sepak bola yang tinggi, mungkin saja, menjadi pemantik bagi para difabel netra di tiga negara tersebut untuk juga mulai bermain bola. Permainan itu pun diatur sedemikian rupa agar menjadi olahraga yang aksesibel. Menaruh potongan besi kecil-kecil di dalam bola, memanggil guide untuk memberi instruksi di belakang setiap gawang dan bermain di lapangan yang dikelilingi dinding adalah beberapa dari cukup banyak modivikasi yang dilakukan. Tetapi pada dasarnya, BlindFootBall diadaptasi dari sepak bola konfensional, hanya sedikit disesuaikan dengan cara bermain difabel netra.
Tahun 1940 menjadi awal lahirnya inovasi BlindFootBall, dan hingga tahun 1960 olahraga ini pun tersebar ke negara-negara lain. Dari Eropa, BlindFootBall berkembang sampai ke Amerika dan Asia. Sayangnya, sampai dengan tahun 1960an, belum ada aturan baku dan kompetisi resmi untuk BlindFootBall. Pada zaman-zaman itu, BlindFootBall dipandang hanya sebagai olahraga seru-seruan yang tidak dapat menjadi formal.
Menurut catatan sejarah di internet, tahun 1986 menjadi titik awal penyelenggaraan kompetisi BlindFootBall. Disusul pembuatan aturan baku sepak bola tunanetra oleh International Blind sports Federation, dilanjutkan dengan penyelenggaraan kejuaraan internasional yang resmi di tahun 1996. Seiring berjalannya catatan sejarah di tingkat internasional itu, BlindFootBall pun mulai berkembang di Indonesia. Digelar secara informal di sekolah-sekolah luar biasa dan menjadi salah satu olahraga beregu yang digemari banyak difabelnetra.
Pada tahun 2020, club sepak bola difabel netra pertama akhirnya hadir. Diberi nama Indonesian Blind FootBall. Club ini dipelopori oleh Oki Kurnia (30 tahun) dan berhasil mengumpulkan cukup banyak difabel penglihatan yang memiliki minat pada olahraga sepak bola. Tapi sebenarnya, berdirinya Indonesian Blind FootBall ini bukan langkah awal peradaban Blind FootBall di Indonesia. Jauh sebelumnya, perlombaan Blind FootBall pernah diselenggarakan dalam pekan olahraga tunanetra Indonesia. Meski tidak ada histori di internet yang menuliskan dengan jelas tahun penyelenggaraannya, menurut beberapa penggemar Blind FootBall yang berhasil dihubungi solidernews, diketahui bahwa perlombaan Blind FootBall tersebut pernah diadakan dalam ajang pekan olahraga tunanetra Indonesia di awal 2000an.
“Di Makassar sendiri, khususnya di Yapti (Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia) senior-senior sudah mulai main bola di akhir 90an. Berlanjut terus sampai akhirnya di kisaran tahun 2008 sampai 2010an, mulai sering diadakan eksebisi di daerah-daerah luar Makassar. Pas saya masuk di Yapti pada tahun 2013, binaan yang cowok itu sempat juga main di lapangan Hasanuddin sama founder Laskar Ayam Jantan (organisasi suporter PSM Makassar),” ujar Yoga Indar Dewa, ketua DPD Pertuni Sulawesi Selatan pada wawancara yang dilakukan solidernews (31/01/2025).
Di awal tahun 2025, DPD Pertuni menginisiasi turnamen futsal tunanetra di kota Makassar. Turnamen itu dikhususkan untuk turut merayakan hari jadi Persatuan Tunanetra Indonesia yang jatuh pada 26 Januari 2025.
DPD Pertuni Sulsel menganggap, perayaan seremonial, lomba menyanyi, lomba mengaji sampai dengan webinar atau seminar selama ini sudah terlalu sering diadakan dalam perayaan hari jadi Pertuni.
“Sulawesi Selatan mau bikin yang lebih fresh, yang lebih baru. Kenapa sepak bola? Karena sampai dengan sekarang kan blind FootBall ini belum diperlombakan di Peparnas. Akhirnya belum banyak tunanetra yang minat pada olahraga ini, padahal khususnya di Makassar, senior-senior tunanetra punya keahlian main bola dan dulunya rutin main bola,” lanjut Yoga dalam kesempatan yang sama.
Perlombaan futsal tunanetra tersebut dilaksanakan pada hari Minggu, 2 Februari 2025. Bertempat di lapangan SLB A Yapti Makassar. Tak tanggung-tanggung, ada sebanyak 25 difabelpenglihatan yang mendaftarkan diri sebagai peserta, yang kemudian tersebar menjadi lima tim. Turnamen tersebut berlangsung meriah dan sangat ramai oleh penonton.
“Lucu sekali ya kelihatannya, saya baru pertamakali ini juga nonton tunanetra main bola. Kayak kita yang gemas sendiri jadi penonton. Tadi ada yang sudah hampir cetak gol, ditendang lurus sedikiiit saja sudah masuk gawang. Eh tapi malah ditendang ke samping. Tapi ya itu serunya. Jadi memang yang main harus punya fokus yang super tinggi, harus diam juga penontonnya biar para pemain bisa dengar suara gawang lawan,” ungkap Tika (penonton) pada solidernews.
Dari turnamen tersebut, DPD Pertuni Sulawesi Selatan mendapat bahan bakar untuk memperjuangkan Blind FootBall di Indonesia.
“Minimal bisa dipertandingkan di tingkat nasional, biar kita juga bisa ada perwakilan ke tingkat internasional,” ujar salah satu pemain yang namanya tidak ingin disebutkan.
Di sisi lain, turnamen futsal tunanetra yang diadakan itu masih memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah tempat penyelenggaraan di lapangan sekolah yang tidak aman bagi pemain dan perbedaan kemampuan yang sangat jauh antara senior dan junior dalam hal bermain bola. Mayoritas skor disumbangkan oleh para senior dan di lapangan, junior tidak terlihat aktif mengejar dan mempertahankan bola.
“Dulu kita pas masih sekolah, ya main tinggal main saja. Ada wasit kek, ndak ada wasit kek. Tetap main. Bahkan kalau tidak ada sama sekali orang melihat pun, kita tetap main. Dan dulu tidak ada yang jaga image, ya. Semuanya main totalitas,” kenang Hamsa, salah satu senior yang ahli bermain sepak bola tunanetra.
Kedepannya DPD Pertuni Sulsel berharap dapat mengadakan turnamen futsal difabel netra yang lebih profesional, ramai dan aman. Secara spesifik, mereka berharap sepak bola difabel netra dapat menjadi trend dalam pekan olahraga di tingkat daerah, provinsi sampai dengan internasional.[]
Reporter: Nabila May
Editor : Ajiwan