Views: 5
Solidernews.com – Berbicara tentang Hari Anti Penyiksaan kepada Manusia, ada keunikan ketika membahas difabel. Faktanya proses habilitasi dan rehabilitasi atas hambatan, disitulah berpotensi terjadi penyiksaan dalam tempat-tempat serupa tahanan seperti panti, lembaga kesehatan, lembaga sosial, untuk rehabilitasi difabel. Kedua, adanya ketidakpahaman aparat penegak hukum dalam menangani difabel yang berhadapan dengan hukum atas hambatan ragam difabilitas yang berpotensi proses hukum itu mengalami delay of justice dan ini sering berujung pada potensi penyiksaan, baik secara psikologis maupun fisik karena masih minimnya pemahaman penganaganan atas hambatan difabel.
Demikian dikatakan oleh Jonna Aman Damanik, Komisioner pada Komisi Nasional Disabilitas (KND) pada konferensi pers bersama untuk Pencegahan Penyiksaan #NoJusticeinPain atau Mengakhiri Penyiksaan sebagai Prasyarat Keadilan pada Rabu, 25/6 via Zoom Meeting. Konferensi pers dihadiri oleh beberapa lembaga HAM lainnya seperti : Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan Ombudsman RI.
Jonna mengatakan bahwa data yang diperoleh oleh teman NGO/LSM secara online juga ada pada KND serta berbagai macam data tersebut menunjukkan jumlah peningkatan angka kekerasan terhadap difabel dan mengalami potensi penyiksaan. Menurut Jonna, itu adalah masalah bersama karena perspektif yang harus dibangun adalah bagaimana agar semua individu atau setiap warga negara bebas dari penyiksaan.
Terkait Indonesia bebas pasung, perlu adanya upaya perlindungan dan pemulihan bagi korban penyiksaan. Ini harus dilakukan secara cepat dan tepat karena memang dampak terhadap fisik dan psikologis korban seringkali diabaikan padahal sangat mengenaskan dan masih dijumpai di beberapa kasus bahkan meninggal dunia akibat praktik penyiksaan tersebut.
Demikian halnya terhadap saksi untuk kasus-kasus penyiksaan. Jonna berharap perlindungan dapat diberikan sejak awal terjadinya kasus sehingga pengungkapan terhadap kasus-kasus penyiksaan bisa lebih maksimal. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat bahwa saat ini LPSK melindungi dan memberikan perlindungan kepada 49 orang saksi termasuk difabel.
Dari pelaksanaan tugas, fungsi kelembagaan, KND masih sangat menemukan bagaimana penanganan difabel yang mengalami pasung bahkan difasilitasi secara kontekstual tempat-tempat serupa tahanan, pemasungan oleh aparat negara bahkan lewat mekanisme anggaran negara. “Oleh sebab itu kami mendorong negara Indonesia semakin memahami kontekstual bagaimana penanganan difabel dalam berbagai macam aspek kehidupan sehingga potensi-potensi penyiksaan bisa kita eliminasi bahkan kita hilangkan. Terlebih kami mendorong dapat segera menantang opsional protokoler terkait mekanisme anti penyiksaan. Mari kita pahami difabel karena difabel adalah bagian dari peradaban dan jangan sekali-sekali mengaku sudah berada lingkup inklusi kalau belum pernah memahami difabilitas,” pungkas Jonna Aman Damanik.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan