Views: 104
Solidernews.com, Yogyakarta – Mungkin tak terbayangkan bagi kita yang hidup di zaman modern terkait difabel netra yang hidup di zaman penjajahan sekitar hampir satu abad silam. Ditengah penjajahan yang terus mendera negara ini, ditengah berbagai diskriminasi dan stigma usang yang hingga kini masih identik dengan kehidupan difabel netra, sejumlah orang berkumpul dan menginisiasi sebuah yayasan yang mampu menaungi kehidupan difabel netra, sebuah kelompok masyarakat yang dianggap minoritas, terpinggirkan dan tak mampu berbuat sesuatu yang produktif pada masanya. Badan Sosial Mardiwuto (BSMW). Lembaga ini sudah hampir satu abad melakukan berbagai upaya Menjadikan difabel netra yang mandiri merupakan salah satu tujuan dari berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan. Pada tahun ini, Badan Sosial Mardiwuto telah berusia 97 tahun.
Berada di bawah Yayasan Yap Prawirohusodo Yogyakarta, Badan Sosial Mardi Wuto konsisten menyiapkan berbagai upaya pemberdayaan bagi difabel netra. Ragam upaya yang terus dilakukan hingga di usianya ke 97 tahun ini adalah meningkatkan pendidikan seperti: pengajaran atau kursus komputer bicara, internet, bahasa Inggris di samping meningkatkan skil pijat difabel netra.
Melalui ragam kegiatan tersebut diharapkan difabel netra memiliki keterampilan yang mampu membuat mereka lebih mandiri dan berpengetahuan formal layaknya masyarakat umum lain.
Ketua Yayasan Badan Sosial Mardi Wuto, Sri Budi Astuti Sunandar menyampaikan, “Pendidikan di Badan Sosial Mardi Wuto sudah terakreditasi, dan sudah banyak meraih prestasi hingga ke tingkat nasional, seperti dibidang musik yang diwakili oleh ISTA band yang sempat menjuarai berbagai festival dan perlombaan musik. Tak hanya disitu, lembaga ini juga memiliki kelompok kethoprak Distra Budaya yang juga memiliki jam terbang di berbagai pementasan di Yoguakarta. Mardiwuto juga memiliki program beasiswa pendidikan bagi difabel netra yang masih berstatus sebagai siswa atau mahasiswa”, terang ia dalam sambutan hari ulang tahun ke – 97 Badan Sosial Mardi Wuto minggu (17/9).
Merangkak usia menuju satu abad, Badan Sosial Mardi Wuto kali pertama didirikan oleh Dr. Yap Hong Tjun dengan Akte Notaris Nomor 13 Tahun 1926. Kemudian pada tahun 1929 Stichting Vorstenland Blinden Institute (VBI) berganti nama menjadi Badan Sosial Mardi Wuto dengan Akte Notaris Nomor 53 Tahun 1949.
Badan Sosial Mardi Wuto selain mengembangkan program-program pendidikan dan pemberdayaannya, pada perayaan hari ulang tahun juga selalu digelar serangkaian kegiatan sebagai ajang unjuk kemampuan para difabel netra. Mulai dari diadakannya berbagai lomba untuk difabel Netra seperti: memasak, karaoke, olahraga catur, komputer, mengarang menggunakan huruf braille hingga panggung unjuk bakat sebagai puncak dari rangkaian peringatan hari ulang tahunnya.
“Semoga Mardi Wuto dapat terus hadir untuk membangun kualitas sumber daya difabel netra,” lanjut Sri Budi Astuti Sunandar.
Seiring dengan usia ke -97 Badan Sosial Mardi Wuto memiliki banyak peserta didik dan alumni yang hadir dalam setiap hari jadinya pun merupakan lintas generasi. Bahkan ada yang sudah tergolong difabel netra lanjut usia, mereka pun sudah berbaur domisili baik wilayah provinsi D.I Yogyakarta sampai Jawa Tengah dan sekitarnya.
Profesi mereka juga beragam, ada yang fokus pada skil pijat baik menjadi karyawan hingga memiliki klinik pijat sendiri, atau skil dalam vokal seperti solois hingga grup band.
Profesi lain ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), atlet, pedagang, karyawan swasta hingga enterpreneur.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief