Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Begini Refleksi Peringatan Hari Kartini oleh Dua Perempuan Aktivis Isu Difabel

Views: 14

Solidernews.com – Setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini untuk menapaktilas  kelahiran perempuan pendobrak dan penegak emansipasi, R.A. Kartini. Lantas bagaimana perempuan difabel  pegiat isu difabel merefleksikan peringatan tersebut?  Sri Hartatik, pengusaha katering,  atlet panahan paralompic dan  ketua Difabel Berdaya dalam kesempatan wawancara kepada solidernews.com menyatakan bahwa melihat perjuangan R.A. Kartini hubungannya dengan realita perempuan di zaman sekarang  tentunya tak bisa lepas dari peran perjuangan Kartini pada waktu itu.  Menurutnya, perempuan di zaman  sekarang sudah bebas dalam arti bisa  menikmati berbagai ragam keseteraan tanpa adanya kesenjangan baik di bidang pendidikan, pekerjaan dan lainnya.

 

Sebagai pegiat isu  perempuan, makna perjuangan Kartini juga sangat berdampak kepada perempuan-perempuan difabel, dimana perempuan difabel sekarang sudah banyak  mendapatkan perlakuan yang setara dengan  perempuan nondifabel meskipun masih terdapat isu diskriminasi. Namun perempuan difabel setidaknya memiliki hak dan kesetaraan yang sudah bisa dirasakan. Seperti pergulatan diri Sri Hartatik dalam usaha katering yang dijalaninya juga perannya sebagai seorang ibu. Apalagi ia merasakan juga telah diberi kesempatan berprestasi internasional  pada olah raga panahan.

 

Bagi Sri Hartatik, untuk mewujudkan cita-cita Kartini sekaligus sebagai perempuan difabel yang pada saat sekarang sedang bergelut di bidang ekonomi dan olah raga, maka ia  berjuang semaksimal untuk menjadi lebih profesional sebagai pemanah sejati yang mempunyai segudang prestasi namun tetap rendah hati.

 

Fithri Marwati, Dosen, Ketua KSPI Solo Raya melihat bahwa  R.A. Kartini merupakan pioneer dalam memperjuangkan hak-hak  perempuan agar memiliki kesempatan belajar yang  sama tinggi dengan laki-laki. Berkat Kartini pula  sehingga sekarang  banyak  perempuan yang berhasil dan sukses baik berkiprah di lingkungan internal (rumah tangga) maupun eksternal (karir). Sudah saatnya sekarang  perempuan memanfaatkan kemudahan-kemudahan  yang ada dengan  lebih produktif untuk kegiatan-kegiatan positif.

 

Sebagai perempuan difabel,  makna perjuangan Kartini juga berdampak. Bagi Fithri, mengalami difabilitas bukanlah menjadi  penghalang dalam  meraih cita-cita. Hal ini justru menjadi  stimulus agar bisa memberikan yang  terbaik untuk orang-orang  di sekitarnya.  Terinspirasi dari perjuangan R.A. Kartini, perempuan zaman dulu yang  tak lelah belajar, padahal  dalam  masa penjajahan. Dengan  kemerdekaan Indonesia sekarang, merupakan kesempatan yang luar biasa untuk  lebih  leluasa dalam mengembangkan diri. Menurutnya kedifabelan dapat terurai dengan kegigihan niat dan support system yang positif.

 

Untuk merealisasikan cita-cita Kartini, sebagai perempuan difabel Fithri ingin mewujudkan perempuan yg berdaya dan memiliki pengetahuan luas yang harus dilatih sejak dini, pantang menyerah dengan obstacles yang ada, dan selalu jujur dan lurus dalam berkarya. Menjadikan obstacles sebagai  penyemangat dalam meraih cita-cita sehingga bisa  berpikir kreatif.

 

Dalam kapasitasnya sebagai ketua KPSI Simpul Solo Raya yang menjadi cita cita besar Fithri adalah menjadikan KPSI “rumah” bagi dirinya dan teman-teman lainnya. Ia merasa menjadi “bisa” karena belajar bersama di KPSI. Sehingga ketika saat ini menjadi  ketua, ia  ingin menggandeng teman-teman lainnya  untuk berjalan bersama-sama  meraih cita-cita. Impian besarnya agar KPSI Solo Raya bisa menjadi lebih  bermanfaat bagi semua orang. Sehingga misi KPSI Solo Raya untuk menghapus stigma negatif bagi para ODGJ bisa  terealisasi.

 

Terkait pertanyaan apakah masih ada diskriminasi saat ini utamanya pada perempuan difabel psikososial ? Menurut Fithri, diskriminasi bagi perempuan difabel dengan  psikososial sedikit banyak masih  terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya bagi mereka yang akan melamar bekerja. Sehingga  banyak rekan Fithri, mereka survivor kesehatan jiwa yang menyembunyikan sakitnya karena takut tidak diterima kerja. Padahal  kejujuran di awal itu  penting, agar keberlangsungan kinerja tidak memberi dampak negatif bagi yang bersangkutan. Namun sayangnya banyak perusahaan/kantor yang belum  paham hal-hal seperti ini. Sehingga  cenderung  menolak jika ada perempuan difabel psikososial yang melamar kerja. Maka, menurut Fithri  diperlukan payung hukum yang kuat untuk  melindungi mereka.[]

 

Reporter: Astuti

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air