Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Peserta difabel mengikuti CASN. Sumber foto: Antara

Begini Pelaksanaan Rekruitment CASN Bagi Difabel Tahun 2024; Dari Penyediaan Akomodasi hingga Masih Adanya Diskriminasi

Views: 20

Solidernews.com – Rekrutmen Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2024 untuk difabel telah menandai langkah maju dalam upaya mewujudkan inklusivitas bagi difabel. Berbagai perbaikan telah dilakukan, terutama dalam hal aksesibilitas ujian. Namun, sejumlah tantangan dan diskriminasi masih menghantui proses rekrutmen ini, khususnya terkait dengan penentuan derajat difabel.

Pengalaman penulis dan teman-temannya dalam mengikuti seleksi CASN 2018 dan 2024 memberikan gambaran yang jelas tentang perkembangan dan tantangan yang dihadapi.

Pada tahun 2018, penulis mengalami kesulitan yang signifikan dalam mengerjakan soal-soal bergambar, sementara pendamping yang disediakan tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menjelaskan soal tersebut. Akibatnya, Penulis hanya ngawur dalam menjawab soal dalam bentuk gambar tersebut. Selain itu, Peraturan Menpan RB waktu itu sudah memberikan waktu tambahan untuk pengerjaan soal bagi peserta ujian difabel netra. Waktu standart baagai peserta nondifabel yang disediakan panitia adalah 100 Menit, dan waktu tambahan yang diberikan adalah 30 Menit. Jadi, waktu keseluruhan bagi difabel netra adalah 130 Menit. Namun, peraturan ini tampaknya belum diketahui oleh pihak panitia pelaksana. Baru Ketika Penulis menyampaikan serta menunjukkan peraturan Menpan RB tersebut dari pihak Panitia pelaksana menindaklanjutinya dengan memberikan waktu tambahan Ketika Penulis mengikuti ujian.

Berbeda dengan tahun 2024, soal-soal bergambar telah diganti dengan soal-soal dengan menggunakan narasi saja namun esensinya tetap sama, dan waktu tambahan untuk difabel netra juga telah diberikan tanpa harus mengadvokasi secara mandiri seperti yang dialami oleh Penulis. Perbaikan ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman dan upaya dari panitia penyelenggara untuk mengakomodasi kebutuhan peserta ujian yang difabel.

Selain perbaikan yang telah dilakukan oleh panitia pelaksana untuk melayani para difabel yang melamar CASN tahun ini, masih terdapat diskriminasi yang dialami oleh para pelamar difabel. Salah satu contoh konkretnya adalah persyaratan untuk mencantumkan derajat disabilitas.

Persyaratan ini seringkali disalahartikan sebagai pembenaran untuk mendiskriminasi difabel  dengan derajat sedang atau berat. Faktanya, banyak instansi yang lebih memilih pelamar dengan difabel yang lebih ringan, meskipun kemampuan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan derajat disabilitasnya.

Pengalaman seorang teman penulis menguatkan dugaan ini. Ketika melamar CASN, teman penulis diminta mengirimkan video dan surat keterangan disabilitas. Meskipun ia memiliki mobilitas mandiri dan kemampuan IT yang baik, lamarannya ditolak karena derajat disabilitasnya tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh instansi tersebut. Padahal, tahap seleksi yang dilaluinya hanyalah seleksi kompetensi dasar (SKD) yang hanya menguji Wawasan Kebangsaan, Intelegensia Umum dan Kepribadian. Hal tersebut sama sekali tidak terkait langsung dengan kondisi kedisabilitasannya.  Setelah Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), masih ada lagi Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) yang memang menguji pelamar mengenai keahlian di bidangnya.

Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi yang jelas. Persyaratan derajat disabilitas sering kali menjadi penghalang bagi difabel dengan potensi yang sama untuk berkontribusi. Kemampuan seseorang untuk bekerja tidak semata-mata ditentukan oleh derajat disabilitasnya, melainkan oleh kompetensi dan minat yang dimiliki.

Persyaratan pencantuman derajat disabilitas dan diskriminasi terhadap derajat tertentu memiliki beberapa akar masalah:

  • Kurangnya pemahaman: Banyak pihak, termasuk pembuat kebijakan dan petugas rekrutmen, masih memiliki pemahaman yang terbatas tentang difabel. Mereka seringkali mengasosiasikan difabel dengan ketidakmampuan dan keterbatasan.
  • Stereotipe: Stereotipe negatif tentang difabel masih kuat, sehingga mereka seringkali dianggap tidak produktif dan tidak mampu berkontribusi.
  • Kurangnya aksesibilitas: Fasilitas dan sarana yang tersedia untuk difabel di banyak instansi pemerintah masih terbatas, sehingga menyulitkan mereka untuk berpartisipasi secara penuh.
  • Kekhawatiran akan beban tambahan: Beberapa instansi khawatir bahwa mempekerjakan difabel akan membutuhkan biaya tambahan untuk menyediakan akomodasi yang diperlukan.

 

Untuk mengatasi diskriminasi dan mewujudkan inklusi yang sejati dalam rekrutmen CASN, beberapa langkah perlu diambil:

  • Penguatan regulasi: Pemerintah perlu menyempurnakan regulasi yang berkaitan dengan rekrutmen ASN, dengan memberikan definisi yang jelas tentang disabilitas dan melarang segala bentuk diskriminasi.
  • Pelatihan komprehensif: Panitia seleksi dan seluruh pegawai yang terlibat dalam proses rekrutmen perlu diberikan pelatihan yang komprehensif tentang inklusi, hak-hak difabel, dan cara mengakomodasi kebutuhan mereka.
  • Standarisasi asesmen: Perlu dikembangkan instrumen asesmen yang objektif dan dapat mengukur kemampuan fungsional seseorang, tanpa terpaku pada label derajat disabilitas.
  • Keterlibatan organisasi penyandang disabilitas: Organisasi difabel perlu dilibatkan secara aktif dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaan rekrutmen.
  • Sosialisasi dan advokasi: Perlu dilakukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat luas tentang pentingnya inklusi dan hak-hak difabel perlu terus dilakukan dengan berbagai cara.[]

 

Penulis: Fidi Andri Rukmana

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content