Views: 21
Solidernews.com – Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPC PPDI) Kota Yogyakarta menggelar acara syawalan PPDI Kota dan sambung rasa yang telah digelar pada Kamis, 24 April 2025 di Pendopo Kalurahan Patangpuluhan, Kota Yogyakara. Mengusung tema ‘Merajut kesederhanaan untuk kebersamaan menuju Yogya Inklusi’.
Acara syawalan dan sambung rasa tersebut dihadiri langsung oleh Nuryadi S.Pd., Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, Endang Patmintarsih, S.H., M.Si., Ketua Dinas Sosial DIY, Sigit Indarto, SE, M.Si., Sekretaris Dinas Sosial Kota Yogyakarta, Achmad Asranur Arifin, S.I.P., M.P.A, Lurah Patangpuluhan.
Disampaikan Ambar Anto, Ketua PPDI Kota Yogyakarta, acara syawalan dan sambung rasa tersebut selain dalam rangka syawalan setelah hari raya Idul Fitri selesai, juga menjadi ajang silaturahmi bagi anggota PPDI Kota, dan wadah komunikasi langsung bersama stakeholder dan jajarannya baik di DIY dan Kota.
“Intinya di acara sambung rasa ini kami dari PPDI Kota bisa menyampaikan aspirasi langsung kepada pemerintah yang berkedudukan di Dinas maupun Wakil Rakyat di DPRD DIY,” ungkap Ambon, sapaan akrab ketua PPDI Kota Yogyakarta.
Tema diskusi yang menjadi aspirasi PPDI Kota Yogyakarta diantaranya sekretariat yang sangat dibutuhkan untuk tempat pertemua bagi anggota PPDI Kota Yogyakarta, akses layanan umum seperti penyedia layanan jasa fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan akses hunian yang terjangkau masyarakat difabel.
Disampaikan Muhamad Kholik, mewakili anggota PPDI Kota, harapannya untuk sekretariat adalah tempat yang disediakan nantinya untuk selama PPDI Kota hadir dan ada, agar setelah memiliki tempat sekretariat tidak harus berpindah-pindah dalam jangka waktu singkat karena dapat berdampak pada legalitas organisasi PPDI.
Ditanggapi Ketua DPRD DIY dan Dinas Sosial, terkait kebutuhan sekretariat PPDI Kota dapat bersurat pada Dinas Sosial kota agar dicarikan tempat, atau mendapatkan tempat untuk pinjam pakai sesuai kebutuhan.
“Terkait permintaan tempat untuk sekretariat, silahkan PPDI Kota bersurat ke Dinas Sosial Kota terlebih dahulu, untuk menjadi perhatian dan diteruskan pada ketua Dinas,” tutur Sigit Indarto.
Tema diskusi menarik yang disorot anggota PPDI Kota selain sekretariat adalah terkait hunian yang dapat diakses masyarakat difabel.
Ajiwan Arief mewakili pengurus PPDI Kota Yogyakarta bidang Penelitian dan Pengembangan menuturkan, permasalahan yang menyangkut isu difabel di DIY, maupun di Kota Yogyakarta masil kompleks, selain akses layanan umum.
“Banyak difabel di DIY yang akhirnya bermukim tinggal karena pendidikan atau pekerjaannya di DIY, dan ada yang menikah berkeluarga hingga menjadi warga kota sehingga mereka memiliki permasalahan lain seperti akses hunian. Kami mengharapkan ada suatu program untuk difabel agar dapat mengakses hunian yang terjangkau,” paparnya.
Nuryadi merespon cepat, persoalan hunian memang bukan hanya menjadi masalah masyarakat difabel, namun masih menjadi isu masalah utama di DIY, khususnya di Kota bagi banyak masyarakat umum.
“Terkait hunian, di Kota Yogyakarta khususnya, memang masih menjadi masalah yang cukup besar, karena sempitnya lahan yang tersedia. Kondisi ini butuh komunikasi yang inten antara pemeritahan dan masyarakat difabel. Harus diutarakan, agar pemerintah bisa memahami kebutuhan warganya,” kata Nuryadi.
Pihaknya memiliki pemikiran terbuka, untuk di Kota Yogyakarta sangat memungkinkan diadakan hunian yang aksesibel bagi masyarakat difabel sebagai salah satu proyek percontohan bagi kawasan lain, misalnya dengan menghibahkan lahan milik pemerintah.
Menaggapi respon ketua DPRD DIY, Muhamad Kholik memiliki pengalaman buruk tersendiri terkait hunian yang pernah digadangkan akses dan terjangkau bagi difabel yang pernah dirancang di wilayah kabupaten di DIY.
Menurut ia, setelah proyek berjalan, pengembang hunian menetapkan tarif cicilan menjadi satu juta per bulan, dari permintaan masyarakat difabel yang berdasarkan kemampuan mencicil seratus ribu per bulannya.
“Dari pengalaman tersebut, kita difabel harus terus mengawalnya dari mulai awal hingga betul terlaksana adanya hunian tersebut, dan memang diperuntukannya untuk difabel diutamakan sesuai dengan musyawarah diawal, agar nama difabel tidak dirugikan. Pengembang menggunakan nama difabel untuk melancarkan proses perizinan dan lainnya hingga terlaksana proyeknya, tapi hasil huniannya bukan untuk difabel,” ungkap Muhamad Kholik.
Mendengar banyak aspirasi dan harapan masyarakat difabel, pihak DPRD DIY, Dinas Sosial DIY, maupun Kota, berkomitmen akan menampung dan melanjutkannya dalam diskusi atau rapat-rapat kerja pemerintahan. Yogyakarta sebagai kawasan inklusi bukan sekedar jargon, namun terus berupaya dengan mewujudkannya.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan