Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Aspirasi Perempuan Mengungkap Hambatan Perempuan Pekerja Difabel

Views: 27

Solidernews.com – Dalam rangka merayakan Hari Perempuan Sedunia 2024, Sigab Indonesia menyelenggarakan semiloka untuk mendiseminasikan hasil penggalian aspirasi perempuan di berbagai wilayah, serta untuk menemukan ide-ide gerakan advokasi bersama, menyusun rekomendasi isu-isu strategis untuk Munas Perempuan 2024, serta menyusun rencana tindak lanjut pengawalan RPJMN, RPJPN, RAN PD, dan RAD PD. Pelaksanaan semiloka pada hari Sabtu, 16 Maret 2024 melalui online (zoom meeting) dengan peserta 100 orang.

 

Direktur Sigab, Joni Yulianto menyampaikan bahwa banyak potensi yang dimiliki perempuan dalam pengambilan kebijakan publik dan ini menjadi peluang untuk memperkuat pesan dan dorongan untuk inklusivitas. Di sisi lain rekan difabel belum dapat bersuara, di desa-desa masih ada yang tidak mendapat akses pendidikan, kesehatan dan serta diskriminasi. Dalam proses ini Sigab bersama dengan mitra pembangunan yang akan mendukung pelaksanaan musyawarah nasional perempuan pada bulan April.

 

Nina dari mitra INKLUSI turut serta menyampaikan perspektif GEDSI menjadi pengarusutamaan dalam diskusi kali ini. Musyawarah Nasional yang akan dilakukan pada April 2024 mendatang, kiranya perlu masukan dan aspirasi yang dapat digali pada kesempatan ini yang mana hasil dari masukan yang telah dirangkum akan berpengaruh pada RPJMN dan RPJMD.

 

“Sampai kapanpun kemajuan perempuan menjadi faktor sangat penting bagi peradaban bangsa’, jelas Nina mengutip RA Kartini

 

Hadir sebagai narasumber yaitu Ninik Heca dan Purwanti dari Sigab, Cucu Saidah serta Valentina Wiji dengan moderator seorang komisioner Komnas Perempuan yakni Bahrul Fuad atau biasa disapa Cak Fu.  Paparan awal disampaikan oleh Ninik mengupas tentang 7 isu yakni tentang kemiskinan, perempuan pekerja difabel, ekonomi perempuan, kepemimpinan, kesehatan perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Selaras dengan hal tersebut, Purwanti menekankan bahwa kekerasan yang diterima perempuan terbagi menjadi tiga kekerasan, yaitu kekerasan langsung (terlihat), kekerasan struktural dan kekerasan kultural (tak terlihat). Masih banyak ditemukannya pelanggaran yang terjadi pada perempuan sehingga perlu adanya gerakan bagi perempuan seperti kaderisasi dan advokasi atas hak dari perempuan.

 

Cucu Saidah seorang pegiat difabel menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai makhluk yang memiliki otoritas sehingga dapat menentukan nasib dan keputusan, memiliki kapasitas dan kekuatan, dijamin haknya serta diakui keberadaannya. Valentina Wiji turut menambahkan cara pandang pada kelompok rentan (perempuan difabel) seharusnya mulai beralih dari cara pandang karitatif menuju cara pandang  pemberdayaan.

 

“Pemberdayaan perempuan difabel ada sesuatu yang tidak dapat ditawar maka partisipasi dalam setiap kebijakan dan program adalah suatu kewajiban”, jelas Cucu.

 

Sebelum semiloka berakhir, para peserta dibagi menjadi 5 kelompok yang menggali isu atau persoalan pada perempuan, salah satunya isu perempuan pekerja difabel dan ekonomi perempuan. Fasilitator pada kelompok ini Dody, Rahmi dan Mega dengan jumlah peserta kelompok 27 orang telah  merangkum temuan yakni pertama, minimnya lowongan pekerjaan di sektor formal sehingga saat ini banyak pekerja difabel perempuan yang bekerja di ranah informal. Upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini dengan diberikannya kesempatan perempuan difabel di sektor formal, tentu dengan persyaratan yang perlu dikaji ulang (batasan usia dan jenjang pendidikan) serta aturan ketenagakerjaan bagi difabel sesuai dengan undang-undang.

 

Kedua, masih banyak ditemukan perempuan difabel sebagai kepala keluarga sehingga menyebabkan beban ganda pada perempuan difabel. Upaya mengentaskan hal ini berupa fasilitas pelatihan peningkatan ekonomi sesuai dengan situasi dan kondisi. Tentu sangat diperlukan adanya program pelatihan yang berkelanjutan tidak hanya sebatas pada pemberian bekal pelatihan namun juga pendampingan saat pemasaran atau promosi.

 

Hasil diskusi dan temuan ini akan dicatat dan disampaikan pada Musyawarah Nasional Perempuan bulan depan. Langkah perubahan telah dilakukan oleh jejaring, mitra dan aktor perempuan difabel tentu diharapkan dapat berdampak pada penghormatan serta pemenuhan hak agar perempuan difabel selalu berdaya.[]

 

Reporter: Erfina

Editor     : Ajiwan Arief

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air