Views: 16
Solidernews.com – Berdasarkan data berjalan 2020 dari Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah difabel mencapai 22,5 juta atau sekitar 5% penduduk di Indonesia. Hal tersebut juga berdampak ketika terjadi bencana alam. Karena diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang rentan terjadi bencana alam dengan skala yang tinggi. Hal tersebut berdasarkan faktor letak Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik yang saling bertabrakan, sehingga memicu terjadinya gunung meletus, tsunami, maupun gempa bumi. Hal lain yang mendasari yaitu letak Indonesia yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan mempunyai dua musim sehingga menyebabkan sering terjadinya banjir, kekeringan, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Bencana alam adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh siapapun, karena akibatnya sangat dahsyat dan dapat menyebabkan kematian.
Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa difabel memiliki kemungkinan menjadi korban saat terjadi bencana alam sebesar empat kali lipat dibandingkan dengan kelompok nondifabel. WHO dan Bank Dunia juga mencatat salah satu akibat dari meningkatnya populasi difabel di dunia, termasuk juga di Indonesia, salah satu faktornya adalah dampak dari terjadinya bencana alam. Maka dari itu, kesadaran untuk mempelajari pentingnya mengetahui pengurangan resiko bencana sejak dini itu harus diterapkan. Terlebih pada difabel yang harus ikut terlibat di dalamnya. Salah satu lembaga yang memiliki keterlibatan untuk mengayomi difabel dalam upaya pengurangan resiko bencana inklusi adalah ASB.
Singkat Sejarah ASB
Airbeter Samariter Bund (ASB) atau Federasi Pekerja Samaria merupakan organisasi bantuan dan kesejahteraan sosial yang berasal dari Jerman dan memiliki keterlibatan dalam penyediaan layanan sosial, seperti layanan kesejahteraan sosial, perlindungan sipil, serta layanan penyelamatan. Organisasi ini berdiri di Jerman pada rentan tahun 1888-1909. ASB telah bekerja melalui 200 kantor cabang yang berada di Jerman dan 20 lainnya yang tersebar di luar negeri.
Sedangkan bila berbicara ASB Indonesia, cikal bakalnya adalah melalui kemitraan dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada saat terjadi gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006. ASB menjalin kerjasama dengan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis), pemerintah, akademisi, serta pemerintah di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. ASB juga memiliki komitmen untuk menerapkan solusi praktis dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang inklusif, seperti melalui jejaring Disability-inklusive Disaster Risk Reduction (DiDRR).
“Pada 2024 ini, ASB tengah melakukan program kerja yang kami singkat menjadi Seger Waras (Strengthening Local Climate-Sensitive and Universal WASH Capacities Using and Disseminating the Green Humanitarian Aid Approach). Program ini merupakan program ASB yang bertujuan untuk penguatan kapasitas lokal terkait Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) yang aksesibel, peka iklim, serta meningkatkan respons kemanusiaan yang ramah terhadap lingkungan,” Jelas Rani Sawitri, Training and Capacity Transfer Coordinator ASB Indonesia. Pada 13 Juni 2024, dalam acara Harlah PLD UIN Sunan Kalijaga.
Rani memaparkan muasal program ini dilaksanakan karena ASB melihat seluruh wilayah kerjanya rawan dengan bencana hidrometeorologi akibat wilayahnya berada di dekat perairan. Hal itu menyebabkan banyak terjadi banjir di semua wilayah kerja ASB. Disaat yang bersamaan juga terdapat wilayah yang mengalami kekeringan hingga mengakibatkan kurangnya pasokan air bersih. Contoh kasusnya yaitu di Kabupaten Magelang, pada tahun 2022 banyak terjadi longsor dan angin kencang. Menurut BPBD, sebanyak 301 kejadian tanah longsor dan sebanyak 266 terjadi angin topan.
Namun disisi lain tepatnya di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta sering mengalami kurangnya pasokan air bersih. BPBD Gunung Kidul memaparkan data, bahwa sebanyak 10.000 KK di tujuh kecamatan yang mengalami krisis tersebut. Selain itu di daerah Girisubo sering terjadi longsor dan banjir. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka dari itu ASB membuat program Seger Waras ini.
DiDRR Sebagai Penguat Organisasi Difabel
DiDRR merupakan kerjasama dari organisasi-organisasi kesejahteraan sosial dengan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD). Tujuan utamanya adalah untuk mengayomi dan melibatkan difabel dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Organisasi ini berupaya untuk memastikan para difabel mendapatkan akses informasi mengenai bencana yang cukup memadai. Melalui upaya tersebut, diharapkan kebijakan Pengurangan Resiko Bencana menjadi lebih inklusif, adil, dan efektif.
Selain diciptakannya DiDRR tersebut, banyak upaya lain yang telah dilakukan ASB dalam Pengurangan Resiko Bencana inklusif. Seperti dikutip dari laman resmi ASB Indonesia, mereka telah melakukan upaya untuk membentuk lingkungan inklusif bagi para difabel dan membuat program peer visit sebagai upaya untuk menguatkan inklusi difabel dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Inklusif.
“Kami telah melakukan beberapa langkah guna meningkatkan inklusifitas dalam persoalan mitigasi bencana. Pada konteks Pengurangan Resiko Bencana (PRB) inklusif, Salah satu hal yang kami lakukan adalah memberikan edukasi kepada sekolah-sekolah SLB, Sekolah Inklusif, dan pihak-pihak terkait, dengan memberikan buku, alat peraga, juga metode pembelajaran lainnya, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus atau kebutuhan pihak terkait,” tutur Rani.
ASB Bangun Lingkungan Sosial Inklusif
Langkah ASB untuk mewujudkan Inklusi sosial ini dibentuk dengan mengedepankan konsep adil. Artinya, semua lapisan masyarakat baik difabel maupun nondifabel memiliki hak yang setara dalam penanggulangan bencana. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir korban bencana terutama bagi difabel.
Inklusi sosial ini diupayakan agar difabel dapat terlibat dalam proses perencanaan kebijakan mengenai kebencanaan. Mereka tidak hanya diberikan informasi secara teori saja, tetapi dilibatkan langsung untuk mempraktikkan kebijakan tersebut. Para difabel wajib diikutsertakan dalam praktik mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Mereka juga perlu untuk difasilitasi memberikan saran atau pendapat terkait kebijakan dalam kebencanaan tersebut.
Peer Visit Sebagai Langkah Kesetaraan dan Keterlibatan
Peer visit ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan program yang diterapkan dalam Pengurangan Resiko Bencana dengann melakukan pembelajaran dari organisasi yang telah lebih dulu melakukannya. Atau lebih mudahnya seperti melakukan evaluasi pembelajaran. Peer visit menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa negara di Asia yang tergabung dalam program tersebut dan diwakili oleh beberapa organisasi yang telah bekerjasama. Seperti ASB Indonesia & The Philippines, Centre for Disability in Development (CDD) Bangladesh, serta Malteser International Myanmar. Ketiganya saling mempelajari praktik baik yang telah dilakukan oleh masing-masing organisasi, terutama yang berkaitan dengan upaya pengurangan resiko bencana yang lebih inklusif, juga supaya perencanaan program inklusi ini dapat lebih optimal pada program-program selanjutnya.
Dalam praktiknya, ASB juga turut melibatkan rekan-rekan difabel. Dilansir dari website resmi ASB Indonesia, mereka melibatkan tiga orang difabel. Terdiri dari dua orang difabel fisik dan satu orang difabel netra. Tujuan dilibatkannya difabel adalah untuk mendengar keresahan dan kegelisahan yang mereka alami secara langsung. Dengan adanya pendapat yang disampaikan oleh rekan-rekan difabel ini tentunya agar menjadikan program yang dijalankan kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.
“Dalam perjalanan kami sejak 2006, sudah banyak hal yang ASB Indonesia lakukan terkait kesetaraan hak untuk mendapatkan pendidikan mitigasi bencana bagi difabel dengan segala ragamnya. Sekarang kami juga tidak hanya menjadikan difabel itu sebagai objek. Melainkan juga menaruh mereka sebagai subyek/pelaku untuk bersama-sama membangun inklusifitas dalam wacana pengurangan resiko bencana inklusif,” jelas Rani.
“Pada keterlibatan rekan difabel ini, tentu ASB Indonesia tidak serta-merta melibatkan tanpa persiapan. Melainkan training, pendidikan, dan pembekalan, kami berikan kepada para rekan difabel yang tergabung dengan kami. Hal itu dapat diperuntukkan menjadi pemateri, penyuluh, rekan pendidik, dan sebagainnya,” pungkasnya.[]
Reporter: Ajeng Safira
Editor : Ajiwan Arief
Daftar Pustaka
Muhammad Jaffar Rachmaditya dkk, “Aktualisasi Arbeiter Samariter Bund dalam Bidang Pengurangan Risiko Bencana Inklusif di Provinsi Jawa Tengah,” Journal of International Relations, Volume 8, Nomor 4, 2022, hal 644-658.
ASB Jerman, “Bantuan dan Kesejahteraan,” https://www.asb.de/en/relief-and-welfare, diakses pada tanggal 5 Agustus 2024.
ASB Indonesia dan The Philippines, “Tentang Kami,” https://www.asbindonesia.org/id/tentang-kami/, diakses pada tanggal 2 Agustus 2024.
ASB Indonesia dan The Philippines, “Inklusi Sosial Disabilitas dalam Kebencanaan,” https://www.asbindonesia.org/id/news-and-stories/inklusi-sosial-disabilitas-dalam-kebencanaan/, diakses pada tanggal 4 Agustus 2024.
ASB Indonesia dan The Philippines, “Peer Visit: Langkah Menguatkan Inklusi Disabilitas pada Pengurangan Risiko Bencana,” https://www.asbindonesia.org/id/news-and-stories/peer-visit-langkah-menguatkan-inklusi-disabilitas-pada-pengurangan-risiko-bencana/, diakses pada tanggal 4 Agustus 2024.
BPBD Klaten, “Mitigasi Bencana bagi Penyandang Disabilitas,” https://bpbd.klaten.go.id/mitigasi-bencana-bagi-penyandang-disabilitas, diakses pada tanggal 2 Agustus 2024.
Kemensos RI, “Kemensos Dorong Aksesibilitas Informasi Ramah Penyandang Disabilitas,” https://kemensos.go.id/kemensos-dorong-aksesibilitas-informasi-ramah-penyandang-disabilitas, diakses pada tanggal 4 Agustus 2024.