Views: 13
Solidernews.com – Berlatar belakang pentingnya hak reproduksi bagi perempuan difabel psikososial dan banyak yang mengkhawatirkan, apalagi saat hamil obat psikiatri disarankan tidak untuk dikonsumsi, maka Perkumpulan Jiwa Sehat (PJS) mengadakan webinar yang dilaksanakan dalam memperingati hari perempuan sedunia belum lama ini. Saat isu yang paling fundamental bagi perempuan di dunia adalah tentang hak reproduksi. Demikian dikatakan oleh Yeni Rosa Damayanti, Ketua PJS.
Dr.dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ (K) yang menjadi narasumber pada webinar menjelaskan tentang efek samping psikofarmaka pada perempuan dengan gangguan mental. Psikofarmaka adalah obat yang bekerja di otak dan digunakan bagi pasien skizofrenia, bipolar, dan gangguan cemas. Menurutnya pada orang dengan gangguan mental atau orang dengan difabel psikososial seringkali terjadi kekambuhan (relaps) saat kehamilan. Efek samping obat tidak hanya kepada ibu tetapi juga anak/bayi/janinnya. Data keamanan nominal (angka) ibu hamil yang mengalami kekambuhan sering tidak dimasukkan dalam penelitian karena terkait etika. Menurut penelitian
efek samping psikofarmaka sering terjadi pada perempuan yang mengalami sindrom metabolik.
Sebagaimana diketahui terkait gangguan mental atau gangguan yang bermakna pada kognisi, regulasi emosi, atau perilaku disebabkan oleh faktor keturunan, virus, toksin, nutrisi, trauma persalinan, pengalaman, stress dan lingkungan. Ada pula faktor stressor yang dialami terutama saat kanak-kanak, Juga faktor genetika dan lingkungan, juga adanya kekerasan pada masa anak (fisik, seksual, verbal ditambah faktor genetik). Akibatnya lantas terjadi perubahan menetap pada sel syaraf terhadap stressor meningkat (stressor relatif ringan).
Adapun sumber stress pada perempuan biasanya adalah perkawinan, perceraian, pekerjaan, penyakit, dan bencana alam. Stressor berkepanjangan (kronik) menyebabkan gangguan dengan fisik dan mental. Gangguan secara fisik erat kaitannya dengan penyakit gerd, darah tinggi, kencing manis, dan sakit kepala. Akibat stress juga bisa menyebabkan mudah lupa, skizofrenia, fobia, cemas, depresi, dan insomnia.
Selama ini psikofarmaka pada perempuan adalah antipsikotik generasi pertama dan kedua. Beberapa faktor terjadi yakni : penelitian kurang, kehamilan yang tidak direncanakan cukup tinggi, sering menggunakan obat multiple teratogenic .
Obat untuk skizofrenia ada beberapa catatan ; 1. Disarankan untuk tidak memberikan obat psikotik pada perempuan hamil terutama trimester 1. 2. Deteksi dengan pemeriksaan USG yang rutin dilakukan hingga terminal, 3. Diberikan asam folat untuk mencegah defek tabung neuro pada trimester 1. 4.
Gejala gangguan jiwa biasa di trimester 1, 5. Tidak adanya antipsikotik generasi 2 meningkatkan risiko malformitas atau
Olanzapin dan klozapin B perempuan dan bayi naik, 6. Teratogenic dan rematik tinggi, 7. Gangguan pada otot karena putus obat sebab menghentikan obat harus bertahap. 8. Kekambuhan sering terjadi pada post partum. 9. ASI sumber nutrisi terbaik. Dr. dr.Nurmiati Amir memberi kesimpulan bahwa psikofarmaka perlu saat hamil dan melahirkan
Dr. dr. Hervita Diatri, Sp, KJ yang juga menegaskan apa yang telah disampaikan narasumber sebelumnya bahwa pengobatan berfokus pada perempuan dengan gangguan jiwa. Meski hak perempuan untuk bereproduksi namun hak tidak berdiri sendiri sebab manusia (perempuan ) mempunyai hak integritas tetapi karena situasi hidup tidak sedang baik-baik saja, maka alangkah bijak bila berbicara dengan pasangan misalnya bagaimana penggunaan alat pengaman demi agar tubuh berfungsi dengan baik. Menurut dr. Hervita, ketika berbicara tentang melahirkan, maka perempuan jadi sumber pemenuhan hak asasi anak yang dilahirkan jadi keluarga juga terkait bagaimana perempuan dengan disabilitas psikososial melakukan perawatan pada dirinya secara fisik dan mental sebenarnya adalah upaya untuk memenuhi hak anak dan keluarganya.
Dr.dr. Hervita menambahkan jika mengikuti referensi-referensi, perempuan rentan mengalami gangguan jiwa. Bahkan angkanya cukup besar, 1:5 perempuan alami cemas, tidak jauh dari laki-laki yang alami skizofrenia dan bipolar.Demensia jadi lebih pada perempuan.Ide mengakhiri hidup perempuan punya risiko dua kali lebih daripada laki-laki. Perempuan alami gangguan makan, stress pasca trauma, juga alami kerentanan 2x daripada laki-laki. Karena perempuan rentan alami kekerasan dan juga sebagai populasi yang sering terabaikan di dalam kondisi darurat terutama saat bencana. 19% perempuan bisa memiliki gangguan depresi, kecemasan. Jadi kerentanan itu ada, terbilang dari wanita usia subur maupun yang hamil dan melahirkan.
Referensi lain mengatakan bahwa 68% perempuan dengan gangguan jiwa/psikososial hamil ketika terapi depresan akan mengalami kekambuhan. Sehingga bisa dikatakan perempuan psikososial punya sekian banyak hal untuk bisa dipenuhi saat hamil. Tapi di satu sisi penghentian terapi akan menyebabkan kambuh. Pada bipolar, angka kekambuhan juga cukup tinggi sama seperti pada depresi. Pada psikosis juga bahkan tidak dalam kondisi tidak kambuh pun angka meninggi.
Risiko bisa terjadi juga pada janin dan bayi serta saat pengasuhan bayi. Bila perempuan psikososial memiliki gangguan jiwa sebaiknya memang tetap menjalani proses terapi psikofarmaka secara optimal. Ada banyak cerita risiko janin juga bayi serta ketika disusui ibunya dan minum obat.
Antidepresan ada yang aman. Namun tidak tersedia di setiap fasilitas kesehatan terutama yang primer. Sebab ibu hamil akan mengakses ke fasilitas kesehatan yang terdekat saja seperti bidan dan puskesmas hanya memiliki risiko/hambatan yang mengakses rumah sakit besar sehingga nanti terlambat dipahami.
Dr. dr. Hervita menambahkan obat bukan satu-satunya. Minum obat tanpa dukungan yang lainnya juga sulit. Ini bukan saja minum obat dan tidak minum obat. Meskipun minum obat tetapi situasi di sekitar dominan maka obat tidak terlalu efektif. Maka untuk mengantisipasinya bisa dengan mengikuti komunitas dan melakukan kerja sama misalnya PJS, Bipolar Care dan Mother Hope Indonesia. Aktivitas fisik ibu hamil harus terus dijaga.
Beberapa hal harus dilakukan oleh perempuan dengan disabilitas psikososial yang memiliki keinginan hamil : 1. Menyediakan dan memilih tempat terapi, 2.Melakukan pemantauan berkala, fisik dan mental, 3. Melaporkan bisa ada yang dirasa ada efek obat, 4. melaporkan bila ada gejala kondisi psikososial yang berubah, 5. Belajar merawat diri bagi janin, bayi dan keluarga.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan