Views: 6
Solidernews.com,Bantul- Anggaran yang diberikan untuk pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah sama. Padahal tidak semua TPS membutuhkan bidang landai (runp) karena belum tentu di daerah tesebut ada pemilih difabel, sehingga sampai saat ini tidak ada alokasi anggaran untuk pembuatan ramp di sebuah TPS. Kalau misalnya ada sebuah TPS yang membuat ramp dengan mengambil anggaran dari TPS, maka nanti akan kesulitan dalam pembuatan Surat Pertangung Jawaban (SPJ). Hal ini akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat dilakukan pemeriksaan.
Demikian jawaban dari Idah Mutiara, perwakilan dari Komisi Pemilihan Umum DIY dalam acara pendidikan politik bagi kelompok difabel. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bantul. Adapun peserta yang terlibat dalam kegiatan ini adala para difabel Bantul, perwakilan dari berbagai komunitas yang ada dan tersebar di semua kapanewon, yang berjumlah 50 orang baik laki-laki atau perempuan. Kemudian tempat yang digunakan untuk kegiataan ini adalah Aula Balai Kalurahan Sumberagung, Kapanewon Jetis.
“Salah satu cara untuk mewujudkan TPS aksesibel adalah dengan kearifan lokal. Misalnya dengan mendekati dukuh setempat untuk mengadakan gotong royong dalam pembuatan ramp. Tentunya kalau yang memerintahkan dukuh setempat pasti lebih mudah”, demikian tambah Muhamad Rifki Nugroho, perwakilan dari Badan Pengawas Pemulu (Bawaslu), yang menjadi salah satu pembicara mendampingi Mutiara dan Bambang Eka Cahya.
Pendidikan politik yang bertema Partisipasi Bermakna Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Umum Seretak tahun 2024 ini, juga menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi yaitu, Bambang Eka Cahya yang sehari-hari berprofesi sebagai dosen tetap di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Menanggapi permasalahan difabel seputar TPS yang tidak aksesibel, sehingga menyulitkan difabel untuk tidak menggunakan hak piihnya ini, maka Dia menyarankan agar petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) untuk datang ke rumah pemilih difabel yang tidak dapat kesulitan pergi ke TPS. Memang seara konstitusi tindakan ini tidak di atur dalan undang-undang Pemilu, tetapi hal ini pernah dia lakukan ketika menjadi pengawas Pemilu di daeerah Bangli, salah satu daerah di Propinsi Bali.
Eka, sapaan akrap dari Bambang Eka Cahya menambahkan bahwa, ketika itu ada salah satu TPS yang letaknya sebuah tempat yang tinggi seperti bukit. Jangankan difabel orang nondifabel yang mempunyaii fisik lebih kuat saja merasa kelelahan untuk menjangkau TPS tersebut. Kemudian Eka meminta kepada petugas KPPS untuk melakukan penyemputan suara ke rumah difabel yang tidak mampu menjangkau TPS tersebut. Dan pada akhirnya petugas KPPS turun ke bawah dengan membawa kotak suara Pemilu.
Suara diabel Bantul
Salah seorang peserta menyampaikan pengalamannya setiap datang ke TPS Ketika diadakan Pemilu sebelumnya, Dia menyampaikan biasanya tempat yang digunakan untuk TPS itu memang tidak aksesibel seperti di sebuah Joglo yang banyak terdapat anak tangga, selain itu petugas KPPS yang ada juga kurang peka, sehingga ketika ada difabel yang mau menggunakan hak pilihnya juga tidak dibantu untuk munuju ke TPS tersebut. Oleh karena itu dia berharap agar pemikiran dari para petugas KPPS ini di ubah oleh penyelenggara pemilu di tingkat paling bawah yaitu KPPS.
Selain itu Jayadi selaku moderator yang juga salah seorang difabel di Kabupaten Bantul menyampaikan bahwa dalam pilkada tahun 2020 kemarin, juga ada petugas KPPS yang datang ke rumah-rumah difabel berat untuk melakukan pemunguntan suara. Peristiswa tersebut terjadi di daerah Potorono Kapanewon Banguntapan, Tentukna hal tesebut dapat menginspirasi para petugas KPPS di tempat lainnya.[]
Reporter: Dwi Windarta
Editor : Ajiwan Arief