Views: 10
Solider.id, Yogyakarta. Hampir semua wilayah daratan mengalami lebih banyak hari terik dan gelombang panas. Kondisi ini diawali pada 2020. Tahun ini menjadi salah satu tahun terpanas yang pernah tercatat. Kondisi tersebut merupakan salah satu efek dari perubahan iklim (climate change).
Suhu yang lebih tinggi, dapat meningkatkan penyakit yang berhubungan dengan panas. Karena hal tersebut, orang menjadi lebih sulit bekerja dan beraktivitas. Kebakaran hutan lebih mudah terjadi dan lebih cepat menyebar ketika kondisi lebih panas.
Perubahan suhu juga menyebabkan perubahan curah hujan. Akibatnya, badai terjadi lebih sering dan lebih hebat sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor. Menghancurkan rumah dan masyarakat. Sehingga menimbulkan kerugian yang tak terhitung nilainya.
Perubahan iklim juga berdampak pada air semakin langka di berbagai daerah. Berakibat kekeringan, yang memicu badai pasir dan debu yang merusak. Gurun bertambah luas. Sehingga mengurangi lahan tanaman pangan. Karenanya, dunia menghadapi ancaman terjadinya kekurangan air yang terus-menerus.
Perubahan iklim (climate change) tersebut terjadi di berbagai belahan dunia, tanpa kecuali Indonesia. Perubahan suhu bumi beresiko mengubah iklim. Lebih drastis perubahan itu akan dirasakan pada 2050 mendatang. Efeknya bisa lebih parah, dan anak-anaklah yang paling berisiko merasakannya.
Difabel terdampak buruk
Mau tidak mau edukasi harus dimulai. Pendidikan dapat menjadi pintu masuk bagi anak-anak mengenali situasi dan risiko dari perubahan iklim. Edukasi bagi para siswa, tanpa kecuali siswa dengan difabilitas, apakah di sekolah khusus maupun sekolah regular (inklusi), perlu diagendakan. Penting, sedari dini anak-anak difabel mendapatkan pemahaman terkait climate change. Apa itu perubahan iklim, penyebab, dampak, serta bagaimana pencegahannya.
Studi menunjukkan bahwa, pendidikan lingkungan yang berkualitas dapat meningkatkan kesadaran iklim. Bukan hanya terhadap anak-anak. Tapi juga sampai “menular” ke orang tua dan keluarga mereka. Peran ini krusial, terutama bagi Indonesia, yang hanya 47 persen penduduknya percaya bahwa pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia.
Dilansir dari TEMPO.CO, Perubahan iklim memiliki pengaruh terhadap kelompok rentan, salah satunya difabel. Penelitian organisasi Christian Blind Mission atau CBM Global menunjukkan lebih dari 20 persen, dampak buruk perubahan iklim dirasakan oleh populasi orang dengan difabilitas.
Dampak tersebut mulai dari isu ketahanan pangan. Sebagaimana terjadi di Madagaskar. Sehingga tanggap darurat perlu melibatkan kebijakan di Bangladesh. Demikian disampaikan Mary Keogh, Disability Inclution Director CBM Global. Adapun dari Podcast BBC, Oktober 2021, dari semua implikasi perubahan iklim, penyandang disabilitas (difabel) selalu mengalami dampak terburuk.
Penyebab climate change
Laudia Tysara dalam artikelnya menuliskan bahwa, kini banyak orang yang semakin tak menghiraukan penyebab pemanasan global. Padahal dampak dari pemanasan global di bumi semakin terasa. Bagi beberapa orang yang menyadari, perubahan tersebut amat sangat menyiksa.
Kebanyakan penyebab pemanasan global ini berasal dari kegiatan manusia. Misalnya saja seperti berbelanja, berkendara, produksi tekstil, dan masih banyak lagi lainnya. Kegiatan tersebut bukan berarti tak boleh dilakukan, tetapi seharusnya bisa lebih dibatasi.
Bumi sudah mulai menua, begitu pun lapisan atmosfir yang bertugas melindungi bumi. Di sinilah, sedari dini, difabel harus mengetahui penyebab pemanasan global.
Bahkan NASA sudah mengumumkan prediksinya melalui dataset. Menurutnya bumi akan mengalami perubahan iklim besar-besaran. Perubahan ini akan terjadi dalam waktu 79 tahun lagi jika dihitung dari tahun 2021, tepatnya tahun 2100. Kondisi ini terjadi karena lapisan karbondioksida di atmosfir sudah mencapai angka sangat tinggi, yakni 935 part mer million.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan penyebab perubahan iklim global secara langsung atau tidak dipengaruhi aktivitas manusia. Sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami, pada periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Perubahan iklim telah mengacaukan keseimbangan suhu bumi dan memiliki efek luas pada manusia dan lingkungan. Dapat dibuktikan secara statistik bahwa penyebab perubahan iklim karena pemanasan global, salah satunya akan meningkatkan kemungkinan kejadian cuaca ekstrem. *** [harta nining wijaya]