Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Alfability: Mencari Celah Dari Kemampuan Yang Berbeda

Views: 5

Solidernews.com – Alfamart adalah salah satu jaringan ritel minimarket terbesar di Indonesia yang dikelola oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Didirikan pada tahun 1999, Alfamart menaruh fokus pada kenyamanan, harga yang kompetitif, dan lokasi strategis, sehingga mudah diakses oleh konsumen di berbagai daerah. Selain bisnis ritel, Alfamart juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial, seperti pemberdayaan masyarakat, pendidikan, dan inklusi tenaga kerja, termasuk juga bagi pekerja difabel. Hingga saat ini, Alfamart memiliki ribuan gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, Alfamart pun berusaha untuk memberi kesempatan bekerja bagi para pekerja difabel melalui program yang diberi nama Alfability. Sejak memulai program Alfability ini di tahun 2016, Alfamart disebut-sebut telah mempekerjakan lebih dari 1.200 karyawan difabel hingga akhir tahun 2023. Para pekerja difabel ditempatkan di berbagai posisi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Posisi yang ditawarkan pun beragam mulai dari penempatan tugas kerja bagian pertokoan, pergudangan sampai dengan perkantoran.

Oleh karena beberapa praktik baik itu, Alfamart telah menerima berbagai penghargaan sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja serta ketaatan atas perundang-undangan yang berlaku. Salah dua dari penghargaan yang pernah diterima Alfa adalah penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI pada tahun 2019 dan penghargaan Fortune Indonesia Change the World Award pada tahun 2023.

Sayangnya, sampai dengan sekarang, solidernews belum dapat menemukan pekerja difabel Alfamart yang dapat dijadikan narasumbeer, untuk menggali lebih dalam kondisi nyata dari proses perekrutan dan juga penerimaan program Alfability. Tetapi terbukanya Alfamart bagi pekerja difabel ini tentu menjadi angin segar bagi masyarakat difabel, mengingat jumlah gerai Alfamart yang menjamur dan lokasinya yang menjangkau sebagian besar kota kabupaten di Indonesia.

Permasalahan minimnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat difabel di Indonesia, sampai dengan sekarang, masih menjadi keresahan banyak pihak. Baik itu individu difabel, keluarga difabel, organisasi difabel dan juga pemerintah. Kualitas pendidikan yang berusaha untuk ditingkatkan, tentu saja harus sejalan dengan ketersediaan lapangan kerja bagi siswa dan mahasiswa difabel yang lulus dari sekolah atau universitasnya masing-masing. Kurangnya kepercayaan dari pemilik lapangan kerja menjadi salah satu faktor utama dari ketersediaan lowongan yang terbatas.

Stigma negatif pada individu difabel, yang terlanjur berakar kuat di benak masyarakat membuat mungkin saja, banyak pemilik lapangan pekerja enggan memberi kesempatan pada pekerja difabel. Difabel kerap dianggap tak mampu beraktivitas secara mandiri dan hanya akan memperlambat proses produksi di dalam perusahaan. Anggapan-anggapan itu juga mungkin saja lahir dari proses pengenalan pada individu difabel yang dilakukan oleh perusahaan, yang tidak menyeluruh.

Contoh saja seperti pekerja dengan kondisi difabel netra total, yang harus meraba jalanan dengan tongkat atau harus didampingi oleh orang lain untuk bermobilitas di luar ruangan. Pemilik lapangan kerja yang melakukan asesmen tanpa memiliki pengetahuan mumpuni mengenai kemampuan orientasi mobilitas (OM) yang biasanya dimiliki oleh difabel netra, memiliki kemungkinan besar untuk menyimpulkan bahwa keputusan menerima pekerja difabel netra total adalah keputusan yang merugikan perusahaan mereka. Karena pekerja difabel netra ini mesti dibimbing setiap saat dan diarahkan untuk semua hal yang akan dilakukannya.

“Dulu pas awal saya pikirnya, gimana ini orang mau kerja? Jalan sendiri tanpa diarahkan saja tidak bisa, apalagi jadi CS. Angkat telepon dan melayani pelanggan yang datang dengan banyak pertanyaan, banyak keluhan,” ungkap Afriani Amri (HRD di salah satu perusahaan swasta yang tak ingin disebutkan identitas perusahaannya) pada sesi wawancara yang dilakukan oleh solider, Kamis 5 Desember 2024.

Kurangnya pengetahuan masyarakat luas, khususnya pemilik lapangan pekerjaan terkait kemampuan berbeda yang dimiliki oleh difabel, serta cara-cara yang dapat digunakan oleh difabel untuk mensiasati bagian tubuhnya yang tak berfungsi ini membuat kesempatan yang tersedia bagi pekerja difabel pun semakin menipis.

Padahal, hak bekerja bagi masyarakat difabel sebenarnya tertulis jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, tepatnya pada pasal 53 ayat (1) yang berbunyi: Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah wajib mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 2% dari jumlah pegawai atau pekerja. Dan pada pasal 53 ayat (2): Perusahaan swasta wajib mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 1% dari jumlah pegawai atau pekerja.

Kembali lagi menyoroti program Alfability yang digagas oleh Alfamart, pertanyaan yang kemudian penting untuk dilontarkan adalah sejauh apa Alfamart menerima perbedaan para pekerja difabel? Apakah Alfamart benar-benar telah menerima pekerja difabel tanpa stigma, dan bisa menjadi salah satu jawaban dari kebingungan ingin bekerja di mana yang kerab menghantui masyarakat difabel?

Dalam talk show yang diadakan oleh jaringan organisasi difabel Sulawesi Selatan untuk merayakan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2024, turut pula diundang Alfamart sebagai salah satu perusahaan swasta yang terdengar cukup aktif membuka lowongan pekerjaan bagi difabel. Dalam kesempatan tersebut, Alam perwakilan dari Alfamart berbagi narasi-narasi terkait program Alfability. Komitmen Alfamart untuk memberi kesempatan bagi pekerja difabel, sistematika pendaftaran dan juga tantangan sampai dengan hambatan yang terjadi di lapangan. Poin yang disampaikan cukup jelas. Bahwa Alfamart sampai dengan sekarang, masih dan akan terus berusaha untuk patuh pada perundang-undangan dan tetap menjalankan misi sosial mereka, yaitu lewat cara memberi kesempatan pada siapa saja untuk bekerja.

“Tapi apakah lowongan pekerjaan di Alfa ini tidak terbatas pada ragam difabel tertentu?” Tanya Daeng Maliq, selaku moderator pada talk show yang diadakan pagi hari, Selasa 3 Desember 2024 tersebut.

“Ya, tidak. Kami menerima semua ragam difabel tanpa terkecuali. Indikator kami itu terletak pada kualitas individu, bukan pada kondisi fisiknya. Kami juga pernah ada pengalaman, buka lowongan, terus yang daftar itu lowvision. Kondisinya, dia itu lebih bisa jelas melihat di bawah pencahayaan yang eremang-remang. Sementara kan gerai kami itu terang, ya. Harus terang. Jadi kami cari jalan keluar untuk dia. Kan ada posisi lain juga,” jawab Alam..

Alfamart telah memulai langkah dan niat baik, menerima difabel untuk bekerja di dalam perusahaan mereka. Segala kekurangan berupa pengetahuan pihak perusahaan mereka yang terbatas dan lain sebagainya mungkin saja terjadi, dan tentu pernah terjadi. Tapi setidaknya mereka sudah memulai. Organisasi difabel kemudian harus mengambil peran untuk melakukan pengawasan, agar dapat memastikan proses penerimaan pekerja difabel yang dilakukan oleh Alfamart dan juga seluruh penyedia lapangan kerja lainnya sudah sesuai dengan prinsip-prinsip inklusi yang diperjuangkan oleh masyarakat difabel di Indonesia.[]

 

Reporter: Nabila May

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content