Views: 19
Solidernews.com – Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Eco Bhineka menyelenggarakan pelatihan dan workshop Kehumasan serta Media selama tiga hari ke pada (19-21/8) secara daring, menghadirkan 69 peserta dari berbagai daerah untuk memperkuat kapasitas komunikasi organisasi sekaligus mengarusutamakan partisipasi para difabel. Kegiatan ini berlangsung pada 19–21 Agustus 2025. Berbagai perwakilan Hidimu (Himpunan Difabel Muhammadiyah) dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Lampung, dan Jakarta, serta representasi Aisyiyah, Majelis Ekonomi, Majelis Diktilitbang, dan MDMC tak ketinggalan menghadiri kegiatan ini
Kegiatan ini dirancang sebagai rangkaian workshop interaktif: penyusunan Terms of Reference atau kerangka acuan bersama, pelatihan praktik humas, dan evaluasi melalui post-test. Penyelenggara memastikan aksesibilitas selama pelatihan dengan menyediakan juru bahasa isyarat dan mekanisme partisipasi aktif bagi peserta difabel langkah yang menurut panitia penting untuk menjadikan proses pelatihan benar-benar partisipatif, bukan sekadar simbolis.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ayahda Izzul Muslimin, membuka kegiatan dengan menggarisbawahi urgensi peningkatan kapasitas komunikasi organisasi. “Organisasi persyarikatan perlu kapasitas berkelanjutan untuk memperluas kebaikan melalui media, termasuk warga difabel,” ujarnya singkat, menegaskan bahwa kemampuan komunikasi yang baik menjadi prasyarat agar pesan organisasi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dari perspektif komunitas difabel, pelatihan ini mendapat apresiasi karena menempatkan difabel sebagai bagian dari proses perencanaan. Ketua Himpunan Difabel Muhammadiyah Pusat menilai langkah Eco Bhineka selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan menuntut agar keterlibatan difabel dimulai sejak perumusan program. “Partisipasi difabel sejak awal — dari penyusunan ToR hingga pelaksanaan — mempercepat pengarusutamaan inklusi,” katanya.
Ketua Eco Bhineka, Hening Parlan, mengatakan tujuan praktis pelatihan adalah meningkatkan kualitas layanan informasi Muhammadiyah dengan memperhatikan beragam kebutuhan audiens. Dalam praktiknya, menurutnya, masukan yang dikumpulkan lewat post-test menjadi bahan penting untuk memperbaiki desain program dan materi pelatihan agar lebih mudah diakses dan lebih menggugah publik.
Penyelenggara melaporkan interaksi yang kuat antara fasilitator dan peserta selama sesi-sesi praktik; peserta tidak hanya menerima materi teoretis tetapi juga berlatih menyusun pesan, menyiapkan konten media, dan merancang strategi komunikasi yang inklusif. Metode partisipatif yang dipilih panitia—termasuk dialog awal dengan perwakilan difabel saat merancang agenda—dipandang sebagai salah satu faktor yang membuat pelatihan berjalan kondusif.
Kegiatan ini ditempatkan dalam konteks upaya Muhammadiyah menerjemahkan semangat “berkemajuan” dengan menjadikan akses informasi sebagai bagian dari hak publik. Panitia berharap model kerja Eco Bhineka menjadi etalase inklusi yang dapat ditiru unit-unit persyarikatan lain, sehingga produk komunikasi organisasi tidak hanya efektif tetapi juga adil dalam menjangkau masyarakat luas.
Meski panitia mencatat sejumlah indikator awal keberhasilan—seperti antusiasme peserta dan rekomendasi perbaikan desain program—mereka menegaskan perlunya tindak lanjut berkelanjutan agar perubahan struktural, bukan hanya pelatihan sekali jalan, benar-benar terjadi. Dengan demikian, pelatihan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju praktik kehumasan Muhammadiyah yang lebih responsif terhadap keragaman kebutuhan warga persyarikatan, termasuk para difabel.[]
Reporter: Andi Syam
Editor : Ajiwan






