Views: 15
Solidernews.com – Banyak talent yang lahir dari proses audisi pencarian bakat. Ajang kompetisi ini mulai dirasakan sebagai salah satu pembuka jalan bagi mereka yang memiliki karya, baik dari masyarakat umum maupun difabel.
Namun, seberapa besar peluang dan kesempatan yang diberikan kepada masyarakat difabel di tanah air dari ajang pencarian bakat yang ada?
Di Indonesia juga banyak ajang pencarian bakat yang meliputi bidang seni, seperti musik dengan ragam genre, baik untuk anak maupun remaja hingga dewasa. Bidang skill, seperti memasak dan komedi. Bidang religi dari kompetisi untuk anak hingga remaja dewasa, dal lainnya.
Masih sangat langka masyarakat difabel mengikuti beragam ajang pencarian bakat tersebut. Bahkan bagi mereka para difabel yang berani tampil pun, sangat jarang yang jadi juara, apalagi menjadi dikenal masyarakat umum karena kemampuannya dalam berkompetisi.
Lebih miris lagi, terkadang penampilan mereka sering diiringi dengan narasi mengharukan sehingga membuat audiens yang menyaksikan secara langsung maupun melalui media elektronik dibuatnya meneteskan air mata.
Belajar kesetaraan dan penghormatan dari ajang pencarian bakat internasional
Perjalanan Ariani Nisma Putri di ajang pencarian bakat di Amerika 2023 kemarin sangat memberikan banyak kesan dan pesan bagi masyarakat di tanah air.
Pada sebuah percakapannya, Putri menyampaikan perbedaan kompetisi di luar dan di dalam negeri. Ia memberikan gambaran, ajang pencarian bakat di luar negeri sudah bukan lagi berasa kompetisi sebab setiap kontestan saling mendukung dan berbagi pengalaman selain menunjukan bakat mereka.
Bahkan tidak ada perlakuan keistimewaan dari penylenggara yang diberikan kepada kontestan difabel. Semua diperlakukan sama, mulai dari aturan hingga hak dan kewajibannya selama mengikuti audisi.
‘Ya meskipun jalur undangan tetap saja audisinya sama, gak ada keisimewaan apapun,’ ungkapan ini yang sempat disampaikan Putri pada publik.
Dari banyak sumber mempublikasikan, ajang pencarian bakat America’s Got Talent 2023 yang baru usai akhir September ini menjadi contoh bagaimana masyarakat difabel yang memiliki talenta dapat ikut serta berkompetisi dengan setara.
Selain Putri Ariani finalis AGT dari Indonesia, ternyata masih ada dua finalis lainnya yang juga difabel.
Putri Ariani difabel Netra yang tampil selain bernyanyi juga bermain pioano dengan membawakan lagu yang dibuatnya sendiri. Ia mengakui, awalnya kondisi fisiknya lah yang lebih dikenal oleh masyarakat. Namun kini, banyak yang mengenal Putri sebagai seorang musisi ketimbang kedifabelan yang dimilikinya.
Mengikis stigma di masyarakat memalui unjuk prestasi
“Aku merasa sudah tak ada batas lagi antara diriku dengan orang-orang. AGT mendobrak batas itu,” terang Putri Ariani dalam bahasa Inggris, mengutip kanal YouTube The Buzz.
Finalis AGT lain yang juga difabel yaitu Lavender Darcangelo yang juga meraih Golden Buzzer dalam babak audisi. Ia adalah seorang penyanyi difabel Netra dan Autisme.
“Saat tumber besar, orang sering meminggirkanku karena kondisi disabilitasku. Golden Buzzer membuatku merasa bahwa dunia sedang memandangku, dan ini sungguh emosional bagiku,” kata dia.
Satu lagi finalis AGT yang juga difabel Ahren Belisle. Ia adalah seorang komika yang mengalami Cerebral Palsy (CP). Ahren sendiri merasa AGT membuat banyak orang menilai dirinya atas kemampuannya. “Orang banyak menegurku di jalan dan mengatakan aku hebat,” ucapnya.
Kodi Lee sebagai finalis terakhir pada semi final minggu keenam AGT juga seorang difabel Autisme dan Netra sejak kecil.
Bagaimana sebuah ajang kompetisi pencarian bakat akhirnya dapat mengubah stigma dan nilai sosial di masyarakat terhadap capaian difabel berdasarkan kemampuannya.
Selain peluang dan kesempatan yang diberikan dengan luas kepada difabel, bentuk lain dari dukungam moral pun sangat berpengaruh besar. Bentuk perlakuan dan penghormatan baik dalam sikap, verbal maupun nonverbal terhadap kontestan difabel dapat mengikis stigma dari kedifabelan mereka menjadi kemampuan yang mereka miliki.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan