Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Advokasi Difabel, Kunci Kesetaraan dan Inklusi dalam Kebijakan Publik

Views: 32

Solidernews.com – Sebagai bagian dari komunitas, kita sering bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Meskipun kita bisa berbaur dengan banyak orang. Pertanyaannya adalah bagaimana kita berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki difabel? Saya mengalami kesulitan dalam hal ini. Ketika saya masih magang di Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), saya secara tidak sengaja bertemu dengan seseorang yang memiliki difabel untuk pertama kalinya. Saya bingung tentang apa yang harus saya katakan selain tersenyum dan menyapanya. Saya merasa senang tapi saya tidak pernah diajarkan cara berinteraksi dengan teman-teman difabel. Bagaimana seharusnya kita berkomunikasi dengan mereka? Saya kemudian mengetahui bahwa mereka adalah teman-teman dari berbagai latar difabel. Ketika saya bertemu dengan teman-teman tuli, kami berkomunikasi dengan tulisan tangan karena saya belum familiar dengan bahasa isyarat, dan tidak ada yang bisa membantu menerjemahkannya. Meskipun begitu, saya merasa sangat senang mengetahui bahwa ada teman difabel di tengah-tengah masyarakat.

 

Sebagai individu yang baru terjun ke dalam lingkungan yang melibatkan teman-teman difabel, saya menyadari bahwa ada banyak hal yang dapat dipelajari dari mereka. Setelah berinteraksi dengan berbagai macam difabel, saya semakin kaya akan cara-cara baru dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Namun, keinginan saya untuk memahami lebih dalam mengenai realitas hidup difabel terus bertumbuh, khususnya sejauh mana mereka dapat berkarya dalam berbagai bidang. Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti peran advokasi difabel. Pertanyaannya adalah, seberapa besar pengaruh advokasi difabel dalam membentuk kebijakan publik yang memperhatikan kepentingan mereka?

 

Advokasi difabel memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kebijakan publik. Melalui advokasi ini, komunitas difabel dan para pendukungnya memperjuangkan hak-hak mereka untuk diperlakukan secara adil dan setara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aksesibilitas, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya inklusi dan kesetaraan, pengaruh advokasi difabel semakin terasa dalam pembentukan kebijakan publik yang lebih inklusif dan berpihak kepada semua warga negara, tanpa memandang status fisik atau mental. Oleh karena itu, advokasi difabel bukan hanya tentang memperjuangkan hak-hak individu, tetapi juga tentang membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi semua.

 

Dalam kamus advokasi, tersembunyi makna yang jauh lebih dalam dari sekadar pembelaan. Kata “advokasi” yang berasal dari bahasa Inggris, “advocate,” tidak hanya mengandung arti membela, tetapi juga mempromosikan, menciptakan, dan bahkan merangsang perubahan secara sistematis dan terorganisir. Dengan demikian, advokasi menjadi sebuah aktivitas yang tak sekadar merangkul, melainkan juga memperjuangkan suatu tujuan melalui gerakan bersama-sama.

 

 

Advokasi tidak bisa sekadar menjadi langkah sekali atau dua kali. Keterlibatan yang berkelanjutan diperlukan, mengingat dinamika masyarakat yang terus berubah. Terutama, bagi masyarakat dengan tingkat literasi rendah dan rentan terhadap informasi tanpa penyaringan, serta stigma yang melekat kuat.

Menciptakan masyarakat inklusif bukanlah tugas mudah. Perlu sering bersinggungan dengan teman difabel dan memberikan edukasi melalui advokasi inklusifitas dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa mengubah pandangan diskriminatif atau pandangan sebelah mata terhadap teman difabel.

 

Masyarakat juga perlu memahami tentang ruang publik yang inklusif, bagaimana menjaganya, dan memiliki pemahaman tentang berbagai jenis difabel. Bukan hanya yang terlihat secara fisik, tetapi juga yang tidak terlihat seperti dyslexia atau fibromyalgia. Fenomena ini sering terabaikan dalam diskusi masyarakat, sehingga mendesak bagi mereka untuk memperoleh pengetahuan melalui advokasi inklusifitas.

 

Peran Penting Advokasi Difabel, Pengaruhi Kebijakan Publik

Pengaruh advokasi difabel terhadap kebijakan publik bagi teman-teman difabel terasa signifikan saat ini. Teman-teman difabel sekarang merasakan manfaat langsung dari kebijakan publik yang diterapkan. Mereka lebih mudah bergerak di sekitar kota dan mengakses tempat-tempat umum seperti transportasi dan tempat kerja. Kebijakan publik ini membuka peluang baru dan memperkuat hubungan sosial mereka di masyarakat. Penulis ambil contoh pada peraturan daerah di beberapa kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyoroti perlindungan   difabel. Kabupaten Bantul, misalnya, mengeluarkan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2015 tentang Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas pada 1 September 2015. Kabupaten lain seperti Kulon Progo, Gunungkidul, dan Sleman juga mengikuti dengan peraturan serupa pada tahun 2016.

 

Proses pembuatan regulasi ini melibatkan berbagai pihak selama lebih dari dua tahun, termasuk eksekutif, legislatif, organisasi masyarakat, dan difabel sendiri. Advokasi ini dipicu oleh ratifikasi UNCRPD melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2011.

 

Meskipun adanya peraturan baru, tantangan bagi difabel masih ada. Banyak yang masih kesulitan mengakses pendidikan, hak politik, dan pekerjaan yang layak. Akses terhadap tempat rekreasi dan fasilitas publik juga masih menjadi kendala. Ini terjadi bahkan setelah adanya regulasi seperti CRPD dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 12 Tahun 2012. Yang telah direvisi juga dengan peraturan daerah baru yaitu perda No. 5 Tahun 2022.

Advokasi untuk hak difabel bukan sekadar tentang menciptakan kebijakan baru, tetapi juga tentang bagaimana kebijakan tersebut bisa menjawab tantangan yang dihadapi difabel di daerah masing-masing. Salah satu kunci keberhasilan adalah partisipasi aktif dari difabel dalam proses advokasi.

 

Proses advokasi yang dipimpin oleh FPHPD (Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas) melibatkan difabel dan organisasi mereka dalam semua tahap, mulai dari menyamakan persepsi hingga penyerahan naskah akademik dan draf peraturan daerah. Ini menunjukkan bahwa pembahasan dan advokasi untuk difabel tidak bisa dilakukan tanpa melibatkan mereka secara langsung.

Kebijakan publik yang berkaitan dengan difabel takkan bermakna tanpa kontribusi langsung dari mereka. Proses advokasi ini tak akan berarti tanpa partisipasi aktif difabel sendiri. Dalam menyusun naskah akademik dan draf peraturan daerah, masukan dari difabel menjadi sangat penting. Mereka dapat memberikan gambaran detail tentang hambatan yang mereka hadapi.

 

Masukan yang diharapkan bukanlah sekadar ulangan dari yang sudah ada, melainkan solusi baru untuk masalah yang masih terabaikan dalam undang-undang yang sudah ada. Harapannya, peraturan daerah yang dihasilkan bukanlah salinan mentah dari peraturan yang sudah ada, melainkan pelengkap yang mampu menjawab kebutuhan unik di setiap kabupaten/kota.

 

Untuk mendapatkan masukan yang berkualitas, berbagai metode digunakan, mulai dari workshop, FGD (Focus Discussion Group), hingga proses review draft yang dilakukan berulang kali. Dengan demikian, partisipasi difabel dalam proses advokasi bukan hanya sekadar formalitas, melainkan suara yang tak boleh terpingkirkan dalam pembentukan kebijakan yang berpihak pada mereka.

 

Advokasi Difabel, Menuju Kesetaraan

Dari pemaparan yang disampaikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi dengan individu difabel menimbulkan refleksi mendalam tentang pentingnya inklusi dalam masyarakat. Penulis menekankan peran advokasi difabel dalam membentuk kebijakan publik yang inklusif. Partisipasi aktif difabel dalam proses advokasi menjadi kunci utama dalam memastikan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan mereka. Dengan demikian, kerjasama lintas sektor menjadi penting dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh teman-teman difabel. Komitmen untuk mendukung advokasi difabel dan memperjuangkan hak-hak mereka menjadi hal yang mendesak untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

 

Interaksi dengan individu difabel menegaskan pentingnya inklusi dalam masyarakat. Advokasi difabel menjadi kunci dalam pembentukan kebijakan publik yang responsif terhadap kebutuhan mereka. Partisipasi aktif difabel dalam proses advokasi merupakan upaya bersama untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.[]

 

Penulis: Hasan Basri

Editor    : Ajiwan

 

 

 

 

Sumber:

Arni Surwanti, Ahmad Ma’ruf Winarta, Suryatiningsih Budi Lestari, Ibnu Sukaca, Dwi Suka Sulistyaningsih (2017): Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Kebijakan Publik.

https://www.kompasiana.com/ahmadrizani/55007688813311c91afa7799/optimalisasi-peran-advokasi-dalam-mempengaruhi-kebijakan-publik

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content