Views: 4
Solidernews.com – Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2024 sudah dibuka beberapa waktu yang lalu. Hal ini tentu menjadi peluang bagi siapapun yang ingin mengabdi pada negara dan mencari pekerjaan. Sesuai dengan peraturan yang berlaku baik Undang-Undang maupun peraturan dibawahnya, difabel memiliki hak yang sama untuk memperoleh pekerjaan. Mereka dapat mencoba dan bahkan memasuki berbagai peluang lapangan kerja baik yang ditawarkan pemeerintah maupun swasta. Namun berbagai persoalan masih saja terjadi. Beberapa jenis difabel tertentu masih kesulitan mendapatkan haknya dibidang pekerjaan.
Pelaksanaan prinsip-prinsip pengadaan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tercantum pada Pasal 3 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permen Pan RB) No. 6 Tahun 2024 yakni:
- Kompetif;
- Adil;
- Objektif;
- Transparan;
- Bersih dari praktif Kelusi, korupsi, dan nepotisme;
- Dan tidak dipungut biaya.
Akan menjadi harapan terang bagi setiap pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang merupakan generasi muda dengan rentang usia 18 sampai 35 tahun. Sebaliknya apabila prinsip pengadaan pegawai ASN di atas dicederai oleh adanya pemaknaan yang berbeda, maka keselarasan persepsi harus ditingkatkan. Adapun pada seleksi CPNS 2024 ini membagi ke dalam 2 (Dua) jenis formasi yakni Formasi Umum dan Formasi Khusus. Formasi Khusus terbagi lagi menjadi 4 (Empat) yakni Formasi Putra-Putri Lulusan Terbaik dengan Pujian (Cumlaude), Dispora, Cyber Security, Penyandang Disabilitas, Putra-Putri Papua dan Papua Barat, serta Putra/Putri Kalimantan.
Bagi difabel, Formasi Disabilitas tersebut pun menjadi salah satu pintu dalam memperoleh kesempatan yang besar untuk berpartisipasi dalam Pembangunan Indonesia serta untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan bidang studinya. Kesempatan besar tersebut dapat dilihat pada aturan seleksi CPNS bagi difabel yang menyediakan kuota 2 (Dua) persen yang wajib dialokasikan pada instansi yang berkedudukan di Pemerintah Pusat. Hal ini sesuai dengan Amanah Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Dalam formasi CPNS tahun ini, terdapat beberapa Program Studi (Prodi) yang mendapatkan kuota di Formasi Penyandang Disabilitas, salah satunya adalah Sarjana Strata satu (S-1) Ilmu Perpustakaan. Bidang studi ini membuka Formasi Penyandang Disabilitas, mulai Tingkat Pemerintah Kabupaten atau Kota), Pemerintah Provinsi, hingga Pemerintah Pusat. Secara sederhana Siregar M., RA. (2015), mendefinisikan Pustakawan adalah “orang yang memiliki Pendidikan Perpustakaan atau ahli perpustakaan atau tenaga professional di bidang perpustakaan dan bekerja di perpustakaan”, Maka dari definisi di atas, setiap orang yang lulus studi dari Prodi Ilmu Perpustakaan dapat disebut sebagai calon Pustakawan. Ditinjau dari Permen PAN RB No. 6 Tahun 2024, jabatan Pustakawan terbilang tidak melanggar butir-butir jabatan yang tidak boleh dilamar oleh Penyandang Disabilitas, yakni:
- Jabatan yang pekerjaannya bersifat khusus dan spesifik yang memerlukan kesiapan dan kemampuan fisik dalam melakukan kegiatan secara evisien tanpa menimbulkan kelelahan fisik;
- Jabatan yang pekerjaannya membutuhkan mobilitas tinggi dan cepat;
- Jabatan yang waktu kerjanya tidak pasti;
- Jabatan yang situasi kerjanya spesifik dalam penanganan bencana, huru-hara, dan kebakaran;
- Dan atau jabatan yang lingkungan kerjanya memiliki resiko tinggi.
Uniknya kuota CPNS untuk lulusan Prodi Ilmu Perpustakaan hampir tersebar di setiap pulau di Indonesia, baik yang untuk pelamar dari Formasi Umum maupun Formasi Khusus termasuk untuk Pelamar difabel antara lain di Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bekayang (Kalimantan Barat), Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Gresik (Jawa Timur). Sementara di Tingkat provinsi hanya ada di Provinsi Sumatera Selatan yakni di Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Selatan. Masing-masing instansi tersebut tidak mencantumkan syarat pada jenis difabel tertentu. Sementara justru di tingkat pusat yakni di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI menimbulkan pertanyaan besar mengapa butir B pada Sub-Bab V. Kriteria Pelamar pada Surat Pengumuman No. 9525/2/KPG.01.00/VIII.2024 Tentang Penetapan Kebutuhan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Perpusnas RI Anggaran Tahun 2024 mensyaratkan:
“Pelamar Disabilitas Fisik pada gerak kaki (Tungkai) dengan derajat 1 atau 2”. Ditegaskan pula di butir pertama dan ketiga pada bagian Ketentuan yang harus dipenuhi yakni; mampu melihat, mendengar, dan berbicara dengan baik serta mampu bergerak dengan menggunakan alat bantu berjalan selain kursi roda.
Adapun derajat difabel yang umum digunakan dalam format Surat Keterangan Penyandang Disabilitas menggunakan dasar Permenkes No. 104/MENKES/PER/11/1999 Tentang Rehabilitasi Medik, yakni derajat 1 adalah “Mampu melakukan aktivitas atau mempertahankan sikap”, sedangkan derajat 2 adalah “Mampu melaksanakan kegiatan atau mempertahankan sikap dengan alat bantu”.
Menengok ke belakang, ternyata pada seleksi CPNS tahun 2021 pun Perpusnas telah melakukan hal yang sama yakni kriteria pelamar difabel yang dibutuhkan hanya difabel fisik. Sari, I. P., dan Yendi, F. M., (2018) menyebutkan “Disabilitas fisik pada dasarnya adalah “Gangguan, keterbatasan fisik dan aktivitas individu yang mengalami kerusakan dan kelemahan pada bagian fisiknya yang dapat menghambat individu dalam berpatisipasi dalam Masyarakat”.
Dalam hal ini, pemerintah tidak salah untuk memberikan kuota kepada difabel fisik, namun mengapa tidak dibuka juga untuk difabel Sensorik seperti Tuli dan difabel netra atau bahkan difabel jenis lain yang memiliki derajat 3 sampai derajat 6. Derajat 3 (Tiga) misalnya, difabel dengan derajat ini sebenarnya masih dapat dipertimbangkan untuk menjadi Pustakawan di Perpusnas Ri, sebagaimana derajat 3 mampu melakukan aktivitas yang sebagian memerlukan orang lain dengan atau tanpa alat bantu.
Sementara yang lain: Derajat empat adalah difabel yang dalam melaksanakan aktivitasnya, tergantung penuh terhadap pengawasan orang lain; Derajat 5 (Lima) adalah difabel yang tidak mampu melaksanakan aktivitas tanpa bantuan penuh orang lain dan tersedianya lingkungan khusus; Dan derajat 6 (Enam) adalah difabel yang tidak mampu penuh melaksanakan kegiatan sehari-hari, meskipun dibantu penuh orang lain.
Setelah dilakukan penelusuran, jobdesk Pustakawan Ahli Pertama pada Formasi Penyandang Disabilitas di Perpusnas RI melalui sscasn.bkn.go.id, hasilnya antara lain melaksanakan kegiatan di bidang kepustakawanan, yang meliputi pengelolaan perpustakan, pelayanan perpustakan, dan pengembangan sistem kepustakawanan dengan keahlian spesifik yang diharapkan adalah menguasai analisis dan teknis kepustakawanan.
Dari jobdesk di atas semestinya pihak Perpusnas RI mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut untuk memecah keraguan dalam melakukan pengadaan calon Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan kerjanya, antara lain:
Pertama, Ragam difabel yang menjadi mahasiswa di Program Studi Ilmu Perpustakaan. Berdasarkan dari uin.suka.ac.id pada berita 2019 terdapat mahasiswi Tuli Bernama ANISA Kusuma W yang lulus dari Pendidikan tinggi di Jurusan Ilmu Perpustakaan. Selain itu dikutip dari Kamibijak.ID Channel diketahui terdapat Tuli bernama Vincentius Wijaya Adiguna yang sempat menempuh Pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga dengan memilih belajar tentang kepustakaan. Disampaikan alasannya pula oleh Vincentius, mengapa dirinya memilih untuk belajar tentang kepustakaan, karena dirinya ingin mendukung fasilitas dan layanan bagi difabel di lingkungan perpustakaan, menurutnya di perpustakaan lebih mudah untuk dirinya dapat bekerja dibandingkan di bidang lain. Hal itu dibuktikan pula oleh Vincentius, bahwa dirinya yang saat ini telah bekerja di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga pada bidang perpustakaan, khususnya di seksie pelayanan dengan tugasnya pada peminjaman, pengembalian, pendaftaran, dan shelving bahan Pustaka. Hal ini menunjukkan bahwa selain difabel fisik, ragam difabel lainpun siap untuk berkompetisi sebagai Pustakawan dengan hak yang sama sesuai dengan bidang studinya yang relevan.
Kedua, Fasilitas dan Layanan di Perpusnas RI. Sebagai Perpustakaan Nasional, fasilitas di perpustakaan tentu lebih lengkap dan modern, misalnya pengelolaan bahan pustaka sudah tidak dilakukan secara manual melainkan mayoritas proses telah menggunakan teknologi. Hal ini memungkinkan bagi difabel netra yang secara visual memiliki hambatan, namun masih berpeluang dapat mengikuti bimbingan dalam melaksanakan tugas sebagai pustakawan. Temuan penelitian dari Falentino, R, A., Dkk (2023), “being a librarian with visual disabilities is oriented towards past and future motives”. Artinya menjadi Pustakawan dengan keadaan sebagai difabel netra berorientasi pada motivasi masa lalu dan masa depan. Kemandirian difabel netra saat ini banyak didukung atas bantuan teknologi berupa sistem pembaca layar atau yang biasa disebut Screen Reader System. Menurut Tom dalam Lupton D., and Seymour (2000), mengatakan “Technologies are any tools which humans use to do things either more easily or to do things that were not formerly possible without that tool. Artinya teknologi adalah setiap alat yang digunakan oleh manusia untuk melakukan sesuatu agar menjadi lebih mudah atau digunakan untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa alat tersebut. Termasuk adanya Layanan Disabilitas dan Lansia di Perpusnas Ri seharusnya dapat menjadi lebih efektif, apabila terdapat Pustakawan Difabel yang terlibat dalam pengembangan layanan, setidaknya dengan memberikan sumbangsihnya dalam aspek pengetahuan atau pengalaman secara spesifik tentang kebutuhan pemustaka difabel.
Tahap Seleksi CPNS
Sebagaimana yang diketahui dalam proses ini setiap pelamar harus melalui 3 tahap seleksi, mulai dari Administrasi, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) yang merupakan seleksi untuk mengukur kemampuan dan karakteristik dalam diri seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang menjadi ciri-ciri Pegawai Negeri Sipil (PNS), hingga Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) yang merupakan seleksi untuk mengukur kemampuan dan karakteristik diri seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya sehingga individu dapat menampilkan unjuk kerja yang tinggi pada suatu jabatan tertentu. Utamanya Ayat 2, Pasal 35, Permen PAN RB No. 6 Tahun 2024 berbunyi “Selain melaksanan SKB dengan sistem CAT BKN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), instansi pusat dapat melaksanakan SKB tambahan paling banyak 3 (Tiga) jenis tes lain pada tiap jabatan sebagaimana dimaksud pasal 3, setelah mendapat persetujuan Menteri.” Artinya dalam konteks ini, apabila difabel lain memang masih diragukan dapat melakukan jobdesk Pustakawan, sekalipun lulus dalam tes sebelumnya, sesungguhnya Perpusnas RI masih mempunyai wewenang untuk bisa menimbang bagaimana potensi yang dimiliki oleh difabel tersebut dengan pilihan lulus atau tidak. Sementara apabila hanya untuk sekedar mendaftar saja, beberapa difabel lain sudah dikecualikan, maka bagaimana mereka dapat menunjukkan mampu atau tidaknya mereka.
“Give us a chance! so we could be the best one.”
Harapannya Amanah CRPD sebagai subjek Pembangunan itu benar-benar dapat dirasakan dan diwujudkan oleh pihak-pihak yang terkait. Opini ini ditulis tidak untuk mencela satu pihak pun, hanya pertanyaan dan buah pemikiran yang harapannya dapat menjadi bahan evaluasi Bersama.[]
Penulis: Pungky Wardhani
Editor : Ajiwan Arief
DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada Jum’at, 13 September 2024-Pukul 15.15 PM. Dari situs:
Sscasn.bkn.go.id
Berita. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2024-Pukul 07.50 AM. Dari situs:
https://ip.uin-suka.ac.id › berita › detail › rizky-febrina-…
Sari, I. P., & Yendi, F. M. (2018). Peran Konselor dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Disabilitas Fisik. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling, 3(3), 80-88. Diakses pada Minggu, 6 Oktober 2024. Dari situs: http://dx.doi.org/10.23916/08408011
Siregar M., RA., (2015). Kompetensi Yang Harus Dimiliki Seorang Pustakawan. IQRA. Diakses pada Selasa, 8 Oktober 2024. Dari situs:
https://media.neliti.com ›
Lupton, D., & Seymour, W. (2000). Technology, selfhood and physical disability. Social science & medicine, 50(12), 1851-1862.
Peraturan Menteri KesehatanNo. 104/MENKES/PER/11/1999 Tentang Rehabilitasi Medik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 6 Tahun 2024 Tentang Pengadaan Aparatur Sipil Negara
Surat Pengumuman No. 9525/2/KPG.01.00/VIII.2024 Tentang Penetapan Kebutuhan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Perpusnas Ri Anggaran Tahun 2024
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
Valentino, R. A., Rusmana, A., & Damayani, N. A. Motif disabilitas netra berprofesi sebagai pustakawan. Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, 19(2), 240-254. Diakses dari situs: https://doi.org/10.22146/bip.v19i2.3585
Vincentius ingin Perpustakaan Ramah Disabilitas. 2021. KamiBijak.ID Channel. Diakses pada Jum’at, 4 Oktober 2024-Pukul 19.25 PM. Diakses dari situs:
https://doi.org/10.22146/bip.v19i2.3585
.